Kalender Islam adalah suatu sistem kalender lunar yang terdiri atas 12 lunasi bulan. Sayangnya, umat Islam hingga saat ini belum memiliki Kalender Islam Global.
Apa yang ada hanyalah kumpulan kalender-kalender lokal yang berbeda sama lain.
Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan menjatuhkan hari-hari penting Islam, seperti Idain, Ramadan, Arafah, dan tahun baru Hijriah.
Dalam mewujudkan Kalender Islam Global, dibutuhkan prinsip, syarat, dan kriteria (parameter).
Prinsip-prinsip kalender global Hijriah meliputi: (1) keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia, (2) penggunaan hisab, (3) kesatuan matlak, (4) globalisasi visibilitas hilal, dan (5) penerimaan Garis Tanggal Internasional.
Keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia artinya satu hari satu tanggal di seluruh dunia.
Sementara itu, syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan Kalender Islam Global adalah syarat imkanu rukyat di suatu tempat di muka bumi dan syarat singkronisasi kawasan ujung barat dan ujung timur bumi.
Terhadap kawasan ujung barat, kalender harus dapat menjaganya agar tidak dipaksa menunda masuk bulan baru dengan alasan menanti kawasan ujung timur padahal hilal sudah terpampang di ufuknya.
Sebaliknya kalender tidak pula boleh memaksa kawasan ujung timur bumi memasuki bulan baru pada hal kawasan itu belum mengalami konjungsi.
Selain prinsip dan syarat, diperlukan juga kriteria. Pada Kongres Istanbul Turki tahun 2016, salah satu kriteria Kalender Islam Global yang paling ditekankan adalah seluruh kawasan dunia dipandang sebagai satu kesatuan di mana bulan baru dimulai pada hari yang sama di seluruh kawasan dunia tersebut.
Sebelumnya, kriteria penentuan awal bulan yang dipakai Kementerian Agama (Kemenag) adalah ketinggian 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam.
MABIMS bersepakat untuk mengubah kriteria tersebut menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Hal ini didasarkan pada rekor elongasi bulan terdekat sebagaimana yang dilaporkan dalam makalah Mohammad Shawkat Odeh, juga sebagai titik temu bagi pengguna metode rukyat seperti NU dan pengguna metode hisab seperti Muhammadiyah.
Akan tetapi, kriteria MABIMS ini tidak dapat digunakan dalam konteks global karena ada kesepakatan batasan wilayah keberlakuan. Sebuah Kalender Global tidak mungkin memegangi konsep ikhtilaf al-mathaliʻ (keragaman matlak) sebagaimana yang dipegangi kriteria MABIMS.
Kalender dengan kriteria MABIMS masih memperlihatkan sifal zonal, yaitu zona Asia Tenggara. Akibatnya tidak dapat menyatukan jatuhnya tanggal pada tahun-tahun tertentu.
Akan selalu terbuka perbedaan awal bulan, terutama bulan-bulan penting seperti Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah.
Dalam konsepsi Kalender Islam Global, Bumi sebagai satu matlak, sehingga apabila suatu kawasan dipermukaan Bumi telah terjadi imkanu rukyat, maka itu berlaku juga untuk semua.
Kawasan di dunia ini tanpa terkecuali. Konsepsi kesatuan matlak ini secara tidak langsung mengandaikan orang timur wajib mengikuti rukyatnya orang barat untuk melaksanakan puasa Ramadan, Syawal, Zulhijjah dan ibadah lainnya.
Hal ini didasarkan kepada pendapat fikih bahwa rukyat yang terjadi di suatu tempat berlaku untuk seluruh penduduk bumi.
Berdasarkan uraian singkat di atas memperlihatkan bahwa kriteria MABIMS masih belum cukup mampu mewujudkan Kalender Islam Global.
Padahal, Kalender Islam Global merupakan sarana manajemen tata waktu umat Islam yang penting untuk dapat mewujudkan kesatuan dalam penentuan momen-momen agama dan budaya umat secara unifikatif di lingkungan umat Islam.
Hingga saat ini, umat Islam belum memiliki Kalender Islam Global. Kapan utang peradaban ini akan dibayar? (*)
(Disarikan dari penjelasan Prof Syamsul Anwar yang dirilis muhammadiyah.or.d)