Kesenjangan Ekonomi di Indonesia Begitu Curam
Anwar Abbas
UM Surabaya

Ketua Pimpinan Pusat PP Muhammadiyah Anwar Abbas menyoroti kesenjangan ekonomi ekstrim yang terjadi di Indonesia. Kata dia, kesenjangan di Indonesia begitu curam, antara si kaya dengan si miskin.

Hal tersebut Anwar sampaikan dalam sambutannya di agenda Rapat Kerja Nasional Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah di Auditorium Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu (29/7/2023)

“Saya prihatin dengan struktur ekonomi masyarakat kita. Dari data Kemenkop dinyatakan bahwa sejumlah orang dan sejumlah dunia usaha di negeri, yakni UMKM. Ternyata jumlah usaha kategori besar dan menengah hanya 1,3 persen. Sedangkan yang 98.7 persen adalah usaha mikro yang asetnya di bawah 50 juta,” tutur Anwar.

Anwar menuturkan, kesenjangan ekonomi yang tajam tersebut saat ini berbentuk seperti piramida. Sehingga perlu mendorong keadilan yang sebenar-benarnya, yang perlu mentransformasikan ke bentuk ketupat, di mana kelas menengah menjadi mayoritas dan kelas mikro semakin kecil.

Melalui Rakernas ini, Anwar berharap MPM dapat mengambil peran mendorong hal tersebut.

“Saya melihat MPM ini memiliki tugas untuk bagaimana caranya bisa mendorong mereka yang ada di bawah untuk naik ke kelas menengah,” kata Anwar.

Menurutnya kerja ini tidak bisa hanya dikerjakan sendiri, namun perlu kolaborasi seluruh pihak dari Pemerintah, sektor swasta hingga masyarakat sipil.

“Maka kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat menjadi sesuatu yang mutlak untuk diwujudkan hari ini,” tutup Anwar.

Mengamalkan Pancasila

Sebelumnya, Anwar Abbas Bangsa Indonesia perlu memiliki pemimpin yang arif bijaksana dan benar-benar mengamalkan Pancasila.

Hal tersebut kata dia penting untuk mengatasi masalah bangsa saat ini. Terutama ketertinggalan di bidang pemerataan ekonomi.

Dengan pemimpin yang benar-benar mengamalkan Pancasila, dirinya yakin kepentingan rakyat bakal diutamakan dan tidak melayani pemilik modal atau oligarki saja.

Apalagi jika melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2023 masih ada sekitar 25,9 juta penduduk miskin di Indonesia.

“Setelah hampir 78 tahun kita merdeka, angka kemiskinan di negeri ini masih saja tinggi di mana jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 masih 25,90 juta orang,” kata Anwar dalam keterangan tertulis, Jumat (28/7/2023).

Fakta tersebut, menurut dia menunjukkan jika Pancasila belum sepenuhnya tercapai, terutama pada bagian sila kedua dan sila kelima yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dan “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Mengutip penjelasan Proklamator RI Sukarno, Anwar Abbas menyebut jika tugas menyejahterahkan ekonomi rakyat secara berkeadilan adalah tugas utama dari negara.

Karenanya, negara kata dia harus memberikan jaminan kesejahteraan dan pemerataan kepada seluruh rakyat sehingga dengan demikian diharapkan tidak ada kemiskinan setelah Indonesia merdeka.

“Di sanalah letak mengapa pengamalan Pancasila perlu diperhatikan oleh para pemangku kebijakan. Hal itu tidak bisa kita hadapi hanya dengan mengandalkan pendekatan otak saja tapi juga dengan mempergunakan hati nurani yang disinari dengan Pancasila,” tegasnya.

Dengan mengamalkan Pancasila, pemimpin bangsa dan pemangku kebijakan tidak bersikap diskriminatif dengan meminggirkan kelompok miskin dan melayani oligarki saja.

Sebaliknya, pemimpin akan bersikap penuh hikmah, kebijaksanaan dan musyawarah sebagaimana sila keempat Pancasila untuk memberi kemanfaatan kepada orang lain.

“Orang lain yang dimaksud adalah rakyat banyak serta lingkungan alam agar semua orang di negeri ini dapat merasakan bagaimana manisnya hidup di negara yang berfalsafahkan Pancasila dan berhukum dasar dengan UUD 1945,” katanya. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini