Panduan Melaksanakan I'tikaf Sesuai Ajaran Rasulullah
foto: sarah hoffman/crosscut
UM Surabaya

Di samping ibadah puasa, mari kita laksanakan ibadah lain selama Ramadan dengan penuh ketekunan, seperti salat malam, membaca dan memahami Alquran, berzikir, berdoa, menyediakan buka puasa, bersedekah, dan i’tikaf.

Amalan yang terakhir disebutkan menurut bahasa artinya berdiam diri dan menetap dalam sesuatu.

 

Pengertian

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalam buku Tuntunan Ramadan menjelaskan I’tikaf adalah aktivitas berdiam diri di masjid dalam satu tempo tertentu dengan melakukan amalan-amalan (ibadah-ibadah) tertentu untuk mengharapkan rida Allah.

Ibadah ini termaktub dalam QS. Al Baqarah ayat 187. “…maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.

Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangan kamu mendekatinya.

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”

 

Waktu

I’tikaf sangat dianjurkan dilaksanakan setiap waktu di bulan Ramadan, terutama pada sepuluh hari terakhir. Sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw.

“Dari Ibnu Umar ra (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadan.” (Muttafaq ‘Alaih).

Dalam hadis lain disebutkan: “Bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” [HR. Muslim].

 

Durasi

Terkait durasi I’tikaf, di kalangan ulama berbeda pendapat. Al-Hanafiyah berpendapat bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan pada waktu yang sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya.

Sedang menurut al-Malikiyah, i’tikaf dilaksanakan dalam waktu minimal satu malam satu hari.

Dengan mempertimbangkan dua pendapat ini, Majelis Tarjih menyimpulkan bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, semisal dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam).

 

Tempat

Di dalam QS. al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid.

Di kalangan para ulama ada perbedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya.

Sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid yang memiliki imam dan muazin khusus, baik masjid tersebut digunakan untuk pelaksanaan salat lima waktu atau tidak. Hal ini sebagaimana dipegang oleh al-Hanafiyah (ulama Hanafi).

Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa i’tikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan salat jamaah. Pendapat ini dipegang oleh al-Hanabilah (ulama Hambali).

Menurut Majelis Tarjih, masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami atau masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan salat Jumat, dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini