Mariyana Fitriyah, Kader Aisyiyah yang Jualan Kue Kering hingga Istana Negara

Mariyana Fitriyah, Kader Aisyiyah yang Jualan Kue Kering hingga Istana Negara
*) Oleh : Agus Wahyudi

Jangan pernah takut gagal. Dalam dunia usaha, tak ada istilah gagal. Yang ada hanya mencoba sekali lagi. Diktum ini dipegang teguh oleh Mariyana Fitriyah, perempuan pelakuusaha yang juga aktivis Aisyiyah Surabaya. Dia kini sukses menekuni usaha kue kering. Perjuangannya tidak mudah. Tapi keyakinannya selalu besar.

Sebelum terjun ke dunia usaha, Mariyana bekerja di sebuah perusahaan desain. Lokasi kantornya di Jalan Ampel, Surabaya. Dia mempelajari desain grafis secara otodidak. Kliennya mayoritas pelaku usaha tekstil.

Pekerjaan ini menyita banyak waktu. Mariyana sering begadang hingga dini hari demi menyelesaikan desain. Tidur tak teratur, makan pun sering terlambat. Untuk tetap terjaga, ia sering mengonsumsi minuman berenergi.

Gaya hidup seperti ini berujung pada masalah kesehatan. Ginjalnya membengkak. Dokter memintanya untuk opname. Setelah keluar dari rumah sakit, ia diwajibkan beristirahat selama beberapa bulan.

“Saya harus menjalani pengobatan rutin. Aktivitas fisik pun dibatasi,” kenang Mariyana, lulusan D3 STP Satya Widya Surabaya tahun 1995.

Saat itu, Mariyana berada di titik dilema. Ia mencintai pekerjaannya. Tapi kondisi tubuh memaksanya berhenti.

Bersama sang suami, Adnan Oesman, Mariyana akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja. Dia memilih fokus mengurus keluarga.

Namun, berada di rumah dalam waktu lama membuatnya jenuh. Ia ingin kembali produktif. Ingin tetap menghasilkan, tapi bisa dilakukan dari rumah.

Lahirlah ide membuka usaha spa muslimah. Usaha ini dijalani dengan penuh harapan. Tapi setelah dua tahun, hasilnya tak sesuai ekspektasi. Omzet tak cukup menutup biaya operasional. Usaha itu pun ditutup.

Mariyana lalu mencoba membuat aksesoris handmade. Ia memproduksi bros, gelang, dan kalung. Modal kecil, tapi perputaran uang lambat. Bisnis ini juga tak berumur panjang.

Mariyana Fitriyah, Kader Aisyiyah yang Jualan Kue Kering hingga Istana Negara
Salah satu produk Ayu Cookies. foto: ist

Ia tak menyerah. Mariyana lalu mencoba usaha kuliner. Ia mulai dengan menjual kue. Ide ini muncul karena ibunya dulu juga memiliki usaha makanan rumahan. Ibunya sering menerima pesanan nasi kotak dan kue.

“Ini semacam melanjutkan usaha ibu,” tutur Mariyana.

Modal awal hanya Rp 1 juta. Uang itu dari menyisihkan gaji sang suami. Ia percaya bahwa kunci usaha bukan pada besar kecilnya modal, tapi pada semangat dan keyakinan.

Ia mulai membuat bakery dan menjualnya di depan rumah. Menggunakan gerobak sederhana. Sebagian kue dititipkan di toko-toko sekitar.

Tak semua kue laku. Kue yang tidak terjual biasanya dibagikan ke tetangga. Mariyana memilih tidak memakai bahan pengawet. Maka, umur simpan kuenya tidak panjang.

Usahanya berjalan biasa saja. Namun semangatnya tak padam.

Tahun 2015 menjadi titik balik. Ia bergabung dengan program Pahlawan Ekonomi, inisiasi Tri Rismaharini yang saat itu menjabat Wali Kota Surabaya.

Di sanalah Mariyana belajar banyak. Ia mengikuti pelatihan membuat kue, digital marketing, dan pengelolaan keuangan. Wawasannya berkembang. Jaringannya bertambah. Ia juga mendapat banyak inspirasi.

Dari sana muncul ide membuat jajanan tradisional dalam kemasan kekinian. Ia ingin produknya bisa bertahan lebih lama. Maka lahirlah produk unggulan: kue bagelan.

Kue ini adalah camilan tempo dulu. Populer di masa kolonial. Biasanya disantap oleh para nonik dan meneer Belanda. Mariyana membuatnya dalam bentuk kue kering.

Sebelum dipasarkan, ia meminta masukan dari para mentor di Pahlawan Ekonomi. Setelah rasanya dinilai pas, barulah ia menjualnya.

Target pasarnya jelas: kalangan menengah ke atas. Maka, branding dan packaging harus menarik. Ia mengikuti program Tatarupa. Di sana, desain produknya dikemas lebih keren.

Nama produknya: Baper nak! (Bagelan Super Enak). Istilah ‘baper’ dipilih karena sedang tren. “Kalau lagi baper, ya makan bagelan,” katanya, tertawa.

Proses pembuatannya rumit. Ia menggunakan bahan utama seperti tepung, gula, telur, ragi, dan keju. Prosesnya dua kali: membuat adonan dan mendiamkannya selama sehari. Tujuannya agar adonan mengembang sempurna dan rasa gurihnya terasa.

Varian rasa pun dikembangkan. Ada rasa keju, kopi, dan cokelat.

“Memang agak ribet. Tapi justru itu yang bikin beda. Jarang pelaku UMKM lain membuat bagelan,” ujar Mariyana, yang juga aktif sebagai kader Aisyiyah Surabaya.

Ia tak hanya menjual kue. Dalam setiap kemasan, ia selipkan kata-kata motivasi.

Misalnya: “Struggle that you do today is the single way to build a better future.” (Perjuangan yang kamu lakukan hari ini adalah cara membangun masa depan yang lebih baik).

Atau: “We will never know the real answer before we try.” (Kita tak akan tahu hasilnya jika tidak mencoba).

Usaha kue Mariyana terus berkembang. Ia lalu memperkenalkan merek Ayu Cookies. Nama ini diambil dari huruf depan nama ketiga anaknya: Aiman, Yasmine, dan Usman. Harapannya, usaha ini bisa diwariskan ke anak-anaknya kelak.

Produksinya dilakukan di rumah. Tepatnya di Jalan Purwodadi 1/67, Surabaya. Ia dibantu empat karyawan dari lingkungan sekitar rumah.

Mariyana selalu memotivasi para pekerjanya agar mandiri. Ia bahkan tidak keberatan jika mereka ingin membuka usaha sendiri. Resep-resep kue pun tak pernah ia rahasiakan.

“Rezeki sudah diatur. Justru kalau kita berbagi, Allah tambah rezeki kita,” ujarnya.

Kini, produk Ayu Cookies telah masuk ke lebih dari 50 outlet. Di antaranya di outlet Lapis Surabaya Pahlawan dan Bandara Internasional Juanda. Ia juga aktif memasarkan lewat Facebook, Instagram, dan WhatsApp.

Pendapatan rata-rata mencapai Rp 20 juta per bulan. Saat Ramadan dan Lebaran, pendapatan bisa dua kali lipat.

Atas kerja kerasnya, Mariyana menyabet berbagai penghargaan. Tahun 2016, ia meraih Juara II Pahlawan Ekonomi Award kategori Home Industry. Setahun kemudian, ia dinobatkan sebagai Best of The Best kategori yang sama.

Mariyana Fitriyah, Kader Aisyiyah yang Jualan Kue Kering hingga Istana Negara
Produk-produk Ayu Cookies di menja Seskab RI. foto: ist

Dari Surabaya ke Istana Negara

Suatu sore, Mariyana menerima telepon dari staf protokol Pemkot Surabaya. Mereka memesan produk Ayu Cookies. Ada bagelan, sus keju, dan pangsit.

Produk itu akan dikirim ke Jakarta. Untuk disuguhkan kepada pejabat tinggi negara.

“Saya ditelepon sore. Malamnya diminta mengantar ke kantor pemkot. Jam lima pagi harus sudah ada di Bandara Juanda,” kenangnya.

Ia menyiapkan pesanan dalam waktu singkat. Deg-degan, tapi berhasil menyelesaikan dengan baik.

Sehari kemudian, Mariyana mendapat kabar mengejutkan. Produk Ayu Cookies telah tiba di Istana Negara. Disajikan di ruang tamu Kantor Sekretariat Kabinet RI.

Awalnya ia tidak percaya. Tapi kemudian staf protokol mengirim foto. Dalam foto itu, produk Ayu Cookies berada di meja kerja Seskab RI, Pramono Anung (kini menjabat gubernur DKI Jakarta).

“Saya kaget. Kayak mimpi. Kue saya bisa sampai Istana,” katanya terharu.

Sejak saat itu, pesanan dari lingkungan Istana terus berlanjut. Sudah empat kali mereka repeat order.

Kini, Mariyana bersyukur atas semua pencapaiannya. Ia bisa berbagi, membantu perempuan lain, dan tetap produktif dari rumah.

“Saya pernah membantu ibu tunggal, perempuan yang butuh kerja. Saya bersyukur bisa memberi manfaat,” ujarnya.

Namun, ada satu mimpi yang belum ia wujudkan.

“Saya ingin naik haji. Itu saja,” ucapnya, pelan, dengan mata yang berkaca-kaca. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *