Ramadan adalah momentum untuk melakukan spiritual refreshing, maka Syawal dapat disebut sebagai spiritual recreation.
Spiritual recreation itu adalah sebuah perjuangan kita untuk menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Kita di bulan Syawal ini berusaha meningkatkan amaliah dan amalan kita yang telah berjalan selama bulan Ramadan, dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan dan dosa yang pernah kita lakukan.
Syawal juga dapat menjadi momentum evaluasi atas puasa selama Ramadan. Berdasarkan Alquran Surat Al Baqarah ayat 183, salah satu tujuan puasa Ramadan ialah agar menjadi insan takwa.
Dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 133-135, orang bertakwa yang dijamin Surga oleh Allah adalah mereka yang senantiasa menginfakkan hartanya dalam keadaan lapang maupun sempit, mampu menahan amarah, pemaaf terhadap kesalahan orang lain, dan berbuat ihsan.
Karena itulah di Bulan Syawal ini kita hendaknya meningkatkan sedekah kita, meningkatkan kedermawanan kita, dan tiada henti untuk memberi.
Penggunaan kata kerja mudlari dalam kata “yunfiquna” berarti hari ini dan yang akan datang harus terus melakukan infak, bahkan dalam keadaan rezeki kita lapang maupun sempit.
Orang-orang bertakwa adalah mereka yang mampu memaafkan kesalahan orang lain, yang sengaja atau tidak sengaja telah berbuat kesalahan kepada kita.
Penggunaan kata kerja madhi dalam kata “afu” menandakan bahwa maaf itu harus sudah diberikan sebelum orang lain meminta maaf kepada kita.
Lain dari pada itu, orang-orang bertakwa juga adalah mereka yang senantiasa berbuat ihsan, berusaha melakukan amalan-amalan yang terbaik, melakukan perbuatan dan pekerjaan sebaik-baiknya, diawasi atau tidak oleh manusia, ia senantiasa konsisten berbuat baik.
Spiritual Reunion
Selain spiritual recreation, Syawal juga dapat disebut sebagai spiritual reunion. Bulan di mana kita memperkuat ikatan kekeluargaan, memperkuat ikatan kemasyarakatan, dan kemudian berkembang tradisi Syawalan, di mana dengan tradisi itu kita saling bersilaturahmi untuk memperkuat ikatan kekeluargaan, keislaman, dan kebangsaan.
Syawal merupakan bulan silaturahmi kepada sanak keluarga, sahabat dan kerabat, dan segenap masyarakat. Tradisi ini merupakan kultur Islam yang paling positif karena dapat menciptakan kohesi dan solidaritas sosial.
Hal ini merupakan pengamalan dari sebuah Sabda Nabi Saw yang berbunyi: “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah (tali) kerabatnya.” (HR. Bukhari).
Berdasarkan hadis tersebut, rezeki yang lapang merupakan indikasi dari manusia yang bahagia dalam kehidupan dunia.
Sementara makna “atsar” atau (dipanjangkan) umur memiliki dua makna, pertama, mendapat umur yang relatif panjang dibanding manusia pada umumnya (lebih dari 70 tahun).
Kedua, memiliki legasi yang dapat dikenang hingga berabad-abad kemudian, misalnya, pendiri Muhammadiyah Kiai Ahmad Dahlan.
Kiai Haji Ahmad Dahlan itu wafat di usia 55 tahun, tetapi jejak dan jasa yang beliau tinggalkan sampai sekarang masih kita ikuti bahkan terus berkembang, karena beliau selama hidupnya senantiasa beramal dan bersilaturahmi.
Silaturahmi sesungguhnya menyambung sesuatu yang telah terputus. Dengan silaturahmi, umat Islam dapat mencari relasi sosial yang sebaik-baiknya dan sebanyaknya-banyaknya.
Banyaknya teman, kerabat, dan sahabat dapat meningkatkan peluang kebahagiaan baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Silaturahmi akan tambah sempurna jika diiringi dengan gemar melakukan sedekah.
Tidak hanya sekadar berkomunikasi, tetapi saling memberi dan bersedakah. Harta yang kita infakkan di jalan Allah merupakan legasi kita, walaupun kita sudah meninggal dunia, harta itu akan menjadi jariah yang pahalanya senantiasa mengalir.
Infak adalah legasi yang bukan hanya baik di hadapan manusia, tetapi juga di hadapan Allah.(*)
(Disampaikan Sekum PP Muhammadiyah Prof. Abdul Mu’ti di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, 5 Mei 2023)