Belakangan ini, keputusan untuk tidak memiliki anak atau childfree menjadi topik diskusi yang hangat di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Tren ini semakin terlihat di kalangan generasi muda, didukung oleh kemajuan teknologi dan media sosial yang membuka ruang untuk berbagi pandangan secara bebas. Namun, apa yang sebenarnya melatarbelakangi fenomena ini?
Zaki Nur Fahmawati, M.Psi., Psikolog, seorang akademisi dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menjelaskan bahwa childfree bukanlah hal baru, meskipun di Indonesia topik ini masih dianggap tabu.
“Di Indonesia, childfree jarang dibicarakan secara terbuka karena bertentangan dengan norma dan budaya yang ada,” ungkap Zaki.
Ia mengungkapkan empat alasan utama di balik keputusan seseorang untuk memilih childfree:
1. Tanggung Jawab dan Kesehatan Mental
Mengasuh anak membutuhkan komitmen besar, dan beberapa orang merasa lebih baik menjaga kesejahteraan psikologis mereka dengan tidak memiliki anak.
2. Pengalaman Masa Lalu
Pengalaman buruk di masa kecil, seperti pola asuh yang tidak nyaman, dapat membuat seseorang enggan melanjutkan keturunan.
3. Kebahagiaan Pernikahan
Beberapa pasangan percaya bahwa pernikahan mereka akan lebih bahagia tanpa kehadiran anak.
4. Fokus pada Kebebasan dan Karier
Bagi sebagian orang, kebebasan dan kesempatan untuk mengembangkan karier menjadi prioritas utama dibandingkan dengan tanggung jawab mengasuh anak.
Menurut Zaki, keputusan childfree sering kali berakar pada keinginan untuk mengurangi tekanan, seperti beban finansial dan waktu.
Namun, ia juga menekankan bahwa tekanan sosial masih menjadi tantangan besar bagi individu yang memilih jalur ini.
“Norma budaya di Indonesia cenderung tidak mendukung keputusan seperti ini, sehingga mereka sering merasa berbeda dari kebanyakan orang,” jelasnya.
Sebagai akademisi Umsida, Zaki menekankan pentingnya edukasi untuk memahami fenomena ini secara objektif.
“Masyarakat perlu menghormati pilihan individu, termasuk keputusan untuk childfree. Di sisi lain, individu yang memilih jalur ini harus memahami alasan dan konsekuensi dari keputusan mereka dengan matang,” katanya.
Dengan pendekatan yang inklusif dan saling menghormati, Zaki berharap masyarakat dapat menerima keputusan childfree tanpa stigma negatif.
“Kita perlu membangun interaksi yang baik dengan mereka, sehingga childfree dilihat sebagai pilihan individu, bukan penyimpangan,” tutupnya. (romadhona s)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News