Unjuk Rasa Mahasiswa soal UKT Mahal Marak, Ini Respons Pakar UM Surabaya
Demo mahasiwa USU tolak kenaikan UKT. foto: raphaella siallagan/detiksumut
UM Surabaya

Gelombang protes mahasiswa terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa kampus negeri di Indonesia terus bergulir.

Mahasiswa beberapa perguruan tinggi berunjuk rasa. Di antaranya di Universitas Riau (Unri), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Sumatera Utara (USU), hingga Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Menyoroti fenomena itu, Satria Unggul Wicaksana, Koordinator Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA) yang juga Dosen Fakultas Hukum (FH) UM Surabaya, mengatakan bahwa pihak kampus perlu membuka ruang dialog dengan mahasiswa dan stakeholder terkait, sebagai jalan keluar dari permasalahan tersebut.

“Dalam kenaikan UKT, seharusnya pimpinan perguruan tinggi, apalagi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) mengajak dialog mahasiswa, mengajak dialog stakeholder melalui majelis wali amanah misalnya, atau sarana-sarana yang lain, untuk mendengar aspirasi mereka dan agar tahu pertimbangannya,” terang Satria.

Ia mengatakan, kampus perlu menyampaikan secara transparan kepada publik terkait mengapa UKT mahasiswa naik. Sehingga, semua pihak tahu alasan naiknya uang kuliah tersebut.

“Kalau dilihat, hampir seluruh kampus di Indonesia belum (transparan), cuma ada beberapa seperti UGM itu audit publik keuangannya disampaikan ke publik, tapi itu sangat general dan masih belum detail. Ketika ada kenaikan UKT itu faktor-faktornya apa? Kemudian diperuntukkan untuk apa dan impact ke mahasiswa apa?” papar Satria.

Kenaikan UKT, timpal dia, hingga saat ini juga belum berbanding lurus dengan yang diterima oleh mahasiswa, seperti kualitas pendidikan, akademik, maupun fasilitas.

“Kemudian melakukan kenaikan sepihak dan anti kritik. Ini kan kurang tepat,” ucapnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga menanggapi soal kasus Khariq Anhar, mahasiswa UNRI yang dilaporkan oleh rektor karena mengkritik kebijakan kampus soal UKT.

Meskipun rektor UNRI telah mencabut laporan tersebut, tetapi ia menegaskan bahwa hal semacam itu tidak sepatutnya dilakukan.

“Masalah pelaporan itu tidak tepat, apalagi menggunakan undang-undang ITE. Ini kan mengkritisi kebijakan dan dalam kapasitas bukan atas nama Rektor UNRI, tapi kebijakan kenaikan UKT. Itu sangat jauh dari budaya perguruan tinggi yang mengedepankan dialog,” tandas Satria. (ded)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini