Fir’aun dan Perlawanan Profetik
Ilustrasi foto: detikcom
UM Surabaya

Fir’aun merupakan simbol perlawanan terhadap kebenaran profetik. Betapa tidak, kekuasaan yang melekat dalam dirinya bukan untuk menegakkan keadilan tetapi justru mempertahankan kezaliman dengan melawan risalah profetik.

Ketika datang Nabi Musa untuk mengajak kepada jalan yang benar dan mengingatkan kezalimannya, Fir’aun mempertontonkan siasat jahat untuk meneguhkan kezalimannya.

Di puncak kezaliman itulah Allah justru mempertontonkan kehinaan Fir’aun. Satu-satunya jalan bagi Fir’aun adalah mengakui kebenaran Nabi Musa dan mempercayai Allah sebagai Zat Yang Maha Benar namun persaksian itu sia-sia.

Allah pun mempersaksikan kepada seluruh manusia sepeninggal Fir’aun bahwa penentang jalan profetik akan mengalami kehinaan. Menegakkan tauhid merupakan jalan kemuliaan, dan menentang jalan tauhid hanya akan merendahkan dirinya dalam kehinaan.
Nabi Musa dan jalan profetik

Fir’aun merupakan sosok pemimpin yang sangat mencintai negerinya. Dengan kekuasaan, dia membangun negaranya dan menyediakan berbagai fasilitas untuk mempertenguh kekuasaannya.

Orang-orang di sekitar kekuasaannya dimanfaatkan untuk melayani kepentingannya, hingga tercipta loyalitas penuh untuk memperteguh dirinya sebagai penguasa tunggal yang tak ada tandingannya.

Elite politik dan para penasihat politik, serta para dukun dimanfaatkan untuk meneguhkan dirinya sebagai penguasa tunggal serta penentu keputusan apa pun. Puncak kezaliman Fir’aun ketika mengaku dirinya tuhan.

Nabi Musa datang untuk mengajak Fir’an agar sadar diri dengan mengingatkannya agar menempuh jalan profetik. Alih-alih membenarkan, Fir’aun justru menciptakan makar untuk menutup jalan kebenaran hingga berani memadamkan cahaya kebenaran.

Puncak perlawanan Fir’aun terhadap kebenaran ketika mendustakan risalah Nabi Musa. Dia mengerahkan seluruh kekuatan dan kekuasaannya guna melenyapkan risalah Nabi Musa dan berusaha membunuhnya.

Berbagai mukjizat dipertontonkan secara kasat mata, namun Fir’aun memilih jalan gelap hingga menutup jalan hidayah.

Puncak kezaliman Fir’aun dibayar kontan oleh Allah dengan menenggelamkan jasadnya di tengah laut dan menunjukkan kelemahan dirinya. Kekuasaan dan bala tentaranya tidak bisa menyelamatkan keangkuhannya.

Allah pun menolak persaksian Fir’aun yang mengakui Allah sebagai Tuhan yang benar. Namun Allah menolak dan mempertanyakan persaksiannya, sebagaimana firman-Nya:

وَجَاوَزْنَا بِبَنِيْۤ اِسْرَآءِيْلَ الْبَحْرَ فَاَ تْبـَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُوْدُهٗ بَغْيًا وَّعَدْوًا ۗ حَتّٰۤى اِذَاۤ اَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَا لَ اٰمَنْتُ اَنَّهٗ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا الَّذِيْۤ اٰمَنَتْ بِهٖ بَنُوْۤا اِسْرَآءِيْلَ وَ اَنَاۡ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

“Dan Kami selamatkan Bani Israil melintasi laut, kemudian Fir’aun dan bala tentaranya mengikuti mereka untuk menzalimi dan menindas (mereka). Sehingga ketika Fir’aun hampir tenggelam, dia berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang muslim (berserah diri).” (QS. Yunus : 90)

Ucapan akhir Fir’aun yang berupa kalimat syahadat tertolak dan tidak memuluskan jalannya ke surga. Karena ucapan itu sudah terlambat karena nyawa sudah hampir merenggutnya.

Allah pun mempertanyakan persaksian palsu itu. Berbagai bukti kebenaran sudah ditunjukkan oleh Nabi Musa. Bukan mengakui kebenaran Nabi Musa, tetapi justru mempertontonkan kesombongannya.

Allah menunjukkan berbagai bukti kedurhakaannya yang menciptakan kerusakan. Hal ini dinarasikan Allah sebagaimana firman-Nya:

اٰۤلْـئٰنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ

“Mengapa baru sekarang (kamu beriman), padahal sesungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Yunus : 91)

Allah menunjukkan bahwa track record seseorang yang pernah melakukan berbagai tindak kejahatan akan mempersulit untuk kembali ke jalan yang benar.

Apalagi ketika datang cahaya kebenaran justru memperteguh kesombongannya, dan berusaha mengubur kebenaran dengan memadamkan cahaya kebenaran.

Fir’aun dan Kegelapan

Kejahatan Fir’aun yang begitu panjang gtelah menutup jalan masuknya hidayah ke dalam hatinya. Kekuasaan tunggal, dukungan elite dan para dukun semakin mengokohkan keyakinan Fir’aun bahwa dirinya sebagai penentu apa pun termasuk dalam bertuhan.

Memaksakan rakyatnya untuk mengakui dirinya sebagai tuhan membuat Fir’aun semakin kejam dan bengis hingga larut dalam perbuatan dzalim. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:

وَلَا يَتَمَنَّوْنَهٗۤ اَبَدًا بِۢمَا قَدَّمَتْ اَيْدِيْهِمْ ۗ وَا للّٰهُ عَلِيْمٌ بِۢا لظّٰلِمِيْنَ

“Dan mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Jumu’ah : 7)

Manusia yang mendapatkan kenikmatan dunia dan lupa kepada Allah hanya menciptkan perbuatan jahat, dan itu menutup jalan kebenaran.

Hal ini akan mempersulit hidup seseorang dan mengubur cahaya kebenaran, serta menyesakkan dadanya untuk mengakui kebenaran.

Ketika hatinya gelap dari cahaya kebenaran, dan dadanya sesak untuk mengikrarkan keyakinan yang benar, maka akan membuatnya lari dari kematian.

Dia ingin menjauhkan dirinya dari kematian. Al-Qur’am menarasikan hal ini dengan baik sebagaimana firman-Nya:

قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِ نَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَا لشَّهَا دَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

“Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Jumu’ah : 8)

Allah bukan hanya membuka lembaran kejahatan yang dilakukan pernah diukir ketika hidup di dunia, tetapi akan mempertontonkan kehinaan para pelaku kejahatan yang selalu membuat siasat buruk untuk menutup cahaya kebenaran.

Para pembunuh, koruptor, penguasa yang zalim akan menyesali perbuatannya di saat neraka dipertontonkan di hadapannya.

Pelaku kejahatan profetik menyesali perbuatan itu dan ingin kembali ke dunia untuk menebus dengan amalan kebaikan. Namun hal itu sudah terlambat dan hanya angan-angan kosong di tengah siksaan yang tak pernah bisa dihentikannya. (*)

*) Dr. Slamet Muliono Redjosari, Dosen UIN Surabaya dan Wakil Ketua Majelis PWM Jatim

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini