Haedar Nashir: Syawalan Muhammadiyah Bukan Sekadar Tradisi, tapi Transformasi

Haedar Nashir: Syawalan Muhammadiyah Bukan Sekadar Tradisi, tapi Transformasi

Momentum Syawalan 1446 Hijriah yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan menjadi peristiwa yang tak hanya menyatukan hati dalam semangat silaturahmi, tetapi juga mengukir sejarah baru dalam perjalanan dakwah Muhammadiyah di kawasan timur Indonesia.

Bertempat di halaman Gedung Dakwah Muhammadiyah Tamalanrea, Makassar, acara ini berlangsung khidmat dengan nuansa penuh semangat kebersamaan dan optimisme masa depan.

Ribuan kader Muhammadiyah dari berbagai penjuru Sulawesi Selatan hadir memadati lokasi acara, bergabung dengan tokoh-tokoh lintas profesi, para pimpinan ormas Islam, serta civitas akademika dari sejumlah perguruan tinggi. Atmosfer kehangatan dan semangat kolaborasi begitu terasa sejak awal hingga akhir acara.

Syawalan ini kian bermakna dengan kehadiran Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, yang datang langsung dari Yogyakarta bersama Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Hj. Norjannah Djohantini, serta sejumlah pimpinan pusat lainnya.

Kedatangan mereka menjadi suntikan moral bagi kader-kader di daerah, sekaligus penanda penting bahwa Sulawesi Selatan tengah menapaki fase baru dalam kontribusinya terhadap gerakan Muhammadiyah secara nasional.

Dalam sambutannya, Haedar menyampaikan apresiasi luar biasa terhadap penyelenggaraan Syawalan ini. Ia mengaku belum pernah menghadiri Syawalan yang sekaligus menjadi ajang pencanangan proyek besar pembangunan gedung 13 lantai.

“Ini luar biasa. Syawalan yang bukan hanya merayakan silaturahmi, tetapi juga mencanangkan visi besar pembangunan. Saya bangga dan terharu. Ini salah satu Syawalan paling membanggakan yang pernah saya hadiri,” tutur Haedar.

Dia juga menyoroti semangat kemandirian finansial warga Muhammadiyah Sulsel yang menurutnya patut menjadi contoh.

Haedar menjelaskan bahwa Pimpinan Pusat Muhammadiyah hanya memberikan subsidi pada wilayah-wilayah yang masih terpencil dan berkembang, sementara PWM seperti Sulawesi Selatan tumbuh dan berkembang dari kekuatan internal dan solidaritas kadernya.

“Kemandirian seperti ini adalah kekuatan sejati Muhammadiyah. Di sinilah letak daya tahan dan kemajuan kita,” tegasnya.

Tak hanya berbicara soal pembangunan fisik, Haedar juga menyampaikan pesan spiritual yang mendalam. Ia menekankan bahwa Syawalan pasca-Ramadan hendaknya dimaknai sebagai sarana untuk merefleksikan nilai-nilai takwa yang diperoleh selama bulan puasa.

Menurutnya, puasa bukan sekadar ritual, tetapi latihan menahan amarah, menumbuhkan kepedulian sosial, dan memperkuat hubungan antar sesama.

“Ketakwaan itu buah dari proses yang panjang. Puasa mengajarkan kita untuk berdisiplin, berempati, dan peduli. Itulah modal spiritual untuk membangun masyarakat yang berkemajuan,” ujarnya penuh makna.

Ketua PWM Sulawesi Selatan Prof. Ambo Asse dalam sambutannya mengungkapkan rasa syukur yang mendalam atas suksesnya penyelenggaraan Syawalan tahun ini.

Dia menegaskan bahwa acara ini bukan sekadar seremoni tahunan pasca-Ramadhan, tetapi juga menjadi momentum strategis untuk konsolidasi dakwah dan penguatan peran Muhammadiyah dalam pembangunan umat, bangsa, dan peradaban.

“Saya bersyukur melihat semangat luar biasa warga Muhammadiyah. Ini menunjukkan bahwa spirit keikhlasan dan kebersamaan masih menjadi energi utama dalam gerakan kita,” ujar Ambo.

Di tengah suasana syukur itu, Ambo juga menyampaikan kabar gembira mengenai rencana pembangunan Gedung Pengembangan Sumber Daya Manusia Muhammadiyah setinggi 13 lantai.

Proyek monumental yang diperkirakan menelan anggaran lebih dari Rp70 miliar ini ditargetkan rampung dalam waktu dua tahun ke depan.

Meskipun dana yang tersedia belum mencukupi, Ambo meyakini bahwa dengan semangat gotong royong dan solidaritas warga Muhammadiyah Sulsel, mimpi besar ini akan menjadi kenyataan. (*/wh)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *