Menelaah Salat Hajat dan Salat Tobat di Malam Nisfu Sya’ban: Keutamaan dan Landasan Syariat

Menelaah Salat Hajat dan Salat Tobat di Malam Nisfu Sya’ban: Keutamaan dan Landasan Syariat

Setiap kali bulan Sya’ban mencapai tanggal 15, banyak umat Islam menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dengan berbagai ibadah, termasuk salat hajat dan salat tobat. Namun, muncul pertanyaan: apakah kedua salat ini memiliki keterkaitan khusus dengan malam Nisfu Sya’ban?

Untuk menjawabnya, kita perlu memahami dasar dari kedua salat tersebut serta bagaimana pandangan ulama mengenai praktik ibadah pada malam ini.

Pengertian dan Dasar Salat Tobat

Salat tobat adalah salat yang dilakukan sebagai bentuk permohonan ampun kepada Allah setelah seseorang menyadari kesalahan atau dosanya. Salat ini merupakan bagian dari proses taubat yang mencakup penyesalan, berhenti dari maksiat, serta tekad untuk tidak mengulanginya.

Dalam Tanya Jawab Agama Jilid 9, disebutkan bahwa dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Jilid I, salat taubat tidak dicantumkan sebagai bagian dari salat-salat sunah yang diakui oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah.

Hal ini disebabkan karena dasar utama salat tobat berasal dari hadis Ali bin Abi Thalib yang di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Asma bin Al-Hakam, yang kesahihannya diperselisihkan oleh para ahli hadis. Berdasarkan kaidah “jarah didahulukan daripada ta‘dil”, Majelis Tarjih tidak memasukkan salat taubat dalam daftar salat sunah.

Namun, dalam Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih XXX di Makassar, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah meninjau ulang persoalan ini dan menemukan hadis lain dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang dinilai lebih kuat.  Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dengan berbagai redaksi, dan dinilai sahih atau hasan oleh ulama seperti Al-Albani dan Syu’aib Al-Arnauth.

Dengan demikian, salat tobat disyariatkan dan dapat dilakukan kapan saja, baik siang maupun malam, terutama setelah seseorang menyadari kesalahannya dan ingin bertaubat kepada Allah.

Pengertian dan Dalil Salat Hajat

Salat hajat adalah salat yang dilakukan ketika seseorang memiliki suatu kebutuhan atau keinginan, baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat. Salat ini merupakan salah satu cara untuk memohon pertolongan Allah dalam mengatasi kesulitan atau mencapai sesuatu yang diharapkan.

Dalam Tanya Jawab Agama Jilid 5, dalil yang mendukung salat hajat berasal dari hadis Abu Darda dan Abu Aufa, yang menyebutkan bahwa seseorang yang berwudhu dengan sempurna, lalu mendirikan dua rakaat salat dengan khusyuk, akan dikabulkan hajatnya oleh Allah.

Namun, dalam Munas Tarjih XXX di Makassar, ditemukan bahwa hadis dari Abu Darda dan Abu Aufa memiliki derajat dhaif. Meskipun demikian, Majelis Tarjih tetap mempertahankan fatwa bahwa salat hajat disyariatkan, berdasarkan hadis lain yang lebih kuat, yaitu hadis dari Utsman bin Hunayf. Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, serta dinilai sahih oleh ulama seperti Al-Hakim dan Al-Albani.

Salat hajat dapat dilakukan dalam jumlah dua rakaat, empat rakaat, atau bahkan dua belas rakaat, sebagaimana salat sunah lainnya. Waktu pelaksanaannya juga tidak terbatas pada malam hari, tetapi bisa dilakukan kapan saja sesuai dengan kebutuhan seseorang.

Salat Hajat dan Salat Taubat pada Malam Nisfu Sya’ban

Meskipun salat hajat dan salat taubat memiliki landasan syariat yang kuat, tidak ada dalil yang secara khusus menetapkan bahwa kedua salat ini harus dilakukan pada malam Nisfu Sya’ban. Dalam Fatwa Tarjih Muhammadiyah, tidak ditemukan anjuran khusus untuk melaksanakan kedua salat ini pada malam tersebut.

Majelis Tarjih berpegang pada prinsip bahwa ibadah harus memiliki dalil yang kuat dari Al-Qur’an dan hadis makbulah. Oleh karena itu, meskipun seseorang diperbolehkan melaksanakan salat hajat dan salat taubat kapan saja, meyakini adanya keistimewaan khusus bagi malam Nisfu Sya’ban dalam kaitannya dengan kedua salat ini tidak memiliki dasar yang kuat.

Beberapa ulama memang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Sya’ban, namun hal ini masih menjadi perdebatan di kalangan ahli hadis. Sebagian besar riwayat yang menyebutkan keistimewaan malam ini bersumber dari hadis-hadis yang lemah atau bahkan maudhu’ (palsu).

Kesimpulan

Salat hajat dan salat taubat merupakan ibadah yang diperbolehkan dalam Islam dan memiliki dasar dari hadis yang sahih. Namun, tidak ada dalil yang menetapkan bahwa kedua salat ini harus dilakukan pada malam Nisfu Sya’ban.

Oleh karena itu, umat Islam tidak perlu mengkhususkan malam ini untuk melaksanakan kedua salat tersebut, kecuali jika memang memiliki kebutuhan pribadi untuk melakukan salat hajat atau merasa perlu bertaubat atas dosa-dosa yang telah diperbuat.

Dengan demikian, yang terpenting adalah menjaga kualitas ibadah dan niat yang ikhlas dalam menjalankan amalan sunah ini, tanpa harus mengaitkannya dengan malam tertentu jika tidak ada dasar yang jelas dalam syariat. (*/tim)

Referensi:

  • Atang Solihin, “Pandangan Muhammadiyah tentang Salat Hajat dan Salat Taubat”, https://suaraaisyiyah.id/pandangan-muhammadiyah-tentang-salat-hajat-dan-salat-taubat/, diakses pada 13 Februari 2025.
  • Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Tanya Jawab Agama Jilid 9.
  • Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Tanya Jawab Agama Jilid 5.
  • Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Jilid 1.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *