DPP IMM Tingkatkan Kualitas Dakwah di Era Modern
Pembukaan Pelatihan Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah. foto: ist
UM Surabaya

Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) menggelar Pelatihan Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah (PM3Nas) dengan tema “Menjadi Mubaligh Kaffah untuk Menjawab Tantangan Zaman” pada 11-13 Oktober 2024, bertempat di Tabligh Institute Majelis Tabligh PP Muhammadiyah.

Ketua Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman DPP IMM, Hasnan Nahar, yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia, mengungkapkan bahwa pelatihan ini bersifat eksklusif, sehingga jumlah peserta yang mengikuti PM3Nas terbatas.

“Dari hampir 50 pendaftar, kami melakukan seleksi ketat dan hanya memilih 30 peserta dari berbagai daerah di Indonesia,” jelasnya saat membuka acara pada Jumat (11/10/2024).

Kehadiran peserta dari berbagai wilayah, tambah Hasnan, menunjukkan bahwa peran mubaligh tidak hanya dimiliki oleh satu daerah, melainkan ada di setiap sudut tanah air.

Hasnan menegaskan bahwa tujuan utama dari PM3Nas adalah untuk meningkatkan kompetensi mubaligh yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Muhammadiyah, mencakup aspek al-asasiyah, al-ihtisasiyah, dan al-ihmadiyah.

Senada dengan itu, Fathurrahman Kamal, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menekankan bahwa di Muhammadiyah terdapat tiga kata kunci: keislaman, kemajuan, dan keindonesiaan.

“Ketiga poin ini sangat penting dan harus menjadi prioritas. Untuk menjadi mubaligh kaffah, bukan sekadar menghafal Al-Qur’an, tetapi menjadikan agama sebagai pedoman hidup serta membuktikan bahwa Islam merupakan solusi bagi kemajuan umat manusia,” paparnya.

Fathurrahman juga menambahkan, sebagai manusia, kita harus dapat mengartikulasikan kemajuan, termasuk dalam konteks keislaman yang relevan dengan realitas lokal di Indonesia.

“Indonesia adalah ornamen indah dalam peradaban ini, yang diperjuangkan oleh para syuhada,” ujarnya.

Di Muktamar 2015 di Makassar, Muhammadiyah dengan tegas menetapkan dokumen penting dalam fikih politik kontemporer, yaitu Darul Ahdi wa Syahadah.

“Negeri Indonesia adalah konsensus kita, hasil kesepakatan para pendiri bangsa. Ini adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Tuhan,” tegas Fathurrahman.

“Nilai keislaman, kemajuan, dan keindonesiaan adalah tiga nilai yang harus terus kita rajut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tanpa melupakan nilai kemuhammadiyahan kita,” pungkasnya. (soleh/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini