Aktivis Pendidikan Tamansiswa Dukung Kembalinya Sistem Penjurusan di SMA

Aktivis Pendidikan Tamansiswa Dukung Kembalinya Sistem Penjurusan di SMA

Rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, untuk menghidupkan kembali sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mulai tahun ajaran 2025/2026 mendapat dukungan dari aktivis dan praktisi pendidikan Tamansiswa, Darmaningtyas.

Menurut Darmaningtyas, kebijakan ini merupakan langkah realistis di tengah berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini, seperti keterbatasan guru ASN, tuntutan jam mengajar minimal 24 jam per minggu untuk tunjangan profesi guru, terbatasnya sarana dan prasarana, serta pertimbangan linieritas dalam melanjutkan studi ke perguruan tinggi.

“Sistem penjurusan di SMA justru memiliki banyak sisi positif dibandingkan tanpa penjurusan,” ujarnya.

Empat Alasan Kuat Mendukung Penjurusan

1. Membantu Fokus Persiapan ke Perguruan Tinggi
Penjurusan memungkinkan siswa fokus pada bidang studi yang akan mereka tekuni di perguruan tinggi. Misalnya, siswa yang tertarik pada jurusan teknik bisa memperdalam fisika dan matematika sejak dini.

2. Sesuai Bakat dan Minat Siswa
Sejak awal, siswa dapat memilih program studi sesuai kemampuan dan minatnya. Hal ini membuat proses belajar lebih terarah dan menyenangkan. Siswa yang berminat pada bidang sastra, misalnya, bisa memilih jurusan Bahasa tanpa harus belajar materi IPA secara mendalam.

3. Mempermudah Tata Kelola Sekolah
Sekolah lebih mudah menyusun jadwal pembelajaran karena kebutuhan guru per mata pelajaran sudah terpetakan. Ini juga membantu pemerintah dalam merancang kebutuhan guru secara lebih akurat.

4. Efisiensi Infrastruktur
Dengan sistem penjurusan, sekolah bisa lebih tepat dalam merencanakan kebutuhan ruang kelas, laboratorium IPA, IPS, maupun Bahasa. Segalanya bisa dihitung sejak awal, sehingga efisiensi anggaran dan pembangunan bisa tercapai.

Darmaningtyas menambahkan bahwa kembali ke sistem penjurusan bukanlah sebuah kemunduran. Ia menyebut kebijakan peminatan sebelumnya masih dalam tahap uji coba dan ternyata tidak menunjukkan hasil yang memuaskan di lapangan.

“Kembali ke penjurusan itu bukan dosa. Justru ini solusi praktis di tengah berbagai keterbatasan yang ada,” tegasnya. (*/tim)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *