Dalam upaya menciptakan pendidikan yang lebih inklusif, Muhammadiyah melalui Lazismu menghadirkan Beasiswa Sang Surya, sebuah program bantuan pendidikan yang tidak membedakan latar belakang agama. Beasiswa ini bertujuan memberikan kesempatan belajar bagi siapa saja yang memiliki semangat untuk melanjutkan pendidikan, baik Muslim maupun non-Muslim.
Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani PWM Jawa Tengah Hammam Sanadi, mengisahkan bahwa beasiswa ini pertama kali diterapkan pada tahun 2023. Kala itu, beberapa siswa dari Sekolah Indonesia Kota Kinabalu ingin melanjutkan studi mereka ke Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga.
Untuk membantu mereka, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga menyediakan fasilitas tempat tinggal di Muhammadiyah Boarding School (MBS) yang berdekatan dengan SMA Muhammadiyah. Awalnya, terdapat 25 siswa yang mendapatkan dukungan ini.
Namun, dua di antaranya diterima di Universitas Sebelas Maret (UNS), sementara sisanya tetap melanjutkan pendidikan di UIN Salatiga dan tinggal di asrama MBS.
Skema beasiswa ini dirancang sebagai solusi bagi para siswa yang masih menunggu pencairan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Dalam periode tersebut, LazisMu memberikan bantuan berupa kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan keperluan sehari-hari.
“Selama KIP belum turun, mereka mendapatkan dukungan penuh dari Beasiswa Sang Surya, sehingga bisa tetap fokus belajar tanpa khawatir dengan biaya hidup,” jelas Hammam, yang juga merupakan dosen di UIN Salatiga.
Menurutnya, saat ini terdapat dua kategori penerima utama Beasiswa Sang Surya. Pertama, siswa yang bersekolah di SMA dan SMK Muhammadiyah Kota Salatiga. Kedua, mahasiswa UIN Salatiga yang tinggal di Muhammadiyah Boarding School Salatiga.
“Untuk mahasiswa, jumlah penerima saat ini ada sekitar 21 orang, dengan 16 di antaranya Muslim dan 5 lainnya non-Muslim,” tambah Hammam.
Beasiswa ini terbuka untuk umum, tetapi LazisMu memprioritaskan mereka yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi sulit.
Hal ini mencakup anak-anak dari keluarga broken home serta putra-putri pekerja migran yang ingin kembali ke Indonesia untuk mengenyam pendidikan.
Banyak dari mereka berasal dari Community Learning Center (CLC), Sekolah Indonesia Selangor, dan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu. Mereka memiliki keinginan besar untuk melanjutkan studi di Indonesia, tetapi terkendala oleh keterbatasan finansial.
“Muhammadiyah berusaha membantu sebisa mungkin, tetapi sebagai organisasi masyarakat, kami juga memiliki keterbatasan anggaran,” ungkap Hammam.
Saat ini, Muhammadiyah hanya mampu memberikan beasiswa kepada sekitar 20-30 mahasiswa setiap tahun, khususnya bagi putra-putri pekerja migran Indonesia di Malaysia.
“Masih banyak yang membutuhkan, tetapi anggaran yang tersedia belum cukup untuk menjangkau lebih banyak penerima,” pungkasnya.
Meskipun begitu, Beasiswa Sang Surya tetap menjadi cahaya harapan bagi mereka yang ingin mengubah nasib melalui pendidikan.
Program ini bukan sekadar bantuan finansial, tetapi juga bukti nyata komitmen Muhammadiyah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa sekat agama dan latar belakang sosial. (wh)