Menjaga Harmoni dalam Pembangunan: Keseimbangan antara Hubungan dengan Tuhan, Manusia dan Alam

Menjaga Harmoni dalam Pembangunan: Keseimbangan antara Hubungan dengan Tuhan, Manusia dan Alam

*Oleh: Agus Santoso Budiharso
Mahasiswa S3 Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wakil Ketua 4 BAZNAS Provinsi Sulut

Pembangunan di Indonesia telah mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Infrastruktur berkembang, ekonomi tumbuh, dan berbagai sektor mengalami modernisasi. Namun, di balik kemajuan ini, terdapat persoalan mendasar yang sering kali terabaikan: ketidakseimbangan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.

Seperti yang disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi dalam sebuah video, pembangunan yang eksploitatif terhadap sumber daya alam justru pada akhirnya merugikan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meninjau ulang model pembangunan yang diterapkan agar tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga keseimbangan ekologis dan kesejahteraan sosial.

Tiga Pilar Hubungan dalam Kehidupan Beragama

Dalam berbagai ajaran agama, terdapat konsep keseimbangan dalam tiga aspek utama kehidupan manusia: hubungan dengan Tuhan (hablum minallah), hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas), dan hubungan dengan alam (hablum minal ‘alam). Ketiga aspek ini harus dijaga secara bersamaan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis. Sayangnya, dalam praktik pembangunan di Indonesia, sering kali hubungan dengan alam terabaikan, yang berdampak buruk bagi manusia sendiri.

Hablum Minallah: Kesadaran Spiritual dalam Pembangunan

Hubungan dengan Tuhan mencerminkan bagaimana manusia harus bertanggung jawab secara moral dan etis dalam setiap tindakan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam Islam, misalnya, menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab sosial tetapi juga bagian dari ibadah. Kesadaran ini seharusnya menjadi dasar dalam setiap kebijakan pembangunan. Namun, dalam banyak kasus, eksploitasi alam dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang, seolah-olah bumi ini adalah milik manusia semata, bukan titipan dari Tuhan yang harus dijaga untuk generasi mendatang.

Ayat dalam Al-Qur’an menegaskan, “Janganlah kamu membuat kerusakan di bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 85). Prinsip ini menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan keseimbangan alam. Namun, kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya. Demi kepentingan ekonomi, sering kali aspek keberlanjutan diabaikan, yang akhirnya berujung pada bencana ekologis yang merugikan manusia sendiri.

Hablum Minannas: Pembangunan yang Berkeadilan Sosial

Pembangunan yang baik bukan hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari sejauh mana manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sayangnya, eksploitasi sumber daya alam sering kali hanya menguntungkan segelintir pihak, sementara masyarakat kecil justru menjadi korban.

Misalnya, dalam sektor pertambangan dan perkebunan, banyak masyarakat adat yang kehilangan tanah mereka karena ekspansi perusahaan besar. Sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik bersama justru hanya dinikmati oleh kelompok tertentu. Ketimpangan sosial semakin meningkat, yang akhirnya berujung pada konflik sosial dan ketidakadilan ekonomi.

Dalam ajaran Islam, keadilan sosial sangat ditekankan. Al-Qur’an mengajarkan: “Berbuat baiklah kepada dua orang tua, karib-kerabat, anak yatim, orang miskin, dan tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh.” (QS. An-Nisa: 36). Pembangunan yang ideal harus berlandaskan pada nilai-nilai keadilan sosial, di mana kesejahteraan tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, tetapi juga oleh masyarakat luas, khususnya mereka yang berada dalam kelompok rentan.

Hablum Minal ‘Alam: Menjaga Lingkungan sebagai Amanah

Salah satu persoalan terbesar dalam pembangunan di Indonesia adalah eksploitasi alam yang tidak terkendali. Hutan ditebang secara besar-besaran untuk kepentingan industri, tambang beroperasi tanpa memperhatikan dampak ekologis, dan lahan pertanian semakin berkurang akibat alih fungsi menjadi kawasan industri dan permukiman. Akibatnya, kita menyaksikan berbagai bencana alam yang semakin sering terjadi, seperti banjir, tanah longsor, dan polusi udara yang memburuk.

Sebagai contoh, Jakarta mengalami banjir hampir setiap tahun. Penyebab utama adalah hilangnya daerah resapan air akibat pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan. Sungai yang seharusnya menjadi jalur alami aliran air kini dipenuhi sampah dan sedimentasi, sementara lahan hijau semakin menyusut. Ini adalah akibat dari ketidakseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan.

Dalam ajaran Islam, manusia diberi amanah sebagai khalifah di bumi, yang berarti kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi setelah teratur baik-baik.” (QS. Al-A’raf: 85). Prinsip ini mengajarkan bahwa pembangunan harus dilakukan dengan cara yang berkelanjutan, bukan dengan cara yang merusak lingkungan dan mengorbankan kehidupan manusia di masa depan.

Dampak Pembangunan Eksploitatif terhadap Manusia

Pernyataan Dedy Mulyadi bahwa eksploitasi alam akan merugikan manusia itu sendiri telah terbukti dalam berbagai kasus. Berikut adalah beberapa dampak nyata dari pembangunan yang tidak memperhatikan keseimbangan ekologi:

1. Bencana Alam yang Meningkat Kerusakan hutan dan ekosistem menyebabkan meningkatnya risiko bencana seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Ketika alam dieksploitasi secara berlebihan, daya dukung lingkungan menurun, sehingga manusia menjadi lebih rentan terhadap bencana.
2. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi Sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik bersama sering kali hanya dikuasai oleh pihak tertentu. Akibatnya, kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin semakin lebar, menciptakan ketidakadilan sosial.
3. Menurunnya Kualitas Hidup Polusi udara, pencemaran air, dan berkurangnya ruang hijau berdampak langsung pada kesehatan masyarakat. Kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan Surabaya, mengalami tingkat polusi udara yang sangat tinggi, yang berkontribusi pada meningkatnya penyakit pernapasan.

Membangun Harmoni: Solusi Menuju Pembangunan Berkelanjutan

Agar pembangunan di Indonesia tidak terus mengarah pada eksploitasi yang merugikan, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan. Beberapa solusi yang dapat diterapkan meliputi:

1. Mengintegrasikan Nilai Spiritual dalam Pembangunan Pemerintah dan pemangku kebijakan perlu mengadopsi pendekatan berbasis nilai spiritual dan etika dalam setiap kebijakan pembangunan. Kesadaran bahwa alam adalah titipan Tuhan akan membantu menciptakan kebijakan yang lebih bertanggung jawab.
2. Mendorong Pembangunan Berbasis Keadilan Sosial Pemerintah harus memastikan bahwa manfaat pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Ini bisa dilakukan melalui program redistribusi lahan, pemberdayaan ekonomi masyarakat adat, dan kebijakan yang berpihak kepada kelompok rentan.
3. Menerapkan Prinsip Ekologi dalam Pembangunan Konsep green economy atau ekonomi hijau harus menjadi bagian dari kebijakan pembangunan. Penggunaan energi terbarukan, perlindungan hutan, dan regulasi ketat terhadap industri yang mencemari lingkungan harus diperkuat.

Kesimpulan

Pembangunan yang hanya berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan keseimbangan ekologis akan membawa dampak negatif bagi manusia itu sendiri. Oleh karena itu, sudah saatnya kita menerapkan konsep pembangunan yang lebih berkelanjutan, dengan menyeimbangkan hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Dengan demikian, kita tidak hanya membangun infrastruktur dan ekonomi, tetapi juga menciptakan kehidupan yang lebih harmonis dan berkeadilan bagi generasi yang akan datang. (*)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *