Eco-Bhinneka sebagai Contoh Persatuan Antarumat Beragama
Abdul Mu'ti (dua dari kanan) di forum Internasional Sant’Egidio bertajuk “The Art of Living Together in A Shattered World”, di Berlin, Jerman, foto: ist
UM Surabaya

Meski memiliki perbedaan konsep teologis, setiap agama memiliki irisan dalam memandang kebaikan.

Alquran bahkan menganjurkan umat Islam untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat).

Aspek muamalah inilah yang dipahami oleh Muhammadiyah untuk menjalin kerja sama, bahkan kesatuan aksi dengan berbagai kelompok agama dan keyakinan berbeda di berbagai tempat.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti menyebut hal ini sebagai pluralisme positif.

Di Filipina, Muhammadiyah sukses menjalankan misi kemanusiaan bersama Komunitas Katolik Sant’Egidio. Pasca Tsunami Aceh tahun 2004, Muhammadiyah bersama enam organisasi non pemerintah (NGO) mendirikan forum aksi kemanusiaan lintas agama bernama Humanitarian Forum Indonesia.

“Kami mengajak orang-orang dari berbagai agama untuk bekerja sama di lapangan karena kemiskinan dan buta huruf itu tidak memiliki agama. Maka tanggung jawab kita sebagai umat beragama untuk bahu membahu membantu mereka,” ungkap Abdul Mu’ti dalam Forum Internasional Sant’Egidio bertajuk “The Art of Living Together in A Shattered World”, di Berlin, Jerman, Selasa (12/9/2023).

Kata Mu’ti, irisan ajaran agama dalam memandang kebaikan itulah yang sebaiknya terus dielaborasi untuk membuat kerja bersama di lapangan.

Aspek ini, terang dia, lebih produktif untuk membuat umat beragama saling menghormati perbedaan yang ada sekaligus merekat persatuan di antara mereka.

“Jadi menurut pengalaman saya, dialog dalam tindakan dibandingkan dengan dialog dan pernyataan itu lebih positif dalam kaitannya membangun perdamaian, harmoni dan hidup bersama secara damai,” ujarnya.

Komitmen Muhammadiyah merekat persatuan antarumat beragama secara otentik ini, terang Mu’ti, juga dikembangkan dalam program melawan krisis iklim lewat komunitas bernama Eco-Bhinneka.

Komunitas ini kata dia menghimpun generasi muda dari berbagai agama untuk mengamalkan ajaran agamanya masing-masing dalam upaya melestarikan lingkungan.

“Saya kira pluralisme positif ini menjadi salah satu kunci agar orang-orang dari berbagai agama bisa bekerja sama dan agama bisa menjadi satu kesatuan. Mengajarkan kita memiliki kegagalan yang sama yang memanggil kita untuk bekerja sama menyelamatkan dunia dan juga menciptakan perdamaian di bumi kita,” tutur Mu’ti. (afn/ded)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini