Laboran program studi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Alfinda Ayu Hadikasari STrRMIK, menciptakan terobosan berupa flash card kodifikasi yang berhasil lolos dalam program Karya Inovasi Laboran (Kilab) 2024.
Program ini diselenggarakan oleh Direktorat Sumber Daya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Inovasi yang diberi nama Innovation Card of Terminology Medic ini dirancang sebagai media praktikum klasifikasi dan kodifikasi diagnosis untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa di laboratorium coding dan reimbursement. Finda, begitu ia akrab disapa, mengatakan bahwa idenya lahir dari diskusi dengan rekan laboran di Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Umsida yang pernah lolos program Kilab sebelumnya.
“Setelah berdiskusi, dekan Fikes, Evi Rinata MKeb, mendorong kami untuk mengajukan proposal inovasi. Alhamdulillah, saya berhasil lolos, dan programnya akan berakhir pada Desember mendatang,” jelas Finda.
Kodifikasi merupakan salah satu mata kuliah di prodi MIK yang mengajarkan mahasiswa memberi kode pada diagnosis penyakit, tindakan medis, dan masalah kesehatan lainnya menggunakan kombinasi huruf dan angka.
Namun, Finda menemukan banyak mahasiswa kesulitan menghafal dan memahami terminologi medis yang sering kali berbeda dalam satu sistem organ.
“Buku International Classification of Diseases (ICD) tidak menyediakan penjelasan dalam bahasa Indonesia. Ini membuat mahasiswa kebingungan, terutama saat harus mempelajari kodifikasi per sistem di semester berikutnya,” ungkapnya.
Flash card ini hadir sebagai solusi. Dengan alat ini, mahasiswa dapat menghafal lebih mudah dan bersemangat, sehingga mampu menentukan kode medis dengan tepat.
Flash card buatan Finda terbagi menjadi delapan sistem tubuh, seperti sistem urinary, pernapasan, kardiovaskular, reproduksi, saraf, panca indera, pencernaan, dan muskuloskeletal.
Totalnya ada 107 kartu, dengan halaman depan berisi anatomi, dan halaman belakang memuat istilah dalam bahasa Indonesia, Inggris, serta medis.
“Flash card ini juga memberikan pengertian singkat tentang organ yang bersangkutan, sehingga mahasiswa lebih mudah memahami,” tambahnya.
Setelah mendapat materi dari dosen, mahasiswa dapat menggunakan kartu ini saat praktikum di laboratorium.
Tantangan dan Rencana Pengembangan
Dalam membuat flash card, Finda menghadapi tantangan besar, terutama dalam studi literasi mendalam terkait setiap organ tubuh.
“Tidak bisa asal-asalan dalam menentukan nama-nama istilah medisnya. Saya juga sempat terkendala dengan desain kartu yang totalnya mencapai 214 desain,” ujarnya.
Finda berencana mengembangkan flash card ini ke versi digital agar lebih praktis dan mudah diakses oleh mahasiswa.
“Jika mahasiswa merasa hafalan itu sulit dan membosankan, semoga dengan inovasi ini mereka lebih mudah belajar dan hafalan menjadi menyenangkan,” tutupnya penuh harap. (romadhona s)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News