UM Surabaya

Luqman bin Ba’ura, seorang diantara putera Azar, ayahanda Nabi Ibrahim ‘alayhissalam. Berarti dia bersaudara juga dengan Bal’am bin Ba’ura. Seorang alim, ahli ibadah di zamannya Nabi Musa ‘alayhissalam, yang dijerat oleh Fir’aun, melalui isterinya untuk mensihir Nabi Musa dengan imbalan kekayaan.

Luqman hidup di zaman Nabi Daud As, sehingga dia banyak menimba ilmu dari Nabi Daud As. Dia dikenal sebagai seorang bijak. Diantara kata mutiara yang dicatat oleh al-Baidhawi dalam tafsirnya:

اَلصُّمْتُ حِكَمٌ وَقلِيْلٌ فَاعِلُهُ

Diam itu bijak, namun sedikit sekali orang yang mengamalkan.

شَرُّ النَّاسِ اَلَّذِى لاَ يُبَالِى اِنْ رَاَهُ النَّاسُ سَيِّئًا

Manusia terburuk ialah orang yang sedang melakukan kejelekan tanpa menghiraukan penglihatan orang lain, bahwa perbuatannya itu jelek.

Karena kebijaksanaannya itulah, maka dia diabadikan dalam al-Qur’an untuk dijadikan ‘ibrah (pelajaran) sekaligus uswah (tauladan) bagi kaum muslimin. Sekalipun dia bukan nabi, menurut mayoritas ahli tafsir. Salah satu nasehatnya kepada puteranya adalah larangan syirik. Karena syirik itu suatu kezhaliman yang sangat besar kepada Allah.

وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ ١٣

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu memperse-kutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

Pengertian Syirik

Syirik atau syirkun berasal dari kata  شَرِكًا – يَشْرَكُ – شَرِكَ yang biasa kita artikan dengan sekutu atau kebersamaan. Kerjasama dalam usaha disebut syirkah. Negara-negara yang mengadakan ikatan untuk bekerjasama disebut “perserikatan bangsa-bangsa”. Maka, yang dimaksud dengan syirik di sini, dalam ilmu tauhid adalah meyakini di balik Allah sebagai Dzat yang Maha kuasa itu ada penguasa lain. Baik dari segi penciptaan alam semesta ini maupun dalam segi keagungannya. Selanjutnya, dalam Ilmu Tauhid dikenal dengan “syirik rububiyah” dan “syirik uluhiyyah” lawan dari “tauhid rububiyah” dan “tauhid uluhiyah”.

Syirik itu dikatakan “zhulmun ‘azhim” suatu penganiayaan yang sangat besar atau dengan kata lain “dosa besar”. Karena kesyirikan itu sama dengan merendahkan derajat Allah yang serba “MAHA” (lebih lanjut bisa dipahami dari al-Asma’ al-Husna). Dan karena kebesaran dosa syirik itulah, Allah menegaskan tidak akan mengampuninya, selama dalam hidup tidak bertaubat:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا ٤٨

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik), bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. an-Nisa’ 48).

Bahkan syirik itu bisa membatalkan pahala amal:

وَلَقَدۡ أُوحِيَ إِلَيۡكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكَ لَئِنۡ أَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٦٥

Artinya: Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Qs az-Zumar 65).

Bentuk Kesyirikan

Di atas disebutkan syirik itu ada dua macam: Rububiyah, yaitu dalam hal penciptaan dan pemeliharaan, dan Uluhiyah, yaitu dalam hal peribadatan. Maka bentuk-bentuknya yang populer di masyarakat kita sebagai berikut:

  1. Syirik rububiyah, yaitu dalam bentuk sebuah keyakinan adanya benda atau makhluk yang bisa melindungi diri. Yaitu yang dikenal dengan makhluk halus yang menyelinap dalam benda atau tempat. Semisal keris yang dianggap bertuah. Maka keris itu diagung-agungkan. Tempat atau pohon yang angker, lalu dibuangi sesajen semisal bunga dan telur dsb. Jimat, rajah, hari-hari, bulan, jam tertentu dsb.
  1. Syirik uluhiyah, yaitu syirik dalam peribadatan, semisal dalam berdo’a yang menggunakan wasilah (bertawassul), seperti melalui kuburan yang dianggap keramat. Itulah yang disindir Allah dalam al-Qur’an:

أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُۚ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ كَفَّارٞ ٣

Artinya: Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesung-guhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (Qs az-Zumar 3).

Kesyirikan seperti ini dianggap pelanggaran besar, karena sama dengan tuduhan seolah-olah Allah itu tidak dekat pada hamba-Nya, sehingga perlu perantara. Padahal jelas sekali Allah menegaskan tentang kedekatan-Nya pada hamba-hamba-Nya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Qs al-Baqarah 186).

Dan karena sangat dekatnya, sampai-sampai dikatakan-Nya dalam hadis qudsi:

عَنْ حِبَّانَ بْنِ أَبِي النَّضْرِ ، قَالَ : خَرَجْتُ عَائِدًا لِيَزِيدَ بْنِ الأَسْوَدِ، فَلَقِيتُ وَاثِلَةَ بْنَ الأَسْقَعِ وَهُوَ يُرِيدُ عِيَادَتَهُ، فَدَخَلْنَا عَلَيْهِ، فَلَمَّا رَأَى وَاثِلَةَ بَسَطَ يَدَهُ وَجَعَلَ يُشِيرُ إِلَيْهِ، فَأَقْبَلَ وَاثِلَةُ حَتَّى جَلَسَ، فَأَخَذَ يَزِيدُ بِكَفَّيْ وَاثِلَةَ فَجَعَلَهُمَا عَلَى وَجْهِهِ، فَقَالَ وَاثِلَةُ: كَيْفَ ظَنُّكَ بِاللهِ؟ قَالَ: ظَنِّي بِاللهِ وَاللهِ حَسَنٌ، قَالَ: فَأَبْشِرْ، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم، يَقُولُ: قَالَ اللَّهُ , عَزَّ وَجَلَّ: أَنَا عِنْدَ ظَنَّ عَبْدِي بِي، إِنْ ظَنَّ خَيْرًا فَلَهُ، وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ. (رواه احمد)

Artinya: Hibban bin Abu Nadhr mengatakan: Aku pergi mau menjenguk Yazid bin al-Aswad yang sedang sakit, lalu aku bertemu Watsilah bin al-Asqa’ yang juga mau menjenguk Yazid. Lalu kami berdua masuk, setelah Yazid tahu Watsilah dia mengulurkan tangannya sambil berisyarat agar Watsilah duduk. Lalu Watsilah mendekat dan duduk. Setelah itu Yazid memegang tangan Watsilah sambil ditempelkan pada wajahnya. Lalu Watsilah bertanya kepada Yazid: Bagaimana perasaanmu terhadap Allah? Dia menjawab: Perasaanku kepada Allah, baik-baik saja (husnuzhan). Maka jawab Watsilah: Bergembiralah kamu, karena aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: Allah berfirman: “Aku selalu bersama prasangka hamba-Ku pada-Ku, jika prasangkanya itu baik dia akan mendapat kebaikan, dan jika prasangkanya itu jelek dia juga akan mendapatkan kejelekan”. (HR Ahmad).

Dalam riwayat lain dikatakan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِي إِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ، هُمْ خَيْرٌ مِنْهُمْ. وَإِنْ تَقَرَّبَ مِنِّي شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً (رواه مسلم)

Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan, katanya: Rasulullah saw bersabda: Allah berfirman: Aku akan selalu dalam prasangka hamba-Ku pada-Ku, dan Aku akan selalu bersamanya ketika dia ingat Aku. Jika dia mengingat Aku sendirian dalam hati, Aku akan sebut dia dalam hati-Ku, Jika dia menyebut Aku dalam kelompok orang banyak, maka Aku akan sebut dia dalam kelompok yang lebih baik daripada kelompok mereka, yaitu Malaikat. Jika dia mendekati Aku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta, jika dia mendekati Aku sehasta, Aku akan mendekatinya sebahu, dan jika dia datang kepada-Ku dengan jalan biasa, Aku akan mendatanginya dengan lari cepat. (HR Muslim).

Diantara cara mendekati-Nya adalah dengan berdo’a. Sebagaimana tersebut dalam riwayat berikut ini:

قَالَ اللهُ: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إَذَا دَعَانِي (روا مسلم والترمذى)

Artinya: Allah berfirman: Aku akan selalu bersama prasangka hamba-Ku dan Aku akan berasama dia ketika dia berdo’a kepada-Ku. (HR Muslim dan Tirmidzi).

Ulama’ ushul ada yang berpendapat, bahwa membuat bid’ah itu termasuk syirik, karena sama dengan beranggapan menyaingi Allah dalam membuat syari’ah. Dari perspektif ini, kemudian muncul istilah syirik hukmiyah yaitu membuat perundang-undangan sendiri menyaingi undang-undang atau hukum Allah. Dengan dasar QS. al-An’am: 57, Yusuf: 40 dan 67, dan al Maidah: 44-47.

Baca Juga : Tawassul Kepada Nabi, KH. Nadjih Ihsan

Kesyirikan semacam itu, disinyalir dalam Al-Qur’an akan banyak dijumpai di masyarakat beragama, termasuk yang beragama Islam. (surat Yusuf 106):

وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ ١٠٦

Artinya:  Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam Keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).

Peringatan yang disampaikan Allah pada ayat di atas, agar kita selalu waspada. Semoga kita dapat meneladani sikap Luqman yang senantiasa waspada terhadap perilaku syirik dan mewariskan sikapnya kepada keturunannya. Aamiin.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini