“Dari Ubadah bin Shamit; bahwasanya Rasulullah shallallahu alayhi wasallam menetapkan tidak boleh berbuat kemudharatan dan tidak boleh pula membalas kemudaratan”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Dalam kaidah fiqhiyah juga disebutkan:
“Kemudaratan harus dihilangkan”
d. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai-nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan dalam pengambilan kesempatan.
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
(QS. Al-Baqarah: 279)
Ruang Lingkup dan Cabang-Cabang Fikih Muamalah
Fikih Islam mengatur seluruh aspek kehidupan baik secara vertikal maupun secara horizontal, baik yang berkaitan dengan individu, keluarga, masyarakat, bahkan yang berhubungan dengan negara baik saat damai maupun perang.
Karena itu, secara garis besar, para fukaha’ (ulama’ fikih) membagi fikih menjadi dua macam, yaitu fikih ibadah yang mengatur hubungan manusia secara vertikal dengan Allah dan fikih muamalah yang mengatur hubungan sosial antar sesama manusia.
Ruang lingkup fikih muamalah meliputi seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum- hukum Islam baik berupa perintah maupun larangan- larangan hukum yang terkait dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Sedangkan cabang- cabang fikih muamalah antara lain, pertama, Hukum yang mengatur hubungan antara satu pribadi dengan yang lainnya, baik yang menyangkut aturan sipil, perdagangan, keluarga, gugatan hukum, dan lain sebagainya.
Contoh yang terkait dengan persoalan ini, antara lain; pembahasan tentang harta, baik dari aspek cara mendapatkan dan mendistribusikannya, maupun dari aspek hakikat dan konsep kepemilikan dalam Islam.
Pembahasan tentang akad atau transaksi, hukum keluarga (al-ahwal asy-syakhsiyah) seperti nikah, talak, hak-hak anak, hukum waris, wasiat, wakaf, dan berbagai hal yang berhubungan dengan hukum murafa’at (gugatan).
Kedua, hukum yang mengatur hubungan pribadi dengan negara (Islam), serta hubungan bilateral antara negara Islam dengan negara lain.
Contoh-contoh kitab fikih yang berbicara tentang persoalan ini antara lain; Al-Ahkam as-sulthaniyah oleh Imam al-Mawardi dan Abu Ya’la al-Farra’, As-Siyasah as-Syar’iyyah oleh Ibnu Taimiyah, Ath-Thuruq al-Hukmiyyah oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Al-Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf dan Yahya bin Adam al-Quraisyi, dan lainnya. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News