Kesombongan, Jalan Pasti Menuju Kesesatan
foto: mirror
UM Surabaya

*) Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari

Al-Qur’an menegaskan bahwa kesombongan yang tertanam dalam hati seorang hamba akan membawa pada kehancuran.

Kesombongan membutakan hati dan pikiran, membuat seseorang memilih jalannya sendiri yang akhirnya menjerumuskan pada kesesatan.

Ketika disajikan bukti kekuasaan Allah, bukannya terbangun dari keangkuhannya, malah semakin membangkitkan penolakan.

Salah satu contoh utama adalah Fir’aun, yang ketika dihadapkan dengan berbagai mukjizat dari Nabi Musa, justru memilih untuk bersikap angkuh.

Keputusannya untuk mengabaikan kebenaran akhirnya menjerumuskannya ke dalam kehancuran yang abadi.

Menolak Kebenaran

Kesombongan tidak menjadikan seseorang lebih kokoh, melainkan menghancurkannya. Saat kebenaran datang, jiwa yang sombong tidak mampu memahaminya dengan baik dan membiarkan kebenaran berlalu begitu saja.

Allah bahkan memalingkan hati orang-orang yang sombong dari petunjuk-Nya. Ketika mereka melihat kebenaran, mereka menolak untuk mengikutinya, tetapi ketika mereka menemukan jalan kesesatan, mereka justru condong kepadanya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:

“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai darinya.” (QS. Al-A’raf: 146)

Para pelaku perbuatan dosa besar, seperti homoseksual dan perjudian, adalah contoh nyata dari mereka yang menolak kebenaran meskipun dampak buruk dari tindakan mereka sudah jelas.

Namun, ketika diingatkan untuk berhenti, alih-alih sadar, mereka malah menampakkan kesombongan.

Contoh yang sering diungkapkan dalam Al-Qur’an adalah Fir’aun. Ketika Nabi Musa membawa mukjizat seperti tongkat yang berubah menjadi ular, sinar putih dari tangannya, dan berbagai musibah seperti kutu, belalang, katak, serta darah, Fir’aun justru semakin keras kepala.

Bukannya bertobat, Fir’aun malah menunjukkan sikap angkuh dan berencana membunuh Nabi Musa serta para pengikutnya.

Menunggu Azab

Kesombongan tidak hanya menutup mata atas kebenaran, tetapi juga meniadakan kepedulian terhadap akibat-akibat yang mungkin terjadi.

Al-Qur’an menegaskan bahwa penjelasan dan keterangan yang diberikan para nabi dan rasul tidak membuat hati orang-orang sombong terbuka.

Bahkan, akal dan pikiran mereka digunakan untuk membenarkan keangkuhannya. Mereka lebih memilih kebinasaan daripada menerima kebenaran.

Contoh nyata adalah Abu Jahal, yang meskipun telah melihat bukti-bukti nyata, tetap memilih jalan yang salah hingga azab Allah menjadi kenyataan di hadapannya.

Hal ini digambarkan dengan jelas dalam firman Allah:

“Meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.” (QS. Yunus: 97)

Akhir dari kesombongan adalah kehancuran, yang tak dapat dielakkan. Ketika azab Allah datang, harta, kekuasaan, keluarga, dan pengikut yang pernah membuat mereka merasa aman, tidak akan berguna lagi.

Penolakan Kaum Quraisy

Al-Qur’an mengisahkan kesombongan kaum Quraisy, yang menolak kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad.

Mereka menyaksikan mukjizat seperti terbelahnya bulan dan peristiwa Isra’ Mi’raj, tetapi bukannya bertobat, mereka malah mengabaikannya dengan sikap acuh dan pongah.

Bahkan, mereka menuduh Nabi Muhammad sebagai tukang sihir. Tuduhan ini merupakan cara mereka untuk menolak kebenaran, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:

“Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, ‘(Ini adalah) sihir yang terus menerus’.”
(QS. Al-Qamar: 2)

Para nabi dan rasul dengan jujur mengatakan bahwa mereka diutus oleh Allah, bukan atas kehendak mereka sendiri.

Mukjizat yang ditunjukkan kepada umat juga merupakan bukti kebenaran dari Allah. Namun, hati yang penuh dengan kesombongan tidak menerima kebenaran ini, dan malah menuduh para nabi sebagai tukang sihir.

Akar dari penolakan terhadap kebenaran adalah kesombongan yang tertanam dalam hati. Inilah yang membuat seseorang sulit menerima petunjuk dan lebih memilih jalan kesesatan.

Ketika semua bukti dan penjelasan tidak lagi dianggap, maka azab adalah satu-satunya jalan untuk menghentikan kesombongan tersebut. (*)

Surabaya, 30 September 2024

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini