Idulfitri di Maroko: Tradisi Unik dan Perbedaan Mencolok dengan Indonesia

Idulfitri di Maroko: Tradisi Unik dan Perbedaan Mencolok dengan Indonesia

Setiap negara memiliki cara tersendiri dalam merayakan hari besar keagamaan, termasuk Idulfitri. Maroko, negara yang terletak di Afrika Utara ini, memiliki tradisi yang cukup unik dalam merayakan Idulfitri, yang ternyata berbeda dengan cara masyarakat Indonesia merayakannya.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Maroko, Jundi Abdurrahman, dalam sebuah wawancara eksklusif yang dilakukan menjelang Idulfitri seperti dilansir di laman resmi Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pada Rabu (26/3).

Jundi menjelaskan bahwa dalam budaya masyarakat Maroko, perayaan Iduladha justru lebih meriah dibandingkan dengan Idulfitri. Hal ini menjadi perbedaan yang cukup mencolok antara Maroko dan Indonesia.

“Kalau di Indonesia, kita terbiasa melihat bahwa Idulfitri dirayakan dengan sangat meriah, sementara Iduladha lebih sederhana. Namun, di Maroko keadaannya justru berbanding terbalik. Iduladha dirayakan dengan lebih besar dan persiapan yang lebih matang dibandingkan dengan Idulfitri,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa menjelang Iduladha, masyarakat Maroko mulai melakukan persiapan jauh-jauh hari.

Mereka mulai menstok bahan makanan sekitar dua minggu sebelum hari raya, karena mendekati Iduladha, banyak pasar dan toko yang tutup. Sebaliknya, saat Idulfitri, meskipun tetap ada perayaan, namun skalanya jauh lebih kecil dan lebih bersifat seremonial dibandingkan dengan Iduladha.

“Di Indonesia, menjelang Idulfitri kita sering melihat pasar dan pusat perbelanjaan mulai ditutup, sedangkan di Iduladha masih banyak yang buka. Namun, di Maroko justru sebaliknya. Kami mempersiapkan Iduladha dengan sangat matang, dan mendekati hari raya, toko-toko serta pasar sudah mulai tutup,” jelasnya.

Bagi masyarakat Indonesia yang tinggal di Maroko, khususnya para mahasiswa, perayaan Idulfitri tetap menjadi momen yang spesial. Biasanya, mereka berkumpul di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berlokasi di Rabat untuk bersama-sama merayakan hari kemenangan tersebut.

“Para mahasiswa Indonesia di Maroko, yang tersebar di berbagai kota, biasanya datang ke KBRI Rabat untuk merayakan Idulfitri bersama. Contohnya saya yang tinggal di Casablanca, harus menempuh perjalanan sekitar satu jam menggunakan kereta untuk mencapai KBRI,” kata Jundi.

Peran KBRI dalam memfasilitasi perayaan Idulfitri bagi WNI di Maroko sangatlah penting. Setiap tahunnya, KBRI menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk mempererat silaturahmi antar sesama WNI. Salah satu kegiatan utama dalam perayaan Idulfitri adalah salat Id yang dilaksanakan di KBRI.

Selain itu, setelah salat Id, diadakan acara ramah tamah dengan menyajikan berbagai hidangan khas Indonesia yang mengobati rasa rindu para perantau terhadap kampung halaman.

“Biasanya ada dua agenda utama dalam perayaan Idulfitri di KBRI. Yang pertama adalah pelaksanaan salat Id, di mana imam dan bilalnya sering kali berasal dari perwakilan PCIM atau PCINU. Setelah itu, dilanjutkan dengan acara silaturahmi dan ramah tamah yang diisi dengan berbagai makanan khas Indonesia,” paparnya.

Meskipun Idulfitri di Maroko tidak semeriah Iduladha, bukan berarti masyarakat setempat tidak memiliki tradisi khas dalam perayaannya. Beberapa kebiasaan yang dilakukan masyarakat Maroko dalam menyambut Idulfitri ternyata memiliki kesamaan dengan tradisi di Indonesia.

“Meskipun tidak terlalu meriah, masyarakat Maroko tetap memiliki tradisi khusus dalam menyambut Idulfitri. Sama seperti di Indonesia, mereka akan mengenakan pakaian baru untuk salat Idulfitri dan melakukan kunjungan ke sanak saudara untuk bersilaturahmi. Yang unik, para perempuan di Maroko juga akan mengenakan henna di tangan mereka sebagai bagian dari perayaan Idulfitri,” jelas Jundi.

Selain itu, salah satu tradisi lain yang menarik perhatian adalah kebiasaan mudik di Maroko. Di Indonesia, mudik sudah menjadi budaya yang sangat kuat, di mana hampir semua orang berusaha untuk pulang ke kampung halaman dan berkumpul dengan keluarga di hari raya. Namun, di Maroko, tradisi mudik memiliki pola yang sedikit berbeda.

“Saya pernah bertanya kepada beberapa teman di Maroko mengenai tradisi mudik di negara ini. Ternyata, mereka hanya akan pulang ke kampung halaman jika masih memiliki orang tua yang tinggal di sana. Jika orang tua mereka sudah tiada, biasanya mereka tidak mudik dan memilih untuk tetap tinggal di tempat mereka saat ini. Mereka tetap bersilaturahmi, namun lebih sering melalui telepon atau media komunikasi lainnya,” ungkapnya.

Hal ini tentu menjadi perbedaan menarik yang mencerminkan bagaimana budaya dan kebiasaan masyarakat di berbagai negara memiliki ciri khas masing-masing dalam merayakan hari besar keagamaan.

Dengan segala perbedaan dan keunikannya, Idulfitri tetap menjadi momen yang istimewa bagi masyarakat Muslim di Maroko. Meskipun tidak semeriah Iduladha, masyarakat tetap merayakannya dengan tradisi khas mereka, seperti mengenakan pakaian baru, bersilaturahmi, dan perempuan yang mengenakan henna.

Bagi WNI yang tinggal di Maroko, perayaan Idulfitri tetap terasa hangat berkat keberadaan KBRI yang menjadi tempat berkumpul dan bersilaturahmi. Mahasiswa dan masyarakat Indonesia di sana dapat merasakan suasana lebaran meskipun jauh dari tanah air.

Dengan berbagai perbedaan yang ada, perayaan Idulfitri di Maroko tetap menjadi momen yang dinantikan dan memiliki makna tersendiri, baik bagi masyarakat setempat maupun bagi komunitas WNI yang menetap di negeri tersebut. (wh)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *