Muslim Itu Hidup Bermasyarakat
Ilustrasi foto: istock

Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan sesama. Seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya.

Islam mengajarkan untuk memelihara hak dan kehormatan, baik dengan sesama muslim maupun dengan non-muslim, dalam hubungan ketetanggaan.

Bahkan, Islam memberikan perhatian sampai ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai tetangga yang harus dipelihara hak-haknya.

Dikisahkan dalam riwayat sahih Muslim:

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حُوسِبَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَلَمْ يُوجَدْ لَهُ مِنْ الْخَيْرِ شَيْءٌ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَكَانَ مُوسِرًا فَكَانَ يَأْمُرُ غِلْمَانَهُ أَنْ يَتَجَاوَزُوا عَنْ الْمُعْسِرِ. قَالَ: قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: نَحْنُ أَحَقُّ بِذَلِكَ مِنْهُ تَجَاوَزُوا عَنْهُ

Dari Abu Mas’ud dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dahulu ada seseorang sebelum kalian dihisab, ternyata tidak didapati padanya kebaikan sedikit pun, kecuali keadaan dia bersosialisasi dengan manusia, ia suka memudahkan setiap urusan, ia menyuruh pelayannya untuk menangguhkan bagi orang yang kesusahan.” Beliau melanjutkan: “Lalu Allah Azza Wa Jalla berfirman: ‘Kami lebih berhak atas hal itu daripada dia, oleh karena itu berilah kemudahan kepadanya’.” (HR. Muslim no. 2921, Tirmidzi no. 1228, Ahmad no. 16464).

عَنْ شَيْخٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَلْمُسْلِمُ إِذَا كَانَ مُخَالِطًا النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنْ الْمُسْلِمِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ.

“Dari seorang syeikh salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam beliau bersabda: “Jika seorang muslim bergaul (berinteraksi sosial) dengan orang lain dan bersabar atas gangguan mereka, adalah lebih baik daripada seorang muslim yang tidak bergaul (tidak berinteraksi sosial) dengan orang lain dan tidak bersabar atas gangguan mereka.” Ibnu Abi Adi berkata: Syu’bah berpendapat syeikh itu adalah Ibnu Umar. (HR. at-Tirmidzi no. 2431).

Pada riwayat lain:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ.

“Dari Ibnu Umar dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang mukmin yang berbaur (berinteraksi) dengan manusia dan bersabar atas perbuatan buruk mereka, lebih besar pahalanya daripada seorang mukmin yang tidak berbaur (berinteraksi) dengan manusia dan tidak sabar atas tindakan buruk mereka.” (HR. Ibnu Majah no. 4022, Ahmad no. 4780, 22019).

Ada empat sikap bermasyarakat seorang muslim yang harus ditegakkan:

1. At-Takarrum (saling memuliakan)

أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Bahwasanya ‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhuma mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat.” (HR. al-Bukhari no. 2262).

2. At-Ta’awwun (saling tolong-menolong)

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ  ٢

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah/5: 2)

3. At-Tahabbu (saling mencintai)

عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Dari Anas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Tidaklah beriman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri.” (HR. al-Bukhari no. 12).

4. At-Ta’affu (saling memaafkan)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَعَافُّوا الْحُدُودَ فِيمَا بَيْنَكُمْ فَمَا بَلَغَنِي مِنْ حَدٍّ فَقَدْ وَجَبَ

“Dari Abdullah bin Amru bin Al Ash bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hendaklah kalian saling memaafkan dalam masalah hukuman had yang terjadi di antara kalian, sebab jika had telah sampai kepadaku maka wajib untuk dilaksanakan.” (HR. Abu Dawud no. 3804).

Penulis: Afifun Nidlom, S.Ag M.Pd M.H, Wakil Sekretaris Majelis Tabligh Muhmmadiyah Jatim

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini