Reaktualisasi Dakwah Kultural, Membuka Banyak Pintu untuk Mengikuti Muhammadiyah
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta Abdul Munir Mulkhan.
UM Surabaya

Saat ini landskap dakwah berubah, maka konsep dakwah kultural yang telah dirumuskan oleh Muhammadiyah harus direaktualisasi sebagai respon terhadap perubahan zaman.

Hal itu disampaikan oleh Prof. Abdul Munir Mulkhan dalam Pengajian Ramadan 1445 H yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Konsep dakwah kultural yang dirumuskan merupakan usaha untuk membuka banyak pintu untuk masuk dan mengikuti Muhammadiyah. Meskipun demikian pada masa awal konsep dakwah kultural sempat mengalami penolakan.

“Masuknya orang ke Muhammadiyah itu dengan berbagai cara, maka ekspresi Bermuhammadiyah juga dengan berbagai cara,” kata Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini.

Oleh karena itu dalam penelitian yang dilakukannya, Prof. Munir menemukan banyak varian dalam bermuhammadiyah. Seperti kelompok Muhammadiyah Al Ikhlas, Kiai Dahlan, Muhammadiyah-NU (Munu), Marhaenis Muhammadiyah (Marmud), Munas, Kristen Muhammadiyah (Krismu), dan pengguna jasa Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).

“Orang-orang seperti ini harus diopeni (red: dirawat),” katanya.

Sementara itu, pengguna jasa AUM dalam catatannya sampai sebelum Muktamar 48 di Surakarta ada sebanyak 5 juta jiwa. Akan tetapi dari jumlah tersebut hanya sekitar 2 persen yang menjadi pengikut Muhammadiyah.

“Muhammadiyah bukan untuk mengkonversi orang menjadi Muhammadiyah, melainkan menjadi pengikut. Apakah itu gagal? Tentu tidak,” ungkap Prof. Munir.

Masuk pada budaya fase ketiga versi Kuntowijoyo industri lanjut, digitalisasi, dan berkembang kelompok profesional. Pada fase ini Muhammadiyah memunculkan ide spiritualitas syariah sebagai konsep dakwah.

Kemudian tidak jauh dari fase ini PP Muhammadiyah juga merumuskan Gerakan Jemaah, Dakwah Jemaah (GJDJ). Meskipun konsep dakwah ini telah dilakukan, tapi menurut Prof. Munir masih belum terprogram.

Menghadapi masyarakat sekarang yang dihantam ‘kelelahan’ karena mengejar dunia yang berlari, Muhammadiyah membutuhkan sosok seperti Pak AR Fakhruddin, yang setiap dakwahnya membawa vibrasi kegembiraan kepada setiap pendengar.

Dakwah Muhammadiyah menurutnya tidak perlu terlalu kaku, tetapi lebih menggembirakan. Sehingga Bermuhammadiyah selain mencerahkan juga menghilangkan stressor-stressor yang menghinggapi umat.

“Muhammadiyah sudah mapan, akan tetapi membutuhkan ikatan batin supaya warga Muhammadiyah akan ikatan bersama,” tutur Prof. Munir.

Prof. Munir juga mengingatkan agar AUM khususnya Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA) ikut berperan aktif dalam mewujudkan tujuan Muhammadiyah yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini