Pendidikan Holistik-Integratif di Muhammadiyah untuk Tugas Kekhalifahan Manusia
Irwan Akib
UM Surabaya

Pendidikan secara holistik dan integratif merupakan usaha untuk membangun manusia yang sukses dalam mengemban kewajibannya sebagai khalifah di bumi ini.

Pandangan disampaikan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Irwan Akib dalam Pembukaan Capacity Building yang diselenggarakan Majelis Dikdasmen PNF PP Muhammadiyah, Selasa (17/10/2023).

Menurut dia, pendidikan holistik dan integratif dasarnya telah diletakkan oleh Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan.

“Pendidikan yang dicitakan oleh Kiai Dahlan tidak membangun fisik dan intelektualisme semata. Tetapi juga jiwanya, sifatnya, karakternya, tetapi juga kemampuan fisiknya untuk bekerja dan seterusnya. Jadi betul-betul kita melihatnya secara utuh,” tutur Irwan.

Termasuk nilai tauhid di pendidikan Muhammadiyah, kata Irwan, tidak sekadar mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Tetapi tauhid bagi pendidikan Muhammadiyah juga harus implementatif pada setiap aspek kehidupan.

Paradigma tauhid tersebut, imbuh Irwan, melahirkan sosok manusia yang welas asih. Pemahaman tentang tauhid tersebut oleh Muhammadiyah juga melahirkan gerakan sosial kemasyarakatan, seperti teologi Al Ma’un.

Mengutip Prof Zamroni, Irwan menyebutkan setidaknya pendidikan Muhammadiyah mengandung tiga sisi transformasi, yaitu transformasi ideologi, teori, dan transformasi kebijakan.

“Pada sisi transformasi ideologi, nilai-nilai dan pandangan Islam Berkemajuan merupakan landasan gerakan. Bahwa Agama Islam dalam bingkai pandangan Muhammadiyah merupakan agama yang memiliki aspek purifikasi dan dinamisasi,” jelasnya.

Pada sisi transformasi ideologi ini, imbuh dia, harus membekali anak-anak kita bagaimana mereka mampu memperkuat nilai-nilai tauhid di dalam dirinya, sekaligus juga menjadi rahmatan lil alamin.

“Bukan Islam yang ekstrem kiri, dan juga bukan yang ekstrem kanan,” sebut Irwan, mengingatkan.

Selanjutnya, pada sisi transformasi teori merupakan aspek penguat bahwa pendidikan Muhammadiyah tidak cenderung pada sisi intelektual semata. Melainkan teori yang didapatkan harus implementatif pada akal, sifat, sikap, etika, moral, dan tindakan.

Termasuk dalam menghargai dan memahami perbedaan, peserta didik di sekolah-sekolah Muhammadiyah sudah mulai dikenalkan tentang perbedaan. Sebab perbedaan yang mereka alami di sekolah merupakan miniatur masyarakat Indonesia yang plural dan majemuk.

Kemudian pada sisi transformasi kebijakan, sekolah Muhammadiyah seyogyanya memiliki kebijakan yang fleksibel dan akuntabel. Kebijakan yang fleksibel diharapkan supaya sekolah Muhammadiyah bisa survive terhadap tantangan yang ada di masa-masa mendatang. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini