Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhamad Rofiq Muzakkir memaparkan kajian tentang Fiqh Aqalliyāt atau fikih minoritas Muslim dalam Halaqah bertema “Status Halal-Haram Bumbu Masak Tradisional Jepang.” Acara ini berlangsung di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan pada Jumat (24/01/2025).
Dalam paparannya, Rofiq menjelaskan bahwa fikih minoritas merupakan cabang ilmu fikih yang bertujuan memberikan panduan praktis bagi umat Islam yang hidup di tengah masyarakat mayoritas non-Muslim. Dengan berfokus pada kemudahan, fikih ini mengintegrasikan universalitas ajaran Islam dengan keunikan sosial dan budaya lokal.
Rofiq membagi Muslim minoritas menjadi tiga kategori:
- Muslim Pendatang, seperti imigran atau turis dari negara mayoritas Muslim. Kelompok ini membawa tradisi dan kebiasaan asal yang kerap menjadi tantangan ketika menyesuaikan diri di negara baru.
- Muslim Mualaf, yaitu individu yang memeluk Islam di tengah masyarakat non-Muslim. Mereka sering menghadapi kebingungan terkait penerapan syariat, seperti larangan memelihara anjing.
- Muslim Generasi Asli, yakni komunitas Muslim yang telah lama hidup di masyarakat non-Muslim, seperti Muslim Tatar di Rusia atau Muslim Andalusia di Spanyol. Kelompok ini telah menciptakan budaya Islam yang khas namun tetap menghadapi tantangan menjalankan syariat secara penuh.
“Fikih minoritas hadir untuk mempermudah Muslim menjalankan akidah, ibadah, dan akhlak, meskipun berada di lingkungan mayoritas non-Muslim,” jelas Rofiq.
Rofiq menekankan pentingnya fleksibilitas dalam interaksi sosial agar Muslim minoritas tidak terisolasi. Ia mengingatkan bahwa umat Islam yang tinggal di luar negeri sering mencari komunitas sejenis, padahal fikih minoritas dirancang untuk menjembatani interaksi lebih luas dengan masyarakat sekitar.
Secara metodologi, fikih minoritas tetap berakar pada tradisi intelektual Islam (turats) sambil mengintegrasikan prinsip maqasid syariah (tujuan utama syariat) dengan kebutuhan hukum praktis. Pendekatan ini mempertimbangkan dampak jangka panjang penerapan hukum, seperti yang dijelaskan dalam Fikih Maʿālat—yang mengevaluasi konsekuensi hukum.
Sebagai contoh, fikih minoritas dapat memberikan kelonggaran pada sistem mortgage berbasis riba untuk membeli rumah atau penggunaan pinjaman pendidikan dari bank konvensional, karena mempertimbangkan urgensi dan maslahat bagi umat.
Fikih minoritas, menurut Rofiq, membantu Muslim menghadapi tantangan seperti transaksi ribawi, interaksi dengan non-Muslim, hingga upaya menjaga identitas Islam. Selain memberikan solusi praktis, fikih ini juga mendorong pengembangan pribadi dan komunitas di tengah lingkungan mayoritas non-Muslim.
Dengan pendekatan lintas mazhab yang relevan dengan dinamika zaman, fikih minoritas berfungsi sebagai alat strategis bagi umat Islam untuk berkontribusi aktif dalam masyarakat tanpa kehilangan identitas keislamannya.
“Fikih minoritas bukan hanya panduan hukum, tetapi juga sarana untuk membangun harmoni dalam perbedaan,” pungkas Rofiq. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News