Meraih Keteguhan Hati di Tengah Ujian Hidup
foto: actionagainsthunger
UM Surabaya

*) Oleh: Ferry Is Mirza

Kita tidak bisa memaksa Allah Azza wa Jalla untuk memenuhi apa yang menjadi pilihan kita. Tugas kita adalah pasrah dan tawakal pada apa yang Allah tetapkan, karena pilihan-Nya pasti yang terbaik untuk kita.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa hikmah dari ayat ini adalah jika seorang hamba ingin mendapatkan akhir yang baik dalam segala urusannya, ia harus menyerahkan segala urusannya kepada Allah Yang Maha Mengetahui.

Seorang hamba juga dituntut untuk ridha atas pilihan dan ketentuan Allah, karena hanya Allah yang mengetahui akibat dan dampak dari setiap urusan.

Seorang hamba tidak berhak mengajukan usul kepada Rabb-nya atau mendikte-Nya agar memenuhi pilihannya. Sebab, boleh jadi apa yang diminta justru akan membahayakan dan membinasakannya karena ia tidak mengetahui akibat buruk dari apa yang diinginkannya.

Oleh karena itu, manusia tidak boleh memaksa suatu pilihan kepada Allah. Yang sebaiknya dilakukan adalah memohon pilihan yang terbaik dari Allah dan meminta agar hatinya ridha atas pilihan tersebut.

Ketika seorang hamba menyerahkan urusannya kepada Allah dan rida atas pilihan-Nya, maka Allah akan membantunya menerima pilihan itu dengan menganugerahkan ketegaran, kebulatan tekad, dan kesabaran hati.

Allah juga akan menghindarkannya dari segala macam bencana yang mungkin terjadi apabila ia berpegang pada pilihannya sendiri.

Selain itu, Allah akan memperlihatkan dampak positif dari pilihan-Nya yang mungkin tidak akan pernah dicapai meskipun setengahnya jika ia menentukan pilihannya sendiri.

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga berkata: “Barang siapa memfokuskan hatinya kepada Rabb-nya maka ia akan tenang dan nyaman. Dan barang siapa melepaskan hatinya kepada manusia maka ia akan goncang dan sangat gelisah.”

Setiap orang yang hadir dalam kisah kehidupan kita bukanlah kebetulan. Mereka dihadirkan oleh Allah untuk memberikan hikmah dan pelajaran.

Orang yang baik memberi kebahagiaan, orang yang buruk memberi pengalaman, dan orang yang jahat memberi pelajaran.

Dunia ini Allah ciptakan bukan untuk bersenang-senang, karena hakikatnya dunia adalah tempat ujian, sebagaimana yang dialami oleh Adam dan Hawa dahulu.

Kapan linangan air mata akibat kesedihan, perpisahan, rasa sakit, dan kesulitan itu akan sirna?

Nanti, saat Allah berfirman: “Masuklah kalian ke dalam surga tanpa rasa takut dan kesedihan.” Justru, kita seharusnya khawatir jika hidup kita selalu senang dan mudah, karena bisa jadi Allah telah menyegerakan nikmat kita di dunia dan menunda nikmat di akhirat.”

Ibnu Rajab al-Hanbaly rahimahullah berkata, “Nilai setiap orang tergantung pada hal-hal yang menjadi keinginannya. Jika keinginannya adalah dunia, maka tidak ada yang lebih rendah darinya, karena dunia ini adalah sesuatu yang rendah.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 245)

Keinginan dan syahwat terhadap dunia sering kali dinilai rendah karena dapat membuat kita terlena dan melupakan urusan akhirat.

Dunia ini bukan tempat tinggal, tetapi tempat meninggal. Mengapa kita harus mengejar dengan mati-matian kekuasaan, kekayaan, dan segala urusan dunia, padahal itu semua tidak bisa kita bawa saat mati?

Betapa beratnya untuk tetap istikamah dalam menata hati dan menjalankan ketaatan kepada Allah. Di sisi lain, betapa seringnya kemaksiatan menghampiri dan menggoda kita untuk melakukannya tanpa mempertimbangkan akibatnya.

Namun, seperti kata Ibnu Al-Jauzi: “Rasa berat menjalankan ketaatan akan lenyap, namun pahalanya tetap tercatat. Demikian pula, rasa nikmat ketika berbuat maksiat segera hilang, tetapi balasan siksanya tidak akan pernah terhapuskan.”

Maka, sudah sepatutnya kita berusaha sekuat tenaga untuk senantiasa menata hati agar tetap teguh dalam syariat dan berusaha menjauhi maksiat serta syahwat.

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita sehingga kita tetap istiqamah, senantiasa belajar menata hati atas segala ketentuan-Nya, dan meraih rida-Nya.

Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini