Khotbah Idulfitri: Merayakan Kemenangan, Menyehatkan Jiwa

Khotbah Idulfitri: Merayakan Kemenangan, Menyehatkan Jiwa
*) Oleh : Dr. dr. Sukadiono, MM
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا, وَالحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا, وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا, لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ اِلَّا اِيَّاهُ ,مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ, وَلَوْ كَرِهَ الكَافِرُوْنَ, لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ, صَدَقَ وَعْدَهُ, وَنَصَرَ عَبْدَهُ, وَهَزَمَ الاَحْزَابَ وَحْدَهُ, لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَر, اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Pada kesempatan khotbah Idulfitri 1446 H ini, izinkan saya mengurai tema penting dan aktual. Sebuah tema yang berusaha memotret kondisi masyarakat kita, yakni “Idulfitri dan Kesehatan Mental.” Tema ini sangat relevan dengan kondisi umat saat ini. Idulfitri bukan hanya perayaan spiritual, namun juga momentum sosial yang bisa kita maknai untuk memperkuat kesehatan jiwa.

Kesehatan mental adalah bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam tentang kesehatan holistik – sehat jasmani dan rohani. Nabi Muhammad saw bersabda: “Ingatlah bahwa dalam tubuh ada segumpal darah. Apabila ia baik, baiklah seluruh tubuh; dan apabila ia rusak, rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati” (HR. Bukhari & Muslim). Hadis ini mengingatkan bahwa kondisi batiniah dan mental kita sangat memengaruhi keseluruhan hidup kita.

Jamaah Idulfitri Rahimakumullah

Islam sejak awal menaruh perhatian besar pada kondisi psikologis umatnya. Al-Qur’an menggambarkan betapa iman dan zikir dapat menenteramkan jiwa: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang” (QS. Ar-Ra’d [13]: 28). Ayat tersebut menekankan dzikrullah sebagai sumber ketenangan batin di tengah kegelisahan hidup.

Nabi Muhammad saw sendiri mengajarkan doa agar dilindungi dari tekanan mental negatif: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa sedih dan gelisah, dari kelemahan dan kemalasan…” (HR. Abu Dawud). Doa tersebut menunjukkan bahwa kesedihan, kecemasan, stres adalah hal yang manusiawi dan Islam mengajarkan kita memohon pertolongan Allah untuk mengatasinya.

Idulfitri membawa semangat kembali ke fitrah, artinya kembali pada kesucian jiwa dan ketenangan hati setelah ditempa puasa. Di hari ini, kita disunnahkan untuk saling bermaafan, memulihkan hubungan sosial (silaturahim), dan berbagi kebahagiaan terutama kepada fakir miskin melalui zakat fitrah dan sedekah.

Tahukah kita? Semua amalan ini memiliki hikmah psikologis yang besar: memaafkan orang lain melegakan beban emosi dan menghilangkan dendam, silaturahim mengusir kesepian dan menguatkan dukungan sosial, sedekah menumbuhkan empati dan kebahagiaan batin baik bagi pemberi maupun penerima.

Rasulullah saw bersabda: “Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tirmidzi). Senyum dan kebaikan pada sesama di hari raya akan memupuk kegembiraan kolektif dan menyehatkan jiwa masyarakat.

Namun, di balik suka cita Idulfitri, kita tidak boleh menutup mata bahwa banyak saudara kita mungkin tampil bahagia, tapi di dalam jiwanya menyimpan kegalauan. Kesehatan mental adalah tantangan nyata umat hari ini. Untuk itu, marilah di sisa waktu khutbah ini kita renungkan berbagai aspek kesehatan mental dalam konteks kehidupan kita saat ini, meliputi dampak ekonomi, sosial, hingga pengaruh media sosial terhadap kesehatan jiwa kita.

Hadirin yang dimuliakan Allah SWT

Aspek ekonomi sangat mempengaruhi kondisi mental seseorang. Kondisi ekonomi yang sulit – seperti pengangguran, kemiskinan, atau himpitan utang – dapat menjadi stressors berat yang memicu kecemasan dan depresi.

Dalam Islam, kita diajarkan untuk bertawakal atas rezeki dari Allah dan selalu berikhtiar halal. Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung: pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang petang dalam keadaan kenyang” (HR. Tirmidzi).

Tawakal dan kerja keras adalah kunci, namun Islam juga memahami kelemahan manusia: ketika kesulitan ekonomi datang, iman kita diuji agar tetap sabar dan tidak berputus asa.

Data menunjukkan bahwa gangguan kesehatan mental bukan hanya masalah individu, tapi juga berdampak luas pada ekonomi masyarakat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa gangguan mental menimbulkan beban ekonomi global sekitar 1 triliun Dolar AS per tahun. Angka ini berasal dari hilangnya produktivitas kerja akibat depresi, kecemasan, serta biaya perawatan bagi penderita.

Bayangkan, produktivitas miliaran hari kerja hilang karena pekerja tidak bisa optimal akibat masalah psikologis. Di Indonesia sendiri, Kementerian Koordinator PMK mengungkapkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang memperkirakan kerugian ekonomi akibat gangguan jiwa di negeri kita mencapai Rp 20 triliun per tahun. Ini termasuk biaya pengobatan dan kehilangan produktivitas masyarakat. Sungguh dampak yang besar!

Selain dampak ekonomi makro, secara mikro kesulitan ekonomi rumah tangga menekan kesehatan mental keluarga. Survei pada masa pandemi COVID-19 lalu memberikan pelajaran berharga: tekanan ekonomi seperti kehilangan pekerjaan atau berkurangnya penghasilan memicu konflik rumah tangga dan bahkan perceraian. Banyak orang tua yang stress karena sulit memenuhi kebutuhan, sementara anak-anak merasakan kecemasan melihat orang tuanya kesulitan. Semua ini menunjukkan bahwa kestabilan ekonomi dan kesehatan mental saling terkait erat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *