Kuliner Sebagai Sarana Dakwah, Menggali Inspirasi dari Kyai Dahlan dan Masjid Jogokariyan

Kuliner Sebagai Sarana Dakwah, Menggali Inspirasi dari Kyai Dahlan dan Masjid Jogokariyan

Dakwah tidak hanya terbatas pada ceramah atau pengajian, tetapi juga dapat disampaikan melalui cara yang lebih sederhana namun bermakna, seperti melalui makanan. Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, adalah salah satu tokoh yang memperkenalkan konsep ini, dengan memanfaatkan makan sebagai bagian dari jalan dakwahnya.

Beliau mengimplementasikan prinsip memberi makan kepada anak yatim, melalui panti asuhan dan panti jompo, sebagai wujud kepedulian sosial yang sejatinya merupakan bagian dari ajaran Islam, yang tertulis dalam Al-Qur’an: “Aw ith ‘aamun fii yau min zdii mashghobah” yang berarti memberi makan kepada mereka yang kelaparan.

Konsep dakwah melalui makanan ini terus berkembang, salah satunya di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, yang dikenal dengan berbagai program inovatifnya, termasuk menyediakan makanan gratis bagi jamaah. Program ini terbukti mampu menarik ribuan orang untuk hadir dalam shalat berjamaah dan mengikuti kajian Islam.

Memberikan makanan tidak hanya sekadar aksi sosial, tetapi juga menjadi sarana yang efektif dalam membangun hubungan emosional dengan masyarakat. Dengan cara ini, dakwah menjadi lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Kyai Ahmad Dahlan pun menerapkan metode ini dalam bentuk memberi makan kepada orang miskin sebagai bentuk kepedulian sosial dan ajakan untuk mengenal Islam. Saat ini, konsep dakwah berbasis makanan telah diadopsi oleh banyak masjid di Indonesia, salah satunya adalah program Jumat Berkah yang kini telah banyak dikenal di berbagai daerah. Program ini memberikan makanan gratis setelah salat Jumat, yang membuat jamaah lebih termotivasi untuk datang ke masjid.

Ustaz M. Nur Aziz, seorang dai yang juga peserta Pelatihan Instruktur Mubaligh Muhammadiyah Nasional di Yogyakarta, Rabu (19/2/2025), turut mempraktikkan metode dakwah berbasis makanan ini. Pria asal Solo yang dikenal dengan julukan Wong Solo ini menjadikan memberikan makanan sebagai bagian dari dakwah ramah yang mudah diterima oleh masyarakat.

Dalam kultum subuhnya, ia menekankan pentingnya berbagi makanan sebagai cara dakwah yang lebih bersentuhan langsung dengan keseharian umat. Menurutnya, pendekatan melalui makanan lebih efektif karena orang lebih mudah menerima ajakan kebaikan jika disampaikan dalam konteks yang dekat dengan kehidupan mereka.

“Fenomena ini menunjukkan bahwa dakwah tidak harus selalu dilakukan dalam bentuk ceramah panjang lebar. Sebuah tindakan nyata, seperti berbagi makanan, bisa menjadi sarana yang lebih efektif dalam menyampaikan nilai-nilai Islam,” jelasnya.

Dengan memberi makanan, masyarakat tidak hanya diajak mengenal ajaran agama, tetapi juga dapat melihat langsung bagaimana nilai-nilai tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Selain itu, makan bersama juga menciptakan suasana kebersamaan dan persaudaraan di antara umat Islam, yang mempererat hubungan sosial di dalam masyarakat,” imbuhnya.

Melalui interaksi yang terjadi saat makan bersama, pesan dakwah dapat tersampaikan lebih alami dan efektif. Ini juga mengajarkan nilai gotong royong dan kepedulian sosial yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan semakin berkembangnya dakwah berbasis kuliner, diharapkan metode ini bisa terus menginspirasi dan mengajak berbagai kalangan untuk berdakwah dengan cara yang lebih inklusif, merangkul semua lapisan masyarakat.

Dakwah bukan hanya soal menyampaikan pesan agama, tetapi juga memberikan manfaat yang nyata bagi kehidupan orang lain. (m.roissudin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *