Memuliakan Tamu, Menjauhi Kekikiran
foto: businessplancompany.com
UM Surabaya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَبَعَثَ إِلَى نِسَائِهِ فَقُلْنَ مَا مَعَنَا إِلَّا الْمَاءُ

“Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam keadaan lapar), lalu beliau mengirim utusan ke para istri beliau.

Para istri Rasulullah menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali air.”

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ يَضُمُّ أَوْ يُضِيفُ هَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshar berseru, “Saya.”

فَانْطَلَقَ بِهِ إِلَى امْرَأَتِهِ فَقَالَ أَكْرِمِي ضَيْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَتْ مَا عِنْدَنَا إِلَّا قُوتُ صِبْيَانِ

“Lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata, “Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!” Istrinya menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali jatah makanan untuk anak-anak.”

فَقَالَ هَيِّئِي طَعَامَكِ وَأَصْبِحِي سِرَاجَكِ وَنَوِّمِي صِبْيَانَكِ إِذَا أَرَادُوا عَشَاءً فَهَيَّأَتْ طَعَامَهَا وَأَصْبَحَتْ سِرَاجَهَا وَنَوَّمَتْ صِبْيَانَهَا

“Orang Anshar itu berkata, “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya.”

.ثُمَّ قَامَتْ كَأَنَّهَاتُصْلِحُ سِرَاجَهَا فَأَطْفَأَتْهُ فَجَعَلَا يُرِيَانِهِ أَنَّهُمَا يَأْكُلَانِ فَبَاتَا طَاوِيَيْنِ

“Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar.”

فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَ ضَحِكَ اللَّهُ اللَّيْلَةَ أَوْ عَجِبَ مِنْ فَعَالِكُمَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَبِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ

“Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Malam ini Allah tertawa atau takjub dengan perilaku kalian berdua.

Lalu Allah menurunkan ayat (yang artinya), “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).

Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QSAl-Hasyr: 9). (HR Bukhari, no. 3798).

 

Kandungan Hadis:

1. Kaum Anshar yang melayani tamu tersebut adalah Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu dan Istrinya Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha.

2. Begitu tulus perbuatan mereka hingga tidak berapa lama berselang turun QS. 58:9 yang menjelaskan tentang perilaku mendahulukan kepentingan orang di atas kepentingannya.

3. Perilaku mendahulukan kepentingan orang lain adalah itsar. Secara bahasa, itsar bermakna mendahulukan, mengutamakan.

Sedangkan secara istilah, yang dimaksud itsar adalah mendahulukan yang lain dari diri sendiri dalam urusan duniawi berharap pahala akhirat.

Itsar ini dilakukan atas dasar yakin, kuatnya mahabbah (cinta) dan sabar dalam kesulitan.

4. Sedekah yang paling utama adalah ketika dalam keadaan sempit dan sedang membutuhkan.

Dari Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin Hubsyi Al-Khats’ami, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, sedekah mana yang paling afdal?

Jawab beliau:

جَهْدُ الْمُقِلِّ

“Sedekah dari orang yang serba kekurangan.” (HR. An-Nasa’i, no. 2526)

Firman Allah Subhanahu wata’ala yang berkaitan dengan tema hadis tersebut adalah:

وَالَّذِيْنَ تَبَوَّؤُ الدَّارَ وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّاۤ اُوْتُوْا وَيُـؤْثِرُوْنَ عَلٰۤى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۗ ۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَـفْسِهٖ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencinta orang yang berhijrah ke tempat mereka.

Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meski pun mereka juga memerlukan.

Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr 59: Ayat 9)

5. Islam memerintahkan untuk memuliakan tamu, karena memuliakan tamu merupakan bagian dari syariat Islam.

Memuliakan tamu menjadi pertanda akan komitmennya terhadap syariat Islam.

Memuliakan tamu dapat menumbuhkan saling menghormati dan menghargai di antara anggota masyarakat.

Memuliakan tamu dapat diwujudkan dengan menyambut tamu penuh dengan, raut muka menyenangkan dan suka cita karena mendapat saudara dan tambahan pahala. (*)

*) Dr. Ajang Kusmana, dosen Iniversitas Muhammadiyah Malang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini