إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ اللَّهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
وَقَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
Marilah kita tingkatkan Iman dan Takwa kepada Allah Swt. Kita tambah rasa syukur kita kepada Allah Swt. Salawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, kepada keluarganya dan sahabat-sahabatnya. Dan semoga kita termasuk umatnya yang mendapatkan syafaat kelak di Yaumul Qiyamah.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, manusia diciptakan Allah SWT dengan dibekali dua unsur jiwa, yaitu jiwa yang selalu mengajak kepada keburukan dan jiwa yang mengajak kepada kebaikan. Dalam kosmologi Islam, istilah jiwa populer disandingkan dengan konsep al-nafs sebagaimana jamak digunakan dalam al-Qur’an, hadits maupun literatur ulama klasik.
Menurut Buya Hamka, inti jiwa adalah kalbu. Kondisi kalbu sangat ditentukan oleh pertarungan antara hawa nafsu dan akal. Jika akal lebih dominan maka kalbu akan baik. Sebaliknya, bila hawa nafsu yang lebih dominan maka kalbu akan rusak. Nafsu merupakan ancaman besar bagi diri setiap manusia, karena nafsu senantiasa mengajak kepada segala bentuk keburukan.
Hawa nafsu adalah dalam diri manusia berfungsi sebagai motor penggerak. Hawa nafsu disebut sebagai daya ‘nafsani’ dan mengandung dua kekuatan negatif yaitu kekuatan al-gaḍabiyyah dan al-syahwaniyyah.
Al-gaḍab adalah daya yang memiliki potensi untuk menghindarkan diri dari segala hal yang membahayakan atau tidak nyaman. Al-syahwat adalah daya yang memiliki potensi untuk menginduksi diri dari segala sesuatu yang bersifat menyenangkan.
Al-gaḍabiyyah dan al-syahwaniyyah ini melahirkan sebuah prinsip kerja nafsu yaitu berorientasi pada insting hewaniyah dan kenikmatan rendah (pleasure principle). Untuk memenuhi insting tersebut, hawa nafsu akan berusaha menjauhkan jiwa dari ruh agar dapat diarahkan untuk mengaktualisasikan perilaku-perilaku menyimpang.
Di dalam Al-Qur’an nafs berulang kali disebutkan sebanyak 325 kali dengan variasi dan ragam perubahan kata. Nafs memiliki arti totalitas manusia secara keseluruhan atau dapat pula berarti perilaku manusia.
Al-Qur’an membagi nafs menjadi beberapa macam yaitu:
1) Nafs ‘Ammārah
Nafs ini mendorong orang untuk melakukan hal-hal yang kurang baik dan melakukan kejahatan sehingga cenderung melanggar aturan-aturan yang dilarang oleh Allah. Nafs ‘Ammārah disebut juga nafsu biologis yang mendorong manusia untuk melakukan pemuasan kebutuhan biologis. Orang dengan jiwa seperti ini tidak bisa membedakan yang baik dan yang buruk dan tidak bisa menimbang antara manfaat dan mafsadah.
Firman Allah dalam surat Yusuf ayat 53:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53).
Terdapat beberapa sifat khas dari pemilik nafsu ini yaitu penentang, pemarah, pendendam, kejam, sombong, pendengki, iri hati, tamak, ingkar dan munafik. Karena sifat-sifat buruk inilah mengapa nafsu ini disebut nafs ‘ammārah karena ia adalah pusat dari segala kesesatan dan kejahatan yang mendorong pemiliknya untuk memuaskan keinginan-keinginan rendah yang bersifat negatif.
2) Nafs Lawwāmah
Orang dengan nafs jenis ini penuh dengan rasa insyaf dan menyesal karena sudah melakukan suatu pelanggaran sehingga ia tidak berani melakukan maksiat secara terang-terangan. Sekalipun ia terkadang berbuat maksiat, namun ia masih berharap agar kejahatannya tidak terulang. Nafs jenis ini terdapat dalam Al-Qur’an surat al-Qiyamah:
وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (QS. al-Qiyamah: 2)
Karakter nafs ini yaitu shaleh, bisa mengendalikan diri dan taat dalam mengerjakan ibadah namun terkadang masih terjerumus pada perbuatan dosa karena daya tarik terhadap keburukan lebih kuat daripada kebaikan sehingga masih mudah terkecoh dengan tarikan keburukan tersebut.
3) Nafs Malhamah
Yaitu nafs yang telah memperoleh ilham dari Allah dengan dikaruniai ilmu pengetahuan dan dihiasi oleh akhlak mahmudah. Orang yang dengan nafs ini akan menghindari semua hal yang berkaitan dengan kejahatan dan cenderung melakukan kebaikan. Sebagaimana firman Allah SWT:
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS. Al-Syams: 8).
Orang dengan jenis nafs ini masih berpeluang terpengaruh tipu daya. Dia seakan-akan telah mencapai maqam yang tinggi padahal dia masih terjerat dalam godaan setan. Dia penuh dengan keangkuhan sehingga seringkali memuji diri sendiri secara berlebihan.
4) Nafs Muṭmainnah
Nafs jenis keempat ini cenderung kepada kebaikan. Jiwa ini melahirkan sikap dan perbuatan yang baik, jauh dari keraguan dan menghalangi dari perbuatan dosa dan maksiat. Sebagaimana firman Allah SWT:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ [٢٧]ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً [٢٨]فَادْخُلِي فِي عِبَادِي [٢٩] وَادْخُلِي جَنَّتِي [٣٠]
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)
Sesungguhnya empat macam nafs yang disebutkan dalam Al-Qur’an di atas memiliki tingkatan. Tingkatan terendah adalah nafs ‘ammarah sedangkan tingkatan teratas yaitu nafs muṭmainnah. Nafs muṭmainnah adalah puncak kesempurnaan dan kebaikan nafsu manusia.
Buya Hamka menafsirkan nafs muṭmainnah dengan tingkatan jiwa yang telah mencapai ketenangan dan ketentraman karena telah digembleng oleh pengalaman dan penderitaan sehingga ia tidak lagi mengeluh bila diterpa masalah dan cobaan sebagaimana firman Allah SWT:
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ [١٥٥]الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ [١٥٦]أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ [١٥٧]
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillahi wainna ilaihi rajiun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)
Seorang Muslim yang telah mencapai tingkatan nafs muṭmainnah perilaku dan sikapnya tenang dan tidak tergesa-gesa, penuh pertimbangan yang matang namun dalam hatinya tertanam perasaan lemah dan hina di hadapan Allah sehingga tidak pernah terbetik di hatinya untuk berlaku sombong sebagaimana ia tahu bahwa Allah sangat membenci orang-orang yang sombong.
Marilah kita muhasabah diri, kita termasuk pemilik nafs yang manakah? Apakah masih nafs ‘ammārah, atau sedikit naik level ke nafs lawwāmah atau nafs mulhamah, ataukah telah mencapai tingkat tertinggi dan puncak yaitu nafs muṭmainnah.
Seseorang yang telah mencapai tingkat nafs muṭmainnah memiliki sifat-sifat terpuji yaitu al-Jud (tidak kikir), al-Tawakkal (pasrah kepada Allah), al-‘Ibādah (beribadah kepada Allah), al-Syukr (bersyukur atas segala nikmat Allah), al-Riḍā (rela terhadap hukum dan takdir dari Allah), dan al-Khaswat (takut mengerjakan kemaksiatan).
Maka marilah kita berupaya untuk mencapai sifat-sifat terpuji tersebut agar dapat memiliki nafs muṭmainnah (jiwa yang tenang) sehingga terhindarkan dari segala macam kemaksiatan dan senantiasa dekat dengan Allah dan akhirnya dapat memasuki surga Allah sebagaimana janji-Nya
Berbahagialah orang-orang yang telah mencapai tingkat nafs muṭmainnah yang senantiasa sabar dan tenang ketika menerima kabar gembira (basyīran) dan kabar menakutkan (nażran). Ia rida kepada Allah, dan Allahpun rida kepadanya.
Semoga kita termasuk di antara orang-orang tersebut. Amin.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالْآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَانَجَاةَ التَّائِبِيْنَ.
Khotbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا مُبَارَكًا طَيِّبًا فِيْهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ اللَّهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى أَيْضًا، إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.