Dalam konteks Islam, masjid selalu menjadi pusat peradaban, tempat berkumpulnya umat untuk beribadah sekaligus menyelesaikan persoalan kehidupan. Namun, di era modern ini, peran masjid terus mengalami transformasi untuk menjawab kebutuhan zaman.
Diskursus tersebut mengemuka dalam Diskusi #2Majelistabligh.id bertajuk “Mewujudkan Masjid sebagai Pusat Peradaban” di Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Jalan Kertomenanggal IV/1, Surabaya, Jumat (31/1/2025).
Diskusi yang berlangsung secara hybrid tersebut menghadirkan dua narasumber, yaitu Wakil Ketua PWM Jatim Dr. HM Sulthon Amien, MM, dan Drs. M. Ridwan Abubakar, M.Ag. (Ketua Divisi Kemasjidan Majelis Tablig PWM Jatim). Diskusi ini dimoderatori oleh Dr. Slamet Muliono Redjosari (Wakil Ketua Majelis Tablig PWM Jatim).
Sulthon Amien memberikan panduan penting untuk mewujudkan masjid yang lebih hidup, inklusif, dan relevan.

Dia menekankan pentingnya masjid menjadi tempat yang nyaman bagi semua kalangan. “Azannya harus merdu, ceramahnya bagus, dan temanya variatif. Jangan itu-itu saja,” ujarnya.
Selain itu, kebersihan masjid juga menjadi perhatian utama, mulai dari kamar mandi yang bersih tanpa lumut hingga lingkungan masjid yang terawat dengan baik.
Sulthon juga mengusulkan agar masjid menjadi ruang yang ramah bagi berbagai lapisan masyarakat, termasuk para pekerja seperti pengemudi ojek.
“Masjid bisa menyediakan fasilitas makan siang, mandi gratis, dan toilet yang bersih,” tambahnya. Ia bahkan menekankan pentingnya masjid yang inklusif, seperti menyediakan fasilitas untuk difabel dan kamar ganti khusus bagi imam.
Sayangnya, Sulthon mencatat bahwa banyak masjid Muhammadiyah saat ini masih sepi aktivitas, sementara kantor dakwah berdiri megah.
“Kita harus memulai perjuangan dari masjid, bukan dari membangun kantor,” katanya.
Sulthon mengajak seluruh elemen organisasi, termasuk ortom (organisasi otonom Muhammadiyah), untuk berkolaborasi memakmurkan masjid melalui berbagai kegiatan edukasi dan pemberdayaan.

Sementara itu, Ridwan Abubakar mengatakan masjid di awal perkembangan Islam, terutama pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin, memiliki fungsi yang sangat luas. Tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, sosial, ekonomi, budaya, politik, dan militer.
“Masjid pada masa Rasulullah sifatnya multifungsi. Dari urusan spiritual hingga strategi perang, semuanya dibahas di masjid. Perang Uhud, misalnya, didiskusikan selama tiga hari tiga malam di masjid,” ungkap Ridwan.
Menurutnya, sesuai hasil Muktamar Risalah Masjid 1975 di Mekkah, masjid berperan baik jika memiliki, ruang salat yang memenuhi syarat-syarat kesehatan, ruang khusus wanita, ruang pertemuan dan perpustakaan, ruang poliklinik dan untuk memandikan serta mengafankan jenazah, ruang bermain dan berolahraga untuk remaja.
Ridwan menegaskan, ada lima syarat jika ingin mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat peradaban, yakni
- Tempat menyelesaikan berbagai persoalan umat,
- Pusat pemberdayaan masyarakat,
- Pusat informasi Islam,
- Tempat menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kemaslahatan umat,
- Tempat untuk membangun ekonomi dan kesejahteraan umat.

Ciri Khas Masjid Muhammadiyah
Sulthon Amien menekankan bahwa masjid Muhammadiyah perlu menunjukkan keunikan dan keunggulan masing-masing.
“Dengan cara ini, masjid bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi jamaah. Tidak hanya mengandalkan bondo (modal) ittaqullah, tetapi juga kolaborasi dan inovasi dari semua elemen masyarakat,” tandas owner Parahita itu.
Ia juga menambahkan bahwa keberhasilan masjid dalam menarik jamaah tidak semata-mata bergantung pada fasilitas fisik yang mewah, tetapi pada keberagaman kegiatan yang inspiratif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
“Masjid Muhammadiyah harus mampu menghadirkan nilai lebih, baik dalam aspek spiritual, sosial, maupun pemberdayaan umat,” imbuhnya.
Pada akhirnya, transformasi masjid di era modern memerlukan langkah konkret dari seluruh elemen umat Islam.
Masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga jantung peradaban yang memberikan solusi atas berbagai persoalan duniawi dan ukhrawi.
Dengan menjadikan masjid lebih nyaman, inklusif, dan aktif, visi tersebut dapat terwujud untuk mendukung kemajuan umat di masa depan. (wh)