Sering kali kita melihat capaian seseorang itu tanpa melihat prosesnya, dan menganggapnya hal tersebut sangat mudah untuk ditiru.
Padahal, dugaan tersebut sangat keliru, di mana ada kesuksesan di situ ada proses.
Proses yang biasa-biasa akan menghasilkan capaian yang biasa. Sebaliknya proses yang sungguh-sungguh akan menghasilkan sebuah capaian yang amat luar biasa.
Hal ini terekam dalam surat Al Baqarah ayat 124:
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”
Ayat ini merekam bagaimana keseriusan Nabi Ibrahim as, di saat mendapat ujian dari Allah SWT, beliau dapat menyelesaikan dengan serius (فَأَتَمَّهُنَّ) sehingga dari keseriusan itulah Allah hadiahkan sebuah kesuksesan baginya dan anak keturunannya.
Hal ini seirama dengan peribahasa Arab مَن جَدَّ وَجَدَ (barang siapa yang sungguh-sungguh, maka dia akan dapat atau sukses).
Sebagai umat Islam tentunya kita dapat menjadikan ayat tersebut sebagai motivasi dalam menjalankan hidup di dunia.
Apa pun pekerjaan kita, bila dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, insya Allah akan mencapai kesuksesan.
Kesungguhan tersebut tentunya tidak lepas dari enam hal. Pertama, ikhtiar, sebagai syarat utama untuk mencapai sesuatu dibutuhkan. Jika kita ingin sampai ke suatu tempat tentunya harus ikhtiar.
Kedua, ashobru. Ikhtiar membutuhkan kesabaran dalam menjalankannya. Jika tidak dibarengi dengan kesabaran, maka usaha kita akan sia-sia dan tidak samapai kepada target.
Tidak sedikit dari kita saat ikhtiar tidak melibatkan sabar, akhirnya banyak mengeluh, protes, dan menuduh Allah tidak adil dan berakhir dengan kegagalan. Sungguh menyakitkan bukan?
Ketiga, asyukru. Setiap buah dari hasil ikhtiar kita harus selalu dibarengi dengan syukur.
Karena kita harus sadar bahwa setiap sesuatu yang kita raih itu tidak lain adalah bentuk rahman dan rahimnya Allah yang selalu berpihak pada kita, maka dibutuhkan yang namanya syukur sebagai wujud terima kasih kita kepada-Nya
Tentunya dengan melaksanakan apa yang telah diperintahkan dan menjauhi semua larangannya
Keempat, attawakkalu. Sebagai hamba Allah yang beriman tentunya apa yang kita ikhtiarkan ini dipasrahkan kepada Nya, bahwa yang menentukan sedikit, banyak, sukses gagalnya usaha kita adalah Allah SWT.
Kelima, alikhlasu, sebagai hamba yang beriman, tentunya tumbuh sikap ini di dalam diri.
Setiap sesuatu yang kita ikhtiarkan tidak lain ikhlas karena Allah SWT, sehingga dengan begitu ikhlas merupakan puncak dari sikap ketaatan hamba pada Rabb-Nya.
Sedikit atau banyak, gagal atau sukses, harus dilandasi keikhlasan. Karena kita paham bahwa nikmat yang ada pada diri kita tidak lain adalah pemberiannya, bahkan hudup kita. (*)