Ada satu sesi yang mengesankan dari rangkaian rihlah atau study tour kelas 6 SD Muhammadiyah 15 Surabaya (SDM Limas) ke Yogyakarta, 27 – 27 Mei 2024. Meski tidak direncanakan, namun sesi tersebut membuat para siswa begitu terkesan, yakni menyaksikan prosesi seorang memeluk Islam atau menjadi mualaf di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta.
Adalah Martin Shane Daniel dari Australia yang terketuk hatinya dengan ajaran Islam hingga ia akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia dibimbing oleh Pembimbing Syahadat Ridwan Wicaksono dari Yayasan Mualaf Center Yogyakarta sesaat setelah salat dhuhur berjamaah usai.
Dalam prosesi tersebut, Ridwan Wicaksono terlebih dahulu bertanya pada Martin alasan masuk Islam. Selanjutnya memberikan penjelasan setelah masuk Islam dan amalan-amalan yang dilaksanakan. Sambil menutup pernyataan masuk Islam, pembimbing mendoakan agar Martin, panggilan akrabnya menjadi seorang muslim yang taat beribadah kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Para siswa SDM Limas yang menjalankan salat dhuhur di Masjid Gedhe akhirnya ikut menyaksikan prosesi pembacaan syahadat tersebut.
Kepala Sekolah SDM Limas Ustaz Sholikin MPdI mengaku bersyukur bisa menggelar kegiatan rihlah, karena sejak pandemic Covid-19, kegiatan rihlah di sekolahnya ditiadakan.
“Alhamdulillah pasca pandemi covid’19 kita baru bisa mulai rihlah bersama anak-anak keluar kota, semoga kegiatan bisa menambah wawasan, memberikan refreshing dan tetap semangat sambung silaturahim meskipun nanti sudah lepas dari SD Muhammadiyah 15 Surabaya,” seru Sholikin, panggilan akrabnya.
Rihlah SDM Limas di Yogyakarta diikuti seluruh murid kelas 6 diawali di Taman Suraloka Kaliurang. Seluruh peserta mengamati binatang dan tumbuhan yang dikelola disana serta ikut bermain flying fox.
Setelah itu check in di Hotel Cakra Kembang Kaliurang Yogyakarta. Keesokan harinya check out dari hotel Cakra Kembang menuju ke tempat wisata kraton Yogyakarta. Setibanya di kraton seluruh peserta diberi penjelasan tentang sejarah singkat Kraton Yogyakarta, pelaku sejarahnya, benda-benda yang ditinggalkannya hingga berakhir kisah Kraton Yogyakarta yang berdiri pada 1755 sebagai hasil dari Perjanjian Giyanti.
Kraton Yogyakarta sebagai cikal bakal keberadaan pemukiman di wilayah Yogyakarta meninggalkan jejak-jejak sejarah yang masih dapat kita jumpai sampai saat ini.
“Kawasan ini merupakan living monument, yang masih hidup dan juga memiliki luas. Maka harus kita jaga dan lestarikan,” ungkap guide Kraton Yogyakarta.
Setelah itu, seluruh peserta diajak makan siang dan jalan-jalan ke Malioboro sambil membeli jajan atau oleh-oleh khas Yogyakarta dan pakaian sesuai dengan selera masing-masing. Seluruh peserta diberi batasan waktu sampai pukul 16.30 WIB. Kemudian berkumpul di bus dan melanjutkan perjalanan pulang ke Surabaya. (ali shodiqin)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News