Mencari Cinta Allah dalam Setiap Amal dan Kehidupan

Mencari Cinta Allah dalam Setiap Amal dan Kehidupan

*)Oleh: Erfika Yunia, SAg
Peserta Sekolah Tabligh Kab. Wonosobo

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan segala makhluk-Nya di bumi ini dengan penuh kasih sayang dan rahmat-Nya yang tak terhitung jumlahnya, mencukupi semua kebutuhan mereka sebagai bentuk kecintaan-Nya kepada hamba-hamba-Nya.

Namun, seringkali rahmat tersebut malah tidak membuat hamba-Nya semakin bersyukur, bahkan ada yang justru kufur nikmat. Hal ini mengingatkan kita bahwa rahmat Allah dapat menjadi ujian, apakah kita bersyukur atau malah kufur.

Allah berfirman dalam Surah Ibrahim ayat 7: “Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat-Ku, dan jika kamu kufur, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Cinta adalah bagian dari ciptaan Allah yang pertama kali hadir dengan pertemuan Nabi Adam AS dan Siti Hawa sebagai pasangan hidup. Tanpa cinta, hidup manusia akan terasa kosong dan tak berarti.

Dalam Islam, cinta dimaknai sebagai rahmat Allah yang melimpah kepada seluruh makhluk-Nya, sehingga Dia menciptakan segala sesuatu dengan sempurna. Cinta dalam Islam juga mencakup hubungan baik antara manusia dan makhluk lainnya, termasuk hewan dan tumbuhan.

Beberapa ayat dalam Al-Qur’an menjelaskan hal ini, antara lain:

  1. Allah menjadikan pandangan manusia terhadap kecintaan yang indah sebagai bagian dari anugerah-Nya (QS. Ali Imran: 14),
  2. Orang yang mencintai iman kepada Allah dan membenci kekufuran serta kedurhakaan adalah mereka yang memiliki cinta sejati (QS. Al-Hujurat: 7),
  3. Allah menciptakan pasangan hidup sebagai tanda kekuasaan-Nya agar manusia saling mencintai (QS. Ar-Ruum: 21).

Dalam buku Cinta Berbalut Takwa oleh Suktron Abdilah (2019: 88), dijelaskan bahwa cinta dalam pandangan Islam memiliki beberapa bentuk, yaitu:

  1. Cinta kepada Allah SWT yang merupakan bentuk cinta tertinggi (QS. Al-Baqarah: 165),
  2. Cinta kepada alam sekitar, yang diwujudkan dengan menjaga dan merawatnya dengan benar,
  3. Cinta kepada sesama manusia, yang mendorong untuk berbuat baik (QS. Al-Hujurat: 13).

Sebagai contoh yang diambil dari hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, Anas bin Malik RA bercerita, “Suatu ketika Rasulullah SAW bertemu dengan seorang pria yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kapan terjadinya Hari Kiamat?’ Rasulullah menjawab, ‘Apa yang telah engkau persiapkan untuknya?’ Pria itu terdiam sejenak dan menjawab, ‘Saya tidak memiliki banyak amal seperti salat, puasa, atau sedekah. Namun, saya mencintai Allah dan Rasul-Nya.’ Rasulullah kemudian berkata, ‘Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.’”

Para sahabat merasa gembira mendengar hal ini karena mereka memahami bahwa cinta yang tulus kepada Allah dan Rasul-Nya bisa mengantarkan seseorang kepada kedudukan yang tinggi, meskipun amal mereka tidak sebanyak orang lain. Hal ini karena terkadang amal yang kita lakukan tidak sempurna karena penyakit hati atau ketidaktulusan.

Cinta yang tulus akan memperbaiki amal yang sedikit, memberi berkah pada usaha yang minimal, dan mendorong seseorang untuk mencapai kesuksesan. Tanpa cinta, tidak ada yang benar-benar bisa meraih kebahagiaan sejati.

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, cinta adalah “tempat persinggahan yang menjadi ajang perlombaan bagi mereka yang ingin beramal, mendapat curahan cinta, dan merasakan ketenangan. Cinta adalah santapan hati yang memberi semangat, pelita dalam kehidupan, dan obat bagi hati yang sakit atau gelisah.”

Oleh karena itu, marilah kita temukan cinta Allah dalam setiap langkah hidup kita. Mari mentadaburi setiap ayat dalam Al-Qur’an yang merupakan surat cinta-Nya, dan menjadikannya sebagai petunjuk dalam kehidupan kita. Dengan melakukan amal yang Allah sukai, kita layak menjadi hamba yang dicintai-Nya. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *