*) Oleh: Kumara Adji Kusuma,
Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dan Wakil Ketua Majelis Tabligh PDM Sidoarjo
Apakah objek (benda/tanaman/hewan) memberitahu kepada subjek (manusia) tentang siapa dirinya?
Pertanyaan tersebut mengungkap masalah besar terkait hubungan subjek-objek dalam realitas sehari-hari. Bahwa selama ini eksistensi objek ditentukan oleh subjek. Bahwa lingkungan sekitar dikenali secara sepihak. Tidak sebaliknya, objek menentukan dirinya sendiri sebagai apa adanya.
Misalnya sebuah benda berwarna oranye. Mengapa ia berwarna oranye? Hal ini bukan karena si objek mendefinisikan dirinya sebagai oranye, tetapi subjek, yakni manusialah yang menentukan ia berwarna oranye. Mengapa demikian, karena mata manusia mendeteksi itu sebagai oranye dan menyepakatinya secara kolektif sebagai oranye dalam tanda-tanda kolektif.
Dalam hal tersebut, warna oranye itu terjadi karena bentuk mata manusia beserta seluruh struktur di dalamnya membuatnya mendefinisikan itu sebagai oranye. Apakah betul ia oranye? Karena warna tersebut kemudian bisa berbeda dalam kondisi dan situasi pencahayaan tertentu.
Lalu bagaimana dengan mata yang dimiliki hewan yang memiliki struktur/bentuk dan sel mata yang berbeda dengan manusia? Apakah betul dia memiliki kesamaan persepsi atas suatu benda dengan manusia? Secara saintifik, diketahui bahwa tidak semua hewan buta warna, namun banyak yang memiliki persepsi warna berbeda dengan manusia.
Anjing dan kucing memiliki penglihatan dua warna (dichromatic), melihat biru dan kuning, tetapi kesulitan membedakan merah dan hijau. Banyak burung memiliki penglihatan warna yang sangat baik dan bisa melihat ultraviolet, yang tidak bisa dilihat oleh manusia. Ikan disebut sering kali memiliki penglihatan warna yang baik dan bisa melihat spektrum warna yang lebih luas dibandingkan manusia.
Beberapa serangga, seperti lebah, bisa melihat ultraviolet. Dengan menggunakan kemampuan ini lebah mampu untuk menemukan bunga. Beberapa primata memiliki penglihatan warna yang serupa dengan manusia, yaitu trichromatic (merah, hijau, dan biru). Banyak mamalia nokturnal memiliki penglihatan yang lebih sensitif terhadap cahaya rendah dan mungkin memiliki penglihatan warna yang terbatas atau bahkan buta warna. Tidak semua hewan buta warna, tetapi ada variasi yang signifikan dalam bagaimana mereka melihat dan membedakan warna.
Struktur masing-masing indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan) antara manusia dengan makhluk lainnya tidak sama. Salah satu lebih peka dari yang lain. Karenanya, dalam menangkap/mencerap objek bisa dipastikan ada ketidaksamaan antara manusia dengan makhluk yang lain. Belum lagi penginderaan oleh makhluk-makhluk super kecil.
Dalam perspektif penglihatan manusia, ada banyak warna yang tidak dapat ditangkap atau dilihat oleh mata manusia, karena keterbatasan mata manusia. Meski manusia mengenal ribuan bahkan jutaan warna, namun mata memiliki keterbatasan. Seperti melihat objek-objek lainnya yang bersifat sangat masif seperti dalam melihat matahari. Mata manusia tidak akan sanggup untuk menatap langsung kepada matahari. Menatap matahari secara langsung tidak akan bisa dilakukan karena itu akan membutakan mata manusia.
Tidak hanya melihat benda super masif, melihat objek super kecil seperti jasad renik/mikroba, manusia tidak sanggup. Demikian juga untuk melihat objek yang berada sangat jauh. Mata manusia tidak sanggup melihat objek kecil berjarak 1 kilometer misalnya. Ia hanya akan terlihat seperti sebuah titik. Ataupun benda yang sangat dekat, namun secara bersamaan juga terasa sangat jauh ke dalam, seperti melihat mikroba atau jasad renik hingga atom. Mata manusia tidak sanggup melakukan pembesaran, zoom out, baik untuk melihat benda yang jaraknya jauh maupun yang sangat dekat seperti mikroba yang melayang-layang di udara.