Salah satu contoh cerita yang bisa dijadikan renungan bagi pemimpin dan ulama adalah sikap berani berkorban.
Dikisahkan bahwa KH Ahmad Dahlan siang dan malam melakukan refleksi atas surat Alquran Surat At Taubah: 34-35, Surat Al Fajr: 17-23, dan Surat Al Ma’un.
Hingga memunculkan pertanyaan yang kemudian ditanyakan kepada setiap orang yang ditemuinya.
“Apakah engkau berani membuang kebiasaan mencintai harta benda? Beranikah engkau menjalankan agama Islam dengan sesungguh-sungguhnya, dengan menyerahkan harta bendamu, dirimu, di bawah perintah Allah?
Beranikah engkau mengorbankan harta bendamu kepada jalan Allah? Apakah kamu tidak akan takut akan siksa Allah di hari kiamat? Apakah tidak kamu pikirkan akibat yang akan menimpa dirimu?”.
Pertanyaan tersebut pun membuat orang yang ditanya jadi merasa malu, takut, dan segan untuk mendekati KH Ahmad Dahlan.
Menanggapi pertanyaan tersebut, murid dan sekaligus sekretaris KH Ahmad Dahlan, KRH Hadjid, bertanya “Apakah dengan syahadat dan salat yang ada padaku itu belum cukup diakui sebagai orang yang menjalankan agama?”
KH Ahmad Dahlan menjawab, “Cobalah kau pikirkan dengan sungguh-sungguh surah Al Ma’un.” Dan implementasi Alquran Surat Al Ma’un ini dipraktikkan dan diajarkan kepada para muridnya seperti yang sudah secara populer dikisahkan:
Setiap Kuliah Subuh, berulang kali Kiai mengajarkan tafsir Surah Al Ma’un, hingga berhari-hari tidak ditambah-tambah.
“Kiai! Mengapa pelajarannya tidak ditambah-tambah?,” Pak H. Suja’ bertanya.
“Apa kamu sudah mengerti betul?” tanya beliau pula.
“Kami sudah hafal semua, Kiai,” jawab Pak Suja’.
“Kalau sudah hafal apa sudah diamalkan?” tanya Kiai.
“Apanya yang diamalkan? Bukankah Surat Al Ma’un, berulang kali kami baca untuk rangkapan Fatihah di kala kami Salat?,” jawab pak Suja’.
“Bukan itu yang saya maksudkan. Diamalkan, artinya dipraktikkan, dikerjakan! Rupanya saudara-saudara belum mengamalkan surat Al Ma’un.