Puasa adalah ibadah yang tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga sarana untuk mengendalikan diri dari segala bentuk kemaksiatan.
Jika ingin mengetahui sejauh mana pengaruh puasa dalam diri kita, perhatikan bagaimana kita mengisi hari-hari di bulan Ramadan.
Apakah tubuh dan anggota badan kita lebih banyak disibukkan dengan kebaikan atau justru terjerumus dalam perbuatan sia-sia?
Jika kita lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, dzikir, dan amal saleh, maka itu pertanda baik. Sebaliknya, jika masih terjerumus dalam dosa dan kemaksiatan dan kesia-siaan, berarti ada yang kurang dalam puasa kita.
Rasulullah saw bersabda: “Puasa adalah perisai (benteng). Maka apabila salah seorang di antara kalian berpuasa, janganlah ia berkata kotor dan berbuat jahil. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya bertengkar, hendaklah ia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.'” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di penghujung Ramadan ini, sudah sepatutnya kita merenung dan mengevaluasi diri. Ramadan belum selesai, maka manfaatkanlah waktu yang tersisa untuk meraih rahmat dan ampunan Allah. Hasan
Al-Bashri pernah berkata: “Sesungguhnya Allah menjadikan bulan Ramadan sebagai ajang perlombaan bagi hamba-hamba-Nya dalam ketaatan. Maka ada orang yang berlomba dan menang, serta ada pula yang tertinggal dan rugi.”
Allah SWT berfirman: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133).
Sungguh merugi orang yang diberi kesempatan bertemu Ramadan tetapi keluar darinya tanpa mendapatkan ampunan Allah.
Rasulullah saw bersabda: “Celakalah seseorang yang mendapati bulan Ramadan, lalu Ramadan berlalu sebelum ia diampuni.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi). Inilah orang-orang yang terhalang kebaikan Ramadan.
Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan ampunan, rahmat, dan keberkahan Ramadan serta keluar dari bulan suci ini dalam keadaan suci dan bertakwa. Aamiin. (*)