Menggunakan Sutrah Dalam Salat, Bagaimana Tuntunannya?
foto: life.indozone
UM Surabaya

*) Oleh: Dr Zainuddin MZ, Lc, MA
Ketua Lajnah Tarjih Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Timur

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Saya dapat kiriman video katanya dari teman-teman salafi yang di dalamnya ada tata cara salat dengan menggunakan sutrah. Sampai-sampai ada orang sedang duduk yang dijadikan sutrah salatnya.

Ketika orang yang duduk tersebut pergi meninggalkan tempatnya, maka sambil salat ia pun berjalan-jalan mencari orang duduk lain untuk dijadikan sutrah salatnya. Lalu bagaimana tuntunan yang sebenarnya?

Dalam bedah buku empat puluh empat kesalahan dalam salat juga ada penjelasan, bahwa dibuatnya sutrah itu bukan hanya untuk kepentingan manusia, namun juga menjaga diri dari setan. Mohon penjelasan ustaz?

Hamba Allah, Surabaya

Waalaikum salam warahmatullahhi wabarokatuh

Pengertian Sutrah

Sutrah dari kata “satara” berarti “penutup, selubung, penyembunyian, rahasia, samar, pelindung, proteksi, penyaring atau penghalang”.

Dalam konteks salat tentunya dimaksudkan adanya sesuatu yang dapat menjaga seseorang melintasinya sehingga tidak memutus pelaksanaan salatnya.

Wujudnya berupa tongkat yang ditancapkan atau tiang-tiang masjid atau benda apa saja yang diletakkan pada arah kiblatnya, bahkan ada juga yang berpendapat cukup adanya garis.

Hadis Sutrah

Hadis yang menjelaskan sutrah cukup banyak, di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Hadis Sabrah bin Ma’bad al-Juhani:

وَعَنْ سَبْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ الْجُهَنِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لِيَسْتَتِرْ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ وَلَوْ بِسَهْمٍ

“Dinarasikan Sabrah bin Ma’bad al-Juhani ra., Rasulullah saw. bersabda: Hendaklah seorang di antara kalian mengambil sutrah sewaktu shalatnya walaupun dengan menancapkan anak panah.” (Hr. Hakim: 925; Ibnu Khuzaimah: 810; Ahmad: 15376, dan Ibnu Abi Syaibah: 2862)

2. Hadis Anas bin Malik

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: (كَانَ المُؤَذِّنُ إِذَا أَذَّنَ, قَامَ) (كِبَارُ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يَبْتَدِرُونَ السَّوَارِيَ) (حَتَّى يَخْرُجَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَهُمْ كَذَلِكَ، يُصَلُّونَ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ المَغْرِبِ(

“Anas bin Malik ra. berkata: (Saat muazin mengumandangkan azan, maka) (berdirilah para tokoh sahabat Nabi saw, mendekati tiang-tiang masjid) (sehingga Nabi saw. keluar –dari rumahnya- dan mereka tetap masih seperti itu, yakni melaksanakan shalat dua rakaat qabliyah Maghrib).” (Hr. Bukhari: 481, 599; Nasai: 682, dan Ahmad: 14015.

Fungsi Sutrah

Rasulullah saw sendiri yang menjelaskan bahwa fungsi sutrah agar tidak dilintasi oleh seseorang sehingga dapat mengganggu salatnya, bahkan agar tidak dapat merusak salatnya.

Hadis Ibnu Umar ra:

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لَا تُصَلِّ إِلَّا إِلَى سُتْرَةٍ، وَلَا تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ فَإِنَّ
مَعَهُ الْقَرِينَ

“Dinararasikan Ibnu Umar ra., Rasulullah saw. bersabda: Janganlah anda shalat kecuali pada sutrah, dan jangan membiarkan seseorang melintasi di depannya. Jika telah dihadang namun ia tetap hendak melintasi, maka bunuhlah. Sesungguhnya ia disertai temannya (setan).” (Hr. Muslim: 506; Ibnu Khuzaimah: 800; Ibnu Hibban: 2362; dan Ibnu Majah: 955)

Hadis Abu Sa’id al-Khudri ra:

وَعَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ قَالَ: (رَأَيْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رضي الله عنه فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ يُصَلِّي إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنْ النَّاسِ, فَأَرَادَ شَابٌّ مِنْ بَنِي أَبِي مُعَيْطٍ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ, فَدَفَعَ أَبُو سَعِيدٍ فِي صَدْرِهِ, فَنَظَرَ الشَّابُّ فَلَمْ يَجِدْ مَسَاغًا إِلَّا بَيْنَ يَدَيْهِ فَعَادَ لِيَجْتَازَ, فَدَفَعَهُ أَبُو سَعِيدٍ أَشَدَّ مِنْ الْأُولَى, فَنَالَ مِنْ أَبِي سَعِيدٍ) (ثُمَّ زَاحَمَ النَّاسَ فَخَرَجَ فَدَخَلَ) (عَلَى مَرْوَانَ فَشَكَا إِلَيْهِ مَا لَقِيَ مِنْ أَبِي سَعِيدٍ, وَدَخَلَ أَبُو سَعِيدٍ خَلْفَهُ عَلَى مَرْوَانَ, فَقَالَ لَهُ مَرْوَانُ: مَا لَكَ وَلِابْنِ أَخِيكَ يَا أَبَا سَعِيدٍ؟ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ:) (إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ, وَلْيَدْنُ مِنْهَا, وَلَا يَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ, فَإنْ) (أَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ) (مَا اسْتَطَاعَ, فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ, فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ) وفي رواية: (فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِينَ)

“Abu Shalih al-Samman berkata: (Aku menyaksikan Abu Said al-Khudri sewaktu shalat Jum’at menghadap pada suatu sutrah. Tiba-tiba seorang pemuda dari bani Abi Mu’ait hendak melintasinya.

Lalu ia menahannya. Lalu pemuda itu memandangnya dan ia tidak mendapatkan ruang lain maka ia hendak melintasi di depannya. Lalu Abu Sa’id mendorong dadanya. Pemuda itu masih tidak mendapatkan ruang lain lalu ia hendak melintasinya lagi.

Maka Abu Sa’id mendorongnya lebih keras lagi. Akhirnya ia dicaci maki orang) (bahkan umat berkerumun keluar masuk) (untuk melapor kepada Marwan terhadap perilaku Abu Sa’id.

Akhirnya Abu Sa’id mengikuti menemui Marwan di belakang mereka. Marwan berkata: Apa yang anda perlakukan terhadap putra saudaramu sendiri? Abu Sa’id menjawab: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:) (Jika salah seorang di antara kalian salat pada sutrah, hendaklah ia mendekatinya, dan jangan membiarkan seseorang melintasi di depannya).

(Jika ada orang yang hendak melintasinya, supaya dihadang) (semampunya. Jika ia enggan, maka bunuhlah. Sesungguhnya ia bersama temannya (setan). Dalam riwayat lain, (ia didampingi setan).” (Hr. Bukhari: 487; Muslim: 505, 506; Abu Dawud: 697, 700; Nasai: 4862; Nasai dalam Kubra: 833; Ibnu Majah: 954, 955; Ahmad: 5585, 11625)

Hadis Abu Juhaifah ra:

عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ وَهْبِ بْنِ عَبْدِ اللهِ السُّوَائِيُّ رضي الله عنه قَالَ: (رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم) (بِمَكَّةَ وَهُوَ بِالْأَبْطَحِ) (فِي قُبَّةٍ حَمْرَاءَ مِنْ أَدَمٍ) (فَلَمَّا كَانَ بِالْهَاجِرَةِ خَرَجَ بِلَالٌ رضي الله عنه فَنَادَى بِالصَّلَاةِ) (ثُمَّ رَأَيْتُ بِلَالًا أَخَذَ عَنَزَةً) (فَجَاءَهُ بِلَالٌ فَآذَنَهُ بِالصَّلَاةِ, ثُمَّ خَرَجَ بِلَالٌ بِالْعَنَزَةِ حَتَّى رَكَزَهَا بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِالْأَبْطَحِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ) (فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي حُلَّةٍ حَمْرَاءَ ((بُرُودٌ يَمَانِيَةٌ قِطْرِيٌّ) (مُشَمِّرًا) (كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ سَاقَيْهِ) (فَصَلَّى إِلَى الْعَنَزَةِ بِالنَّاسِ) (الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ, وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ) (وَرَأَيْتُ النَّاسَ وَالدَّوَابَّ يَمُرُّونَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِنْ وَرَاءِ الْعَنَزَةِ) وفي رواية: (يَمُرُّ مِنْ وَرَائِهَا الْكَلْبُ, وَالْمَرْأَةُ, وَالْحِمَارُ) (ثُمَّ لَمْ يَزَلْ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ حَتَّى رَجَعَ إِلَى الْمَدِينَةِ (

“Abu Jahaifah -Wahab bin Abdullah al-Suwa’i ra-. berkata: (Aku menyaksikan Rasulullah saw.) (di wilayah Abtha di Mekah) (yakni di kubah merah yang terbuat dari kulit). (Saat datang waktu zuhur, Bilal keluar dan adzan) (Lalu aku menyaksikan ia membawa tombak kecil) (Lalu Nabi didatangi Bilal lalu ia mengumandangkan adzan.

Lalu ia membawa tombak kecil, lalu ia tancapkan di hadapan Rasulullah saw. di wilayah Abtha tersebut dan shalat) (Rasulullah saw. keluar dengan membawa sajadah merah) (beludru Yaman buatan Qitri) (yang penuh wibawa) (Seakan aku melihat putih lengannya) (Lalu beliau salat bersutrah tongkat kecil itu bersama umat) (Yakni shalat Dhuhur dua rakaat, dan Ashar juga dua rakaat) (Dan aku menyaksikan binatang-binatang berkeliaran di balik sutrah itu). Dalam riwayat lain: (Ada anjing, wanita dan keledai) (Dan Nabi saw. terus salat dua rakaat sampai beliau kembali ke kota Madinah). (Hr. Bukhari: 369, 473, 477, 607, 608, 639, 3566, 5786; Muslim: 503; Abu Dawud: 520, 688; Tirmidzi: 197; Nasai: 470, 772; Ahmad: 18768, 18773, 18782)

Hadis Talhah bin Ubaidillah ra:

وَعَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ رضي الله عنه قَالَ: (كُنَّا نُصَلِّي وَالدَّوَابُّ تَمُرُّ بَيْنَ أَيْدِينَا, فَذَكَرْنَا ذَلِكَ لِرَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم) (فَقَالَ: إِذَا وَضَعَ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ فَلْيُصَلِّ وَلَا يُبَالِ مَنْ مَرَّ وَرَاءَ ذَلِكَ (

“Talhah bin Ubaidillah ra. berkata: (Kami shalat sementara berbagai binatang melintasi di hadapan kami. Lalu kami mengadu kepada Rasulullah saw.) (Maka beliau bersabda: Jika seorang di antara kalian telah meletakkan sutrah sebatas pelana kendaraan silahkan dan tak perlu menggubris siapa saja yang melintasi sesudahnya). (Hr. Muslim: 499; Abu Dawud: 685; Tirmidzi: 335, dan Ibnu Majah: 940)

Peringatan Melintasi Orang Salat

Itulah sebabnya Rasulullah saw melarang keras seseorang melintasi temannya yang sedang shalat, bahkan ia sabar menunggu selesainya, maka hal itu lebih baik baginya.

Hadis Abdullah bin Harits ra:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ الصِّمَّةِ الْأَنْصَارِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ, خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ, قَالَ أَبُو النَّضْرِ: لَا أَدْرِي, أَقَالَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا, أَوْ شَهْرًا, أَوْ سَنَةً.

“Dinarasikan Abdullah bin Harits bin Shimah al-Anshari ra., Rasulullah saw. bersabda: Sekiranya orang yang melintasi salat tahu dosanya, tentu ia berhenti selama empat puluh, maka itu lebih baik baginya. Abu Nadhar berkata: Saya tidak tahu maksudnya, apakah selama empat puluh hari atau bulan atau tahun.” (Hr. Bukhari: 488, dan Muslim: 507)

Bahkan salat seseorang akan batal jika dilintasi oleh wanita.

Hadits Abu Hurairah ra:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: يَقْطَعُ الصَّلَاةَ: الْمَرْأَةُ، وَالْحِمَارُ، وَالْكَلْبُ، وَيَقِي مِنْ ذَلِكَ مِثْلُ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ

“Dinarasikan Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda: Yang bisa membatalkan shalat adalah wanita, keledai dan anjing. Semua itu dapat disiasati dengan sutrah sebatas pelana kendaraan.” (Hr. Muslim: 511; Ibnu Majah: 950; Ahmad: 7970, dan Baihaqi: 3299)

Walaupun Nabi Telah Mengambil Sutrah, Setan Masih Mengganggunya

Sebagaimana paparan sebelumnya, di antara hikmah peletakan sutrah yang dijelaskan dalam empat puluh empat kesalahan dalam salat adalah juga untuk setan.

Saya belum pernah membaca hadisnya. Justru yang saya temukan adalah sebaliknya. Walaupun Rasulullah saw telah membuat sutrah dalam salatnya, namun beliau tetap diganggu setan.

Hadis Abu Darda’ ra:

وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رضي الله عنه قَالَ: (قَامَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم) (يُصَلِّي) (فَسَمِعْنَاهُ يَقُولُ: أَعُوذُ بِاللهِ مِنْكَ ثُمَّ قَالَ: أَلْعَنُكَ بِلَعْنَة اللهِ, أَلْعَنُكَ بِلَعْنَة اللهِ, أَلْعَنُكَ بِلَعْنَة اللهِ, وَبَسَطَ يَدَهُ كَأَنَّهُ يَتَنَاوَلُ شَيْئًا, فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ الصَلَاةِ قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ, قَدْ سَمِعْنَاكَ تَقُولُ فِي الصَلَاةِ شَيْئًا لَمْ نَسْمَعْكَ تَقُولُهُ قَبْلَ ذَلِكَ, وَرَأَيْنَاكَ بَسَطْتَ يَدَكَ, قَالَ: إِنَّ عَدُوَّ اللهِ إِبْلِيسَ جَاءَ بِشِهَابٍ مِنْ نَارٍ لِيَجْعَلَهُ فِي وَجْهِي, فَقُلْتُ: أَعُوذُ بِاللهِ مِنْكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ قُلْتُ: أَلْعَنُكَ بِلَعْنَةِ اللهِ التَّامَّةِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, فَلَمْ يَسْتَأخِرْ) (فَأَخَذْتُ بِحَلْقِهِ فَخَنَقْتُهُ) (فَمَا زِلْتُ أَخْنُقُهُ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ لُعَابِهِ بَيْنَ إِصْبَعَيَّ هَاتَيْنِ الْإِبْهَامِ وَالَّتِي تَلِيهَا) (ثُمَّ أَرَدْتُ أَنْ آخُذَهُ, فَوَاللهِ لَوْلَا دَعْوَةُ أَخِينَا سُلَيْمَانَ عليه السلام لَأَصْبَحَ) (مَرْبُوطًا بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ) (يَلْعَبُ بِهِ وِلْدَانُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ) (فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ لَا يَحُولَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ أَحَدٌ فَلْيَفْعَلْ)

“Abu Darda’ ra. berkata: (Rasulullah saw. berdiri) (untuk shalat) (Tiba-tiba kami mendengarkan beliau berucap: Aku berlindung kepada Allah darimu. Lalu beliau juga berucap: Semoga anda terlaknat dengan laknat Allah (diucapkan 3x) seraya membentangkan tangannya seakan hendak meraih sesuatu.

Seusai salat kami bertanya: Wahai Rasulullah, sewaktu shalat kami mendengar tuan mengucapkan sesuatu yang belum pernah kami mendengar sebelumnya dan kami juga menyaksikan tuan hendak meraih sesuatu dengan tangan.

Maka Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya iblis musuh Allah mendatangi aku dengan membawa meteor dari api yang hendak ia timpakan pada wajahku. Lalu aku berucap: Aku berlindung kepada Allah darimu sebanyak tiga kali.

Lalu aku mengucapkan: Semoga anda terlaknat dengan laknat Allah yang sempurna sebanyak tiga kali, maka dia tidak juga mundur) (Lalu aku mengambil temali dan aku jerat) (dalam dalam kondisi seperti itu sampai aku dapatkan rasa dingin liurnya pada kedua jemariku ini, yakni pada ibu jari dan telunjuk) (Lalu aku hendak menyiksanya, namun demi Allah sekiranya bukan karena doa saudaraku Sulaiman as, ingin rasanya di pagi hari) (aku pertontonkan dalam kondisi terikat pada salah satu tiang masjid) (yang dapat dipermainkan oleh anak-anak penduduk Madinah) (Maka barangsiapa di antara kalian yang mampu berdinding antara dia denga arah kiblatnya, supaya menjalaninya).”
(Hr. Muslim: 542; Ibnu Hibban: 2349; Abu Dawud: 699; Nasai: 1215; dan Ahmad: 11797)

Doa Nabi Sulaiman as yang dimaksudkan adalah:

رَبّ هَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي

“Ya Tuhanku berikanlah kekuasaan padaku yang tak patut seorangpun memilikinya setelah aku.” (Hr. Bukhari: 461 dari Abu Hurairah ra)

Bahkan pada shaf yang terlalu longgar (ada celah sebesar anak kambing) akan ditempati setan, walaupun sutrah makmum sudah mengikuti sutrah imam.

Kehadiran setan sekali lali kami ingatkan bukan untuk mengikuti shalat berjamaah, melainkan hendak mengganggu salat.

Hadits Ibnu Umar ra:

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: (كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ، قَبْلَ أَنْ يُكَبِّرَ، فَيَقُولُ: تَرَاصُّوا وَاعْتَدِلُوا) (سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ تَمَامِ الصَّلَاةِ) وفي رواية: (فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ) وفي رواية: (أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا) وفي رواية: (كَانَ يَقُولُ: اسْتَوُوا, اسْتَوُوا, اسْتَوُوا, فَوَالَّذِي نَفْسِ بِيَدِهِ إِنِّي لَأَرَاكُمْ مِنْ خَلْفِي كَمَا أَرَاكُمْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ) وفي رواية: (أَتِمُّوا الصَّفَّ الْأَوَّلَ, ثُمَّ الَّذِي يَلِيهِ, وَإِنْ كَانَ نَقْصٌ فَلْيَكُنْ فِي الصَّفِّ الْمُؤَخَّرِ) وفي رواية: (رَاصُّوا الصُّفُوفَ فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَقُومُ فِي الْخَلَلِ) (رَاصُّوا صُفُوفَكُمْ وَقَارِبُوا بَيْنَهَا, وَحَاذُوا بِالْأَعْنَاقِ, فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ إِنِّي لَأَرَى الشَّيَاطِينَ تَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ كَأَنَّهَا الْحَذَفُ) وفي رواية: (كَأَوْلَادِ الْحَذَفِ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ, وَمَا أَوْلَادُ الْحَذَفِ؟, قَالَ: سُودٌ جُرْدٌ تَكُونُ بِأَرْضِ الْيَمَنِ) (قَالَ أَنَسٌ: فَلَقَدْ كُنْتُ أَرَى الرَّجُلَ مِنَّا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ أَخِيهِ) (وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ، وَلَوْ ذَهَبْتَ تَفْعَلُ ذَلِكَ الْيَوْمَ، لَتَرَى أَحَدَهُمْ كَأَنَّهُ بَغْلٌ شَمُوسٌ)

“Anas bin Malik ra. berkata: (Rasulullah saw. menghadap pada kami sebelum beliau ber-takbiratul ihram seraya bersabda: Rapatkan dan luruskan) (Luruskan shaf kalian, sesungguhnya lurusnya shaf bagian dan kesempurnaan salat).

Dalam riwayat lain: (Sesungguhnya lurusnya shaf termasuk penegakan shalat). Dalam riwayat lain: (Luruskan shaf kalian dan rapatkanlah).

Dalam riwayat lain: (Luruskan shaf -diucapkan tiga kali-. Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya, sesungguhnya aku benar-benar menyaksikan kalian dari balik punggungku sebagaimana aku menyaksikan kalian pada arah depanku).

Dalam riwayat lain: (Sempurnakan shaf pertama, kemudian shaf-shaf berikutnya. Jika ada kekurangan biarkan pada shaf yang terakhir). Dalam riwayat lain: (Rapatkan shaf karena setan akan menempati pada celah-celah) (rapatkanlah shaf dan berdekatlah, sejajarkan pundak kalian.

Demi yang jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya, sesungguhnya aku benar-benar melihat setan-setan menempati pada celah-celah shaf seperti anak-anak domba) (Dalam riwayat lain: (seperti ana-anak kambing. Lalu ditanyakan: Wahai Rasulullah apa maksudnya?

Nabi saw. bersabda: binatang kecil tak berbulu yang ada di negeri Yaman) ( Maka Anas berkata: Aku saksikan seorang menempelkan rapat pundaknya pada pundak temannya) (dan mata kakinya dengan mata kaki temannya, jika Anda sempat menyaksikan hari itu, maka sekan Anda menyaksikan seorang di antara mereka bighal -peranakan kuda dan keledai- yang berlarian).” (Hr. Bukhari: 687, 690, 692; Muslim: 433; Abu Dawud: 667, 668, 671; Nasai: 813, 814, 815, 818, 845; Ibnu Majah: 993; Ahmad: 12030, 12277,12594, 12836, 13270, 13420, 13761, 13865, 18641; Ibnu Abi Syaibah: 3524; Abad bin Humaid: 1406; Abu Ya’la: 3720)

Kesimpulan

Syariat sutrah sama sekali bukan merupakan salah satu dari syarat salat. Syarat salat itu terkait kewaibannya adalah Islam, baligh, berakal dan suci dari haid atau nifas.

Sedangkan terkait dengan sahnya shalat adalah kesucian pakaian, badan dan tempat dari najis, menutup aurat, masuknya waktu, dan menghadap kiblat.

Perintah mengambil sutrah, fungsinya agar tidak dilintasi seseorang, maka jika aman dari perlintasan, tentunya tidak menjadi masalah baginya shalat tanpa sutrah.

Adanya fungsi sutrah yang katanya bukan hanya agar tidak dilintasi manusia, namun juga tidak dilintasi oleh setan, maka yakinilah walaupun seseorang telah mengambil sutrah, tidak henti-hentinya setan tetap datang dan mengganggunya. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini