Ketika Umat Islam Tergoda dengan Gaya Hidup Kaum Kafir

Ketika Umat Islam Tergoda dengan Gaya Hidup Kaum Kafir

*) Oleh: Nidaul Fulaihah,
Mahasiswi LIPIA Jakarta jurusan Lughah

Kebanyakan kita kaum muslimin merasa ingin mendapatkan apa yang didapat dan dinikmati oleh kaum kafirin dari kenikmatan dan fatamorgana dunia. Padahal mereka tidak tunduk patuh kepada Allah.

Padahal tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia. Akan tetapi berbeda halnya dengan para pendahulu, orang shalih kita ketika melihat kenikmatan dunia, mereka justru menjauh dan bahkan menolak jika dunia akan diberikan kepadanya.

Namun kebanyakan manusia, termasuk kaum muslimin tergoda dan ingin menikmati dunia sepuasnya sebagaimana orang kafir. Bukannya kebaikan yang didapat tetapi justru kehinaan di akher kehidupannya.

Kesalehan Pendahulu

Para pendahulu dari orang-orang beriman layak dijadikan teladan ketika melihat kenikmatan dan godaan dunia di hadapannya. Mereka tidak silau dan terperangah serta terjerumus oleh kenikmatan duniawi.

Nabi Muhammad saw memberi contoh cara hidup menghadapi dunia ini. Dahulu Nabi Muhammad tidur di atas dipan dari pelepah daun pohon kurma, yang mana ketika beliau bangun berdiri, terdapat bekas tempat tidur di bagian tubuh beliau.

Hal ini membuat para sahabat ingin menawarkan untuk membuatkan kasur yang lebih layak kepada beliau. Akan tetapi apa respon nabi terkait hal itu ? Beliau bersabda:

ما لي وما للدُّنيا ، ما أنا في الدُّنيا إلَّا كراكبٍ استَظلَّ تحتَ شجرةٍ ثمَّ راحَ وترَكَها.

“Apa gerangan aku dengan dunia, tidaklah aku di dunia ini kecuali seperti musafir yang sedang berteduh di pohon beristirahat kemudian pergi meninggalkan nya” (HR At Tirmidzi no.2377, ibn Majah no.4109, dan Ahmad no.3709)

Beliau sungguh telah mengetahui hakikat dunia yang fana ini sehingga beliau tidak sama sekali menginginkan untuk mencicipi kenikmatan dunia padahal beliau punya kemampuan untuk bisa menikmatinya. Para sahabat pun rela berkorban untuk kepentingan nabi tercinta.

Maka seyogyanya bagi kita seorang muslim untuk tidak menjadikan dunia sebagai tempat tinggal selamanya, sehingga kita merasa nyaman dengannya dan lupa akan akhirat, melainkan menjadikan kehidupan dunia ini sebagai wasilah beramal untuk kehidupan yang sesungguhnya di akhirat kelak.

Namun kebanyakan manusia justru merasa nyaman dengan dunia ini, sehingga manusia sangat gandrung dan sibuk dengannya.

Perilaku Orang Kafir

Perilaku dan gaya hidup orang kafir sangat mempengaruhi dan menggoda kehidupan kaum muslimin. Sebagian kaum muslimin menganggap bahwa berperilaku seperti orang kafir sangat indah dan nyaman.

Orang kafir menginginkan bahwa semua kebutuhan dunia tercukupi, segala fasilitas hidupnya terpenuhi.

Namun Islam memberikan penilaian bahwa yang demikian itu sebagai ujian dan berujung musibah bila tidak hati-hati. Al-Qur’an menjelaskan hal ini sebagaimana firman-Nya :

وَلَا يَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَنَّمَا نُمۡلِي لَهُمۡ خَيۡرٞ لِّأَنفُسِهِمۡ ۚ إِنَّمَا نُمۡلِي لَهُمۡ لِيَزۡدَادُوٓاْ إِثۡمٗا ۖ وَلَهُمۡ عَذَابٞ مُّهِينٞ

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Āli `Imrān : 178)

Dengan fasilitas dunia, orang kafir justru membuat kerusakan dan tersebar perbuatan menyimpang. Dengan kekayaan melimpah, mereka justru bermewah-mewah, berzina, berjudi, mabuk.

Dengan kata lain, kekayaannya justru menopang kehidupan yang merusak. Pola kehidupan seperti inilah yang membuat datangnya malapetaka.

Tidaklah kehidupan orang kafir di dunia ini yang penuh dengan kenikmatan kecuali adalah adzab. Hal ini dijelaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِۦ فَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ أَبۡوَٰبَ كُلِّ شَيۡءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُواْ بِمَآ أُوتُوٓاْ أَخَذۡنَٰهُم بَغۡتَةٗ فَإِذَا هُم مُّبۡلِسُونَ

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-‘An`ām: 44)

Faedah yang dapat diambil dari ayat di atas adalah jika kita melihat bahwa Allah masih memberikan waktu dan kesempatan hidup di dunia, maka kita berusaha untuk memanfaatkan nya dalam ketaatan kepada-Nya dan bangkit dari keburukan dan kemaksiatan. Bukan justru lalai dan menganggapnya biasa, sehingga terus terlibat dalam kemaksiatan.

Berkaitan dengan hal ini, Ibnul Qayyim berkata:

“إضاعة الوقت أشد من الموت لأن إضاعة الوقت تقطعك عن الله والدار الآخرة والموت يقطعك عن الدنيا وأهلها.”

“Menyia-nyiakan waktu adalah lebih parah dari kematian, karena menyia-nyiakan waktu dapat memutusmu dari Allah dan hari akhirat, sedangkan kematian akan memutusmu dari dunia dan ahlinya.” (Ibnul Qayyim pada kitab Al Fawaid hal. 31, cetakan kedua)

Ketika manusia tidak sadar dengan tenggat waktu yang diberikan Allah atas kemaksiatan yang dilalukan, maka mereka terus melanjutkan perbuatan jahatnya.

Di saat tidak sadar itulah, dan kemaksiatannya terus berlangsung, maka musibah datang dan mengjinakannya. (*)

Surabaya, 30 Januari 2025

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *