Tobat Pelaku Zina: Keberanian Mengaku dan Harapan Ampunan Ilahi
foto: unsplash
UM Surabaya

Diskusi tentang tobat pelaku zina yang belum menjalani hukuman dunia sering muncul di tengah masyarakat. Dalam Islam, penetapan hukuman adalah wewenang hakim (qadli), bukan tanggung jawab individu.

Hakim menentukan hukuman berdasarkan dua hal: pengakuan pelaku atau kesaksian empat orang saksi yang memenuhi syarat. Para ulama sepakat (ijma’) bahwa ini adalah dasar penerapan hukum syariat.

Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai jumlah pengakuan yang diperlukan sebelum hukuman dijalankan.

Sebagian ulama berpendapat pengakuan harus dilakukan empat kali di hadapan hakim, seperti kisah Ma’iz yang mengaku berulang kali hingga Rasulullah SAW memerintahkan hukuman.

Di sisi lain, ada pendapat bahwa satu kali pengakuan sudah mencukupi, sebagaimana riwayat perempuan yang mengaku berzina dan langsung dihukum tanpa disebutkan jumlah pengakuannya.

Dalam semua pandangan ini, Rasulullah mencontohkan kehati-hatian dalam menyelidiki kebenaran pengakuan, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Kehati-hatian ini bertujuan memastikan keadilan dan menghindari kesalahan penerapan hukum.

Mengenai tobat, ulama sepakat bahwa penerimaan tobat adalah hak prerogatif Allah. Dalam riwayat Ubadah bin Shamit, Rasulullah menjelaskan bahwa hukuman dunia bisa menghapus dosa zina, tetapi jika dosa tersebut tidak diketahui manusia dan pelaku tidak dihukum, urusannya sepenuhnya kepada Allah: apakah Dia akan menghukum atau mengampuni.

Pelaku zina yang bertobat sebelum menerima hukuman tetap memiliki harapan tobatnya diterima oleh Allah, asalkan dilakukan dengan tulus dan memenuhi syarat: penyesalan mendalam, berhenti sepenuhnya dari dosa, dan tekad untuk tidak mengulanginya.

Islam mengajarkan keseimbangan antara ketegasan hukum dunia dan kasih sayang Allah yang tak terbatas, mengingatkan manusia untuk introspeksi diri dan percaya pada rahmat-Nya.

Pesan utamanya, pintu ampunan Allah senantiasa terbuka bagi siapa saja yang sungguh-sungguh bertobat, meski untuk dosa besar seperti zina. (*/tim)

Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Mengaku Melakukan Zina”, dalam Tanya Jawab Agama IV, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini