*) Oleh: M. Hengki Pradana,
Ketua IPM Jatim
Muhammadiyah adalah salah satu ormas Islam di Indonesia yang gencar menyuarakan spirit perubahan dan berkemajuan pada segala lini bidang.
Muhammadiyah banyak menghasilkan produk-produk keilmuan yang progresif seperti fikih kebencanaan, fikih air, teologi al-Ma’un, dan teologi al-‘Ashr.
Teologi al-‘Ashr dalam Muhammadiyah merujuk pada pemahaman dan interpretasi surat al-‘Ashr dari Al-Qur’an yang menekankan pentingnya waktu, kerja keras, dan kebersamaan dalam mencapai kemajuan dan kebaikan.
Ajaran ini dapat menjadi dasar filosofis dan etis dalam mendukung berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan spirit transendental yang kuat.
Berbeda dengan teologi al-Ma’un yang berfokus pada spirit liberasi yang berhubungan dengan kemanusiaan.
Kyai Ahmad Dahlan lebih lama mengajarkan dan mengkaji tentang surat al-‘ashr, yaitu selama delapan bulan, dan mengkaji surat al-Ma’un selama hanya tiga bulan saja yang membuat beliau dikenal dengan julukan Kiai al-‘Ashr.
Surat al-‘Ashr yang terdiri dari tiga ayat, menegaskan pentingnya waktu dan usaha kolektif untuk mencapai keberhasilan.
Dalam konteks pemahaman Muhammadiyah, surat ini dipahami sebagai dorongan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya demi kebaikan bersama.
Hal ini sejalan dengan upaya mengembangkan energi terbarukan yang memerlukan kerja keras, inovasi, dan kolaborasi.
Teologi al-‘Ashr memiliki beberapa prinsip yaitu di antaranya adalah penghargaan terhadap waktu yang mana teologi al-‘Ashr mengajarkan pentingnya menghargai dan memanfaatkan waktu secara produktif.
Hal ini relevan dalam konteks pengembangan energi terbarukan yang memerlukan investasi waktu untuk penelitian, pengembangan, dan implementasi teknologi baru.
Kemudian kerja keras dan kolaborasi yang terkandung dalam ayat kedua dari surat Al-‘Ashr tersebut menekankan betapa pentingnya kerja keras dan kolaborasi, pengembangan energi terbarukan adalah usaha kolektif yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari peneliti, pemerintah, hingga masyarakat.
Pada ayat ketiga, ditafsirkan sebagai membangun kebaikan bersama yang dijelaskan dalam ayat ketiga tersebut yang menggarisbawahi tentang betapa perlunya untuk berbuat kebaikan dan saling menasihati dalam kesabaran.
Dalam konteks itu, dapat diterjemahkan sebagai dorongan untuk mengembangkan sumber energi yang tidak hanya menguntungkan ekonomi, tetapi juga berkelanjutan dan ramah lingkungan demi kesejahteraan generasi mendatang.
Energi terbarukan, secara implementatif dari teologi al-‘Ashr juga bisa diartikan dengan mengadakan edukasi dan kesadaran untuk mengembangkan program pendidikan dan kesadaran masyarakat.
Tentang pentingnya energi terbarukan dapat dilihat sebagai implementasi dari prinsip teologi al-‘Ashr, dengan menekankan penghargaan terhadap sumber daya alam dan waktu yang dimiliki.
Pengamalan teologi al-‘Ashr juga dapat dilakukan dengan inovasi dan teknologi, seperti mendorong inovasi dalam teknologi energi terbarukan sejalan dengan ajaran tentang kerja keras dan kolaborasi.
Muhammadiyah dapat berperan aktif dalam penelitian dan pengembangan teknologi ini melalui lembaga-lembaga pendidikannya.
Kemudian implementasi dalam hal kebijakan dan advokasi, yaitu Teologi al-‘Ashr dapat mendorong Muhammadiyah untuk terlibat dalam advokasi kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan, bekerja sama dengan pemerintah dan organisasi lain untuk mencapai kebijakan yang berkelanjutan.
Teologi al-‘Ashr Muhammadiyah menawarkan kerangka etis dan filosofis yang kuat untuk mendukung pengembangan energi terbarukan dengan menekankan penghargaan terhadap waktu, kerja keras, dan kolaborasi, serta kebaikan bersama.
Ajaran tersebut dapat menjadi spirit yang menggerakkan upaya kolektif dalam menciptakan solusi energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Implementasi prinsip-prinsip ini dalam konteks modern tidak hanya memperkuat relevansi ajaran agama, tetapi juga berkontribusi pada penyelesaian masalah global yang mendesak. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News