Mukaddimah
الحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَى الْمُتَّقِيْنَ الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ وَفَضَّلَهُمْ بِالْفَوْزِ الْعَظِيْمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا أَفْضَلُ الْمُرْسَلِيْنَ، اللّهُمَّ فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ذِي الْقَلْبِ الْحَلِيْمِ وَآلِهِ الْمَحْبُوْبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ الْمَمْدُوْحِيْنَ وَمَنْ تَبِعَ سُنَّتَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَبَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
فَقَالَ الله تَعَالىٰ :يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱبْتَغُوٓا۟ إِلَيْهِ ٱلْوَسِيلَةَ وَجَٰهِدُوا۟ فِى سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَاِللهِ الْحَمْدُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah
Pantas kita panjatkan puji Syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan kita hidayah dan petunjuk terbaik sehingga kita bisa berkumpul untuk menjalankan ibadah di hadapan-Nya pada hari yang penuh berkah ini. Selawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam, yang telah menjadi suri teladan bagi umat manusia.
اللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
Kaum muslimin dan muslimat yang di rahmati Allah SWT
إنما تنقض عرى الإسلام عروة عروة إذا نشأ في الإسلام من لا يعرف الجاهلية
“Sesungguhnya ikatan Islam akan terurai satu per satu apabila dalam Islam muncul orang yang tidak mengenal (keadaan) jahiliyah.” (Umar bin Khaththab)
Perkataan ini mengandung pesan bahwa memahami kondisi jahiliyah sebelum Islam datang, sangat penting agar kaum muslimin dapat menjaga ajaran Islam dengan baik. Bila tidak mengenalnya, umat Islam justru akan mengulang tradisi Jahiliyah yang berujung pada keterbelakangan dan kebinasaan.
Tradisi Jahiliyah
Mengenal Jahiliyah merupakan pondasi untuk memperkuat keislaman seseorang. Rasulullah terus berjuang mengikisnya. Masyarakat Quraisy memiliki beberapa tradisi yang dipandang buruk, sehingga bertentangan dengan ajaran Islam memeranginya. Berikut beberapa contoh praktek tersebut.
Pertama, mengubur anak perempuan hidup-hidup. Masyarakat Quraisy memiliki kebiasaan mengubur anak perempuan hidup-hidup karena mereka menganggap bahwa anak perempuan adalah aib bagi keluarga. Keberadaan anak perempuan hanya menjadi beban dan tidak memberi manfaat besar. Al-Qur’an menjelaskan hal itu sebagaimana firman-Nya:
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ
“Dan apabila anak perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh?” (QS. Al-Takwir: 8-9)
Kedua, membuat berhala dan menyembahnya. Masyarakat Quraisy memiliki kebiasaan membuat berhala dan menyembahnya, seperti berhala Hubal, Lata, Uzza. Hal ini sebagaimana terjadi kaum Nabi Nuh yang menyembah berhala-berhala. Hal ini dinarasikan A-Qur’an sebagaimana firman-Nya:
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا صُوَعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata: ‘Janganlah kamu meninggalkan tuhan-tuhan kamu, dan janganlah kamu meninggalkan Wadd, dan janganlah kamu meninggalkan Suwa’, dan janganlah kamu meninggalkan Yaguts, dan Yauq, dan Nasr’.” (QS. Nuh: 23)
Para pembesar dan pemuka kaumnya justru menjadi pemback up tradisi penyembahan kepada para berhala yang tidak lain adalah orang-orang saleh. Mereka orang-orang memiliki perilaku dan sifat mulia, yang ingin diabadikan untuk dijadikan sebagai contoh bagi generasi berikutnya.
Ketiga, menghina dan memperlakukan buruk orang-orang miskin dan lemah. Masyarakat Quraisy memiliki kebiasaan buruk dengan menghina dan memperlakukan buruk orang-orang miskin dan lemah. Meeka dijadikan budak dan diperlukan seperti barang dagangan. Oleh karenanya, ketika orang lemah itu beriman kepada ajaran Rasulullah, maka mereka menghinanya. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ ءَامِنُواْ كَمَآ ءَامَنَ ٱلنَّاسُ قَالُوٓاْ أَنُؤۡمِنُ كَمَآ ءَامَنَ ٱلسُّفَهَآءُ ۗ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلسُّفَهَآءُ وَلَٰكِن لَّا يَعۡلَمُونَ
“Apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman”, mereka menjawab, “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu.” (QS. Al-Baqarah : 13)
Keempat, mengawini perempuan bersaudara. Masyarakat Quraisy memiliki kebiasaan anak laki-laki mengawini istri-istri dari bapak-bapak mereka yang meninggal atau mengawini satu perempuan bersaudara. Hal ini dilarang dalam Islam. Hal ini sebagaimana firman-Nya :
حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمۡ أُمَّهَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُمۡ وَعَمَّٰتُكُمۡ وَخَٰلَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُ ٱلۡأَخِ وَبَنَاتُ ٱلۡأُخۡتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِيٓ أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمۡ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِي دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمۡ تَكُونُواْ دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ وَحَلَٰٓئِلُ أَبۡنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنۡ أَصۡلَٰبِكُمۡ وَأَن تَجۡمَعُواْ بَيۡنَ ٱلۡأُخۡتَيۡنِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورٗا رَّحِيمٗا
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (QS. An-Nisā : 23)
Dengan demikian, Nabi Muhammad saw memerangi praktek-praktek tersebut dengan menyampaikan petunjuk Allah dan mengajak mereka untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kekokohan Tauhid
Untuk memerangi tradisi jahiliyah yang sudah berakar kuat, maka Nabi Muhammad menanamkan tauhid secara istiqamah. Dengan tauhid yang akokoh akan tergerak untuk melakukan berbagai amal ibadah secara sukarela. Dikatakan sukarela karena amalan itu karena keluar dari dalam individu tanpa ada paksaaan atau tekanan dari luar.
Kekokohan tauhid akan melahirkan berbagai kebaikan yang akan melahirkan peradaban besar. Al-Qur’an memberi penjelasan bahwa amal yang produktif tanpa henti tidak mungkin tanpa tauhid yang kokoh. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِ ۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ ۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji; dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah : 177)
Dalam Islam, kebaikan akan disebut kebaikan bilamana berakar dari beriman kepada hal-hal ghaib. Dengan percaya kepada yang ghaib akan lahir berbagai amal ibadah yang mengokohkan kehidupan sosial. Percaya kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, akan melahirkan ibadah sosial.
Tauhid yang kokoh akan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya.
Mereka tidak lupa mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji; dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itu disifati Allah sebagai orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Sebagai hamba yang kokoh imannya, maka mereka tegas dalam menegakkan hukum Allah. Penegakan hukum merupakan bagian dari kecintaan sekaligus kekokohan tauhid seorang hamba kepada Tuhannya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِصَاصُ فِي ٱلۡقَتۡلَى ۖ ٱلۡحُرُّ بِٱلۡحُرِّ وَٱلۡعَبۡدُ بِٱلۡعَبۡدِ وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰ ۚ فَمَنۡ عُفِيَ لَهُۥ مِنۡ أَخِيهِ شَيۡءٞ فَٱتِّبَاعُۢ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَأَدَآءٌ إِلَيۡهِ بِإِحۡسَٰنٖ ۗ ذَٰلِكَ تَخۡفِيفٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَرَحۡمَةٞ ۗ فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٞ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu Qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. Al-Baqarah : 178)
Kokohnya tauhid hamba Allah akan menggerakkan dirinya untuk menerapkan hukum Allah di tengah masyarakatnya. Dengan menegakkan hukum bukan hanya menunjukkan kecintaannya pada Islam tetapi menunjukkan kecintaan pada masyarakatnya agar terhindar dari malapetaka yang jauh lebih besar bilamana mengabaikan hukum Islam. Ketika tidak meneggakkan hukum, maka sama saja mengurai pilar-pilar Islam sehingga sendi-sendi kehidupan menjadi rapuh. (*)
Surabaya, 1 Syawal 1446 – 31 Maret 2025