Pertanyaan mengenai apakah fidyah dapat dibayarkan dalam bentuk uang senilai dengan bahan pangan memunculkan perdebatan di kalangan ulama. Fatwa dari Lajnah Daimah di Arab Saudi, menolak kemungkinan ini tanpa menjelaskan alasannya secara rinci.
Fatwa tersebut dengan tegas menyatakan, “Tidak memenuhi ketentuan apabila engkau membayar fidyah dengan uang sebagai ganti memberi makan. ”Namun, fatwa dari lembaga lain, seperti Dar al-Ifta yang diumumkan oleh Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf, serta fatwa dari Komisi Fatwa Kuwait, justru memperbolehkan pembayaran fidyah dengan uang.
Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf bahkan menekankan bahwa bagi orang yang sakit tanpa harapan kesembuhan, kewajiban membayar fidyah tetap berlaku, dan bisa dilakukan dengan memberi makan dua kali kepada satu orang miskin atau memberikan bahan pangan seperti setengah sha’ gandum, atau membayar nilainya dengan uang.
Pendukung pembayaran fidyah dengan uang menganggap bahwa sifat likuid uang memungkinkan penggunaannya lebih fleksibel untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak bagi orang miskin. Argumen ini diperkuat oleh pemikiran ulama-ulama Hanafi yang membolehkan memberikan zakat fitrah dalam bentuk uang kepada orang miskin, dengan alasan bahwa uang lebih likuid dan dapat digunakan secara lebih fleksibel.
Selain itu, mereka berpendapat bahwa baik zakat fitrah maupun fidyah adalah kewajiban yang terikat pada individu (zimmah), bukan kewajiban atas jenis harta tertentu. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, pembayaran fidyah dalam bentuk uang dianggap sah dan memenuhi ketentuan syariat.
Sementara itu, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam buku Tanya Jawab Agama jilid 2: 126-128, dari Majelis Tarjih, membahas dengan panjang lebar arti kata “tha’am” dalam ungkapan “tha’am al-miskin” yang disebutkan dalam Al-Quran.
Setelah menjelaskan secara rinci, fatwa tersebut menyimpulkan bahwa kata “tha’am” memiliki makna yang luas, termasuk makanan mentah maupun matang, serta pemberian yang dapat digunakan untuk memberikan santunan kepada fakir/miskin, seperti uang.
Meskipun fatwa tersebut mengakui kemungkinan memberikan fidyah dalam bentuk uang, kesimpulannya menekankan bahwa pembayaran fitrah dan fidyah, bagi yang tidak mampu melaksanakan puasa, sebaiknya dilakukan dengan memberikan makanan yang masih mentah seperti beras dan sejenisnya, yang merupakan makanan harian bagi pembayar.
Namun, disadari bahwa penegasan mengenai boleh atau tidaknya memberikan fidyah dalam bentuk uang kurang jelas dalam kesimpulan fatwa tersebut. Oleh karena itu, dalam fatwa yang terdapat dalam Majalah Suara Muhammadiyah, No.18, 2010, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah membolehkan membayar fidyah dalam bentuk uang didasarkan pada argumentasi seperti yang telah diuraikan sebelumnya. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News