Aisyiyah turut berpartisipasi dalam Forum Asia-Pacific Forum on Sustainable Development (APFSD) ke-12 yang diselenggarakan oleh Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP), sebuah lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani isu-isu ekonomi dan sosial di kawasan Asia Pasifik.
Acara ini berlangsung di Pusat Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCC) di Bangkok, Thailand, pada 25 Februari 2025.
Dalam forum tersebut, Aisyiyah diwakili oleh Tri Hastuti Nur Rochimah, Koordinator Program INKLUSI Aisyiyah yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah. Ia menjadi salah satu pembicara dalam sesi diskusi bertajuk “Multi Stakeholder Partnerships to Achieve Economic Resilience for Women and People with Disabilities.”
Tri menyampaikan bahwa partisipasi dalam forum ini merupakan kesempatan berharga bagi Aisyiyah untuk memperluas jangkauan program dan berbagi pengalaman terkait praktik baik dalam pemberdayaan penyandang disabilitas, khususnya dalam bidang ketenagakerjaan.
“Forum ini menjadi wadah bagi Aisyiyah untuk berbagi pengalaman dalam program pendampingan yang telah dilakukan, sekaligus belajar dari inisiatif serupa yang diterapkan di berbagai negara di Asia Pasifik,” ujarnya.
Salah satu fokus utama yang disampaikan Aisyiyah adalah upaya membuka akses kerja yang lebih inklusif bagi penyandang disabilitas melalui Program INKLUSI.
Menurut Tri, masih terdapat tantangan besar dalam ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas, salah satunya adalah stigma negatif yang menghambat mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Banyak masyarakat dan pemberi kerja yang masih beranggapan bahwa penyandang disabilitas memiliki keterbatasan dalam keterampilan dan produktivitas, sehingga mereka kerap diabaikan dalam proses rekrutmen.
Selain itu, Tri juga menyoroti permasalahan dalam sistem pendidikan, terutama di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ia menjelaskan bahwa meskipun sekolah-sekolah ini memberikan pelatihan keterampilan teknis atau hard skill kepada para siswa, mereka masih kurang dibekali dengan soft skill yang sangat penting untuk memasuki dunia kerja.
“Sebagian besar kurikulum masih lebih banyak berfokus pada keterampilan teknis. Padahal, keterampilan lunak seperti komunikasi, manajemen waktu, dan kerja sama tim sangat diperlukan untuk membantu mereka beradaptasi di lingkungan kerja formal,” tambahnya.
Lebih lanjut, Tri juga mengungkapkan bahwa meskipun telah ada regulasi yang mengatur kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, implementasinya masih menghadapi kendala. Baik di sektor publik maupun swasta, belum banyak perusahaan yang secara aktif merekrut tenaga kerja disabilitas sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“Pemerintah dan sektor swasta masih perlu didorong untuk benar-benar menerapkan kebijakan inklusi dalam ketenagakerjaan,” ujarnya.
Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, Aisyiyah mengambil langkah kolaboratif dengan berbagai pihak. Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah menggandeng SLB yang berada di bawah naungan Aisyiyah guna memberikan pelatihan kepada guru-guru agar mereka mampu mengajarkan soft skill kesiapan kerja kepada para siswa dan alumninya. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapan penyandang disabilitas dalam memasuki dunia kerja.
Selain itu, Aisyiyah juga bekerja sama dengan Dinas Ketenagakerjaan setempat serta melakukan advokasi kepada dunia industri dan dunia kerja (IDUKA). Kolaborasi ini bertujuan untuk memperkuat komitmen para pemberi kerja dalam membuka akses kerja bagi penyandang disabilitas.
“Kami mendorong perusahaan untuk memberikan kesempatan magang kepada penyandang disabilitas sebagai langkah awal dalam membuktikan kompetensi mereka di dunia kerja. Dari program magang ini, banyak yang akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bekerja secara permanen,” kata Tri.
Meski telah banyak upaya yang dilakukan, Tri menyadari bahwa masih terdapat tantangan besar dalam mewujudkan kesempatan kerja yang lebih inklusif. Ia menekankan bahwa tidak hanya akses pekerjaan yang perlu diperhatikan, tetapi juga lingkungan kerja yang harus inklusif.
“Kita harus memastikan bahwa tempat kerja dan rekan kerja dapat menerima dan mendukung penyandang disabilitas dengan baik, serta menciptakan sistem yang berkelanjutan untuk memastikan mereka dapat bertahan dalam pekerjaannya,” tuturnya.
Dalam forum ini, hadir pula Muksin, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Garut, sebagai salah satu narasumber. Ia membagikan pengalaman tentang peran pemerintah daerah dalam mendorong ketenagakerjaan inklusif.
Menurutnya, Pemda Garut telah mengambil langkah proaktif dengan mendirikan Unit Layanan Disabilitas (ULD) di bidang ketenagakerjaan, yang selama ini banyak bekerja sama dengan Aisyiyah dalam memberikan dukungan kepada para penyandang disabilitas agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak.
Sementara itu, Amich Alhumami, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan di Kementerian PPN/Bappenas, juga memberikan apresiasi terhadap inisiatif Aisyiyah. Ia menilai bahwa program pendampingan yang dilakukan oleh Aisyiyah menjadi contoh nyata bagaimana organisasi masyarakat dapat berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih inklusif.
“Keterlibatan Aisyiyah dalam pemberdayaan penyandang disabilitas, terutama dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah dan sektor swasta, menunjukkan bahwa inklusi sosial dan ekonomi dapat diwujudkan dengan kerja sama yang solid,” ungkapnya.
Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, Aisyiyah terus berkomitmen untuk memperluas program pendampingan bagi penyandang disabilitas agar mereka dapat memperoleh hak yang sama dalam ketenagakerjaan.
Melalui forum internasional seperti APFSD, Aisyiyah berharap dapat terus belajar dari berbagai praktik baik di negara lain serta menjalin lebih banyak kerja sama guna menciptakan lingkungan kerja yang semakin inklusif bagi semua orang, tanpa terkecuali. (*/tim)