Pemerintah saat ini tengah mengkaji wacana libur sekolah penuh selama bulan Ramadan 2025. Kebijakan ini menarik perhatian publik karena menyangkut keseimbangan antara kebutuhan spiritual dan pendidikan di Indonesia.
Menanggapi wacana tersebut, Dr. Kemil Wachidah, pakar pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menyebutkan bahwa gagasan ini memiliki dimensi yang kompleks.
Menurutnya, Ramadan adalah bulan suci yang memiliki nilai penting bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam.
“Ramadan adalah momentum untuk memperkuat nilai religius, spiritual, dan kebersamaan dalam keluarga maupun komunitas,” ujar Dr. Kemil, pada Senin (6/1/2025).
Libur sekolah selama Ramadan, lanjutnya, dapat memberikan ruang bagi siswa untuk lebih fokus menjalankan ibadah seperti puasa, tarawih, tadarus, hingga kegiatan lain yang berkontribusi pada pembentukan karakter religius.
Namun, Kemil juga mengingatkan bahwa kebijakan ini memiliki sisi tantangan, terutama dalam aspek pendidikan. Pendidikan di Indonesia bertujuan membentuk generasi yang tidak hanya berkarakter baik, tetapi juga memiliki kompetensi akademik yang kuat.
“Jika siswa terlalu lama libur, ada risiko terjadinya penurunan momentum belajar serta berkurangnya kemampuan kognitif yang sudah dibangun selama masa sekolah,” tegasnya.
Kemil juga menyoroti keberagaman masyarakat Indonesia. Tidak semua daerah memiliki mayoritas Muslim, sehingga penerapan libur Ramadan secara nasional dapat menimbulkan kesenjangan dalam pelaksanaan kurikulum nasional.
Kemil memberikan masukan tentang bagaimana wacana ini dapat diterapkan tanpa mengabaikan nilai pendidikan.
Salah satunya dengan pendekatan seperti yang diterapkan di Pondok Modern Gontor, di mana prinsip “Ar-rohah fii tabadulil a’mal” (istirahat ada pada pergantian pekerjaan) menjadi landasan.
Berbeda dengan konsep liburan ala Barat yang hanya berorientasi pada kesenangan materialistik, libur di pondok pesantren justru dimanfaatkan untuk aktivitas religius yang memperkuat karakter.
Menurut Kemil, libur sekolah selama Ramadan dapat meningkatkan spiritualitas siswa jika ada bimbingan yang tepat, baik dari keluarga maupun sekolah.
Namun, jika kebijakan ini tidak disertai arahan yang jelas, libur panjang justru bisa menjadi sia-sia dan tidak membawa manfaat religius yang diharapkan.
Ia menekankan pentingnya peran orang tua dan sekolah dalam menciptakan lingkungan yang mendukung. Lingkungan
ini dapat membantu siswa memanfaatkan libur Ramadan untuk meningkatkan kualitas ibadah dan spiritualitas mereka.
Kebijakan yang Berimbang
Kebijakan libur Ramadan sebenarnya pernah diterapkan pada masa pemerintahan Gus Dur. Namun, kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontra karena perbedaan pandangan mengenai keseimbangan antara pendidikan akademik dan spiritual, serta keberagaman budaya dan agama di Indonesia.
Kemil menyarankan beberapa alternatif jika libur Ramadan benar-benar diterapkan. Salah satu opsi adalah menyesuaikan jadwal belajar selama Ramadan.
Misalnya, jam pelajaran dapat dipersingkat atau diganti dengan program berbasis nilai-nilai Islam, seperti diskusi Ramadan, ceramah agama, atau kegiatan bakti sosial.
Pendekatan ini, menurutnya, dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan spiritual siswa dan tanggung jawab pendidikan formal, sekaligus menghormati keberagaman masyarakat Indonesia.
Selain itu, teknologi dapat menjadi solusi untuk menjaga proses belajar selama libur. Dengan pembelajaran daring, pendidik dapat memberikan tugas, video pembelajaran, atau soal-soal yang harus diselesaikan siswa dari rumah.
Program daring, seperti kajian agama atau kegiatan sosial online, juga dapat membantu siswa tetap aktif dalam proses pembelajaran, baik secara akademik maupun spiritual.
Kemil juga menyarankan bahwa meskipun siswa libur, mereka harus tetap terlibat dalam pembelajaran bermakna.
Pendidik dapat memberikan proyek atau tugas yang menggabungkan aspek akademik dan spiritual.
Misalnya, siswa dapat menulis jurnal tentang pengalaman mereka selama Ramadan, melaksanakan kegiatan sosial, atau melakukan refleksi atas aktivitas ibadah mereka.
Dengan cara ini, pendidikan tidak hanya mendukung kompetensi akademik siswa tetapi juga memperkuat karakter religius mereka.
Libur Ramadan, jika dirancang dengan bijak, dapat menjadi momen yang bermakna bagi siswa untuk menjalani bulan suci ini dengan penuh manfaat, tanpa mengorbankan perkembangan pendidikan mereka.
Kesimpulan Libur sekolah selama Ramadan memang menawarkan peluang besar untuk memperkuat spiritualitas siswa.
Namun, kebijakan ini harus dirancang secara matang agar tidak mengorbankan kualitas pendidikan formal.
Pendekatan berbasis nilai Islam, penggunaan teknologi, dan keterlibatan orang tua dapat menjadi kunci dalam memastikan liburan Ramadan yang produktif bagi siswa Indonesia. (romadhona s)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News