Paciran, Potret Desa Berbasis Masjid dan Musala di Pantura

Paciran, Potret Desa Berbasis Masjid dan Musala di Pantura

*)Oleh: Ali Efendi, M.Pd.
Kepala SMPM 14 Ponpes Karangasem Paciran & Pengurus Wilayah IGI Jatim

Paciran merupakan salah satu desa pesisir yang terletak di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Wilyahnya berbatasan langsung dengan Laut Jawa di bagian utara, 30 kilometer ke arah timur Kota Tuban dan 40 kilometer ke arah timur kota Gresik. Desa Paciran terbagi menjadi tiga dusun, yaitu; Dusun Paciran, Dusun Jetak, dan Dusun Penanjan.

Nama Paciran menjadi viral 11 Juni 1983, karena Tanjung Kodok digunakan sebagai tempat untuk meliput kegiatan pengamatan terjadinya “Gerhana Matahari Total”, salah satu peristiwa yang langka. Bahkan disinyalir, sekitar 1.000 astronom dari berbagai negara datang untuk mengamati peristiwa langka tersebut.

Pada tahun 2004 kawasan wisata rakyat pantai Tanjung Kodok dikembangkan menjadi wisata terpadu berbasis dunia fantasi, wisata keindahan alam (bahari dan goa Maharani), serta perhotelan. Di antaranya; Wisata Bahari Lamongan (WBL), Tanjung Kodok Beach Resort, dan Maharani Zoo Lamongan (Mazola).

Selain terkenal menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Jawa Timur, Desa Paciran juga dikenal sebagai ‘Desa Santri atau Desa Pendidikan’. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan tujuh pondok pesantren di dusun Paciran berjumlah lima dan di dusun Jetak terdapat dua pesantren.

Dalam bidang pendidikan formal, di Desa Paciran tersedia pendidikan formal paling lengkap, pendidikan yang tersedia mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berupa Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT) yang dikelola swasta dan pemerintah.

Secara sosio relegius umumnya masyarakat Desa Paciran tergolong kelompok santri, yaitu masyarakat yang taat menjalankan perintah agama. Demikian istilah yang dipopulerkan oleh Clifford Geertz, peneliti antropologi dari Amerika Serikat. Ketaatan keberagamaan masyarakat Desa Paciran terlihat dalam menjalankan perintah agama yang bersifat wajib dan sunnah.

Baca juga: Lazismu Gaungkan “Kampung Berkemajuan” untuk Wujudkan SDG’s Desa

Seperti salat berjamaah masjid dan musala senantiasa penuh, terutama saat salat maghrib dan isya. Setiap kali bulan Ramadan tiba, masjid dan musala dipenuhi jamaah untuk salat wajib lima waktu, tarawih, dan witir. Tadarrus Al Qur’an dilakukan intensif sebulan penuh dengan menggunakan pengeras suara (speker) atas sampai pukul 22.00 WIB, dilanjutkan memakai speker dalam hingga pukul 24.00 WIB.

Paciran sebagai Desa Rumah Ibadah

Desa Paciran, selain sebagai Desa Wisata dan Desa Pendidikan, juga layak disebut sebagai “Desa Tempat Ibadah” atau surganya tempat ibadah bagi umat Islam. Dengan jumlah penduduk kurang lebih 20 ribu jiwa mayoritas beragama Islam yang tersebar di tiga dusun, fasilitas tempat ibadah berupa masjid dan musala jumlahnya sangat fantastis.

Terdapat 17 Masjid yang tersebar di 3 dusun, di antaranya; 2 masjid berada di dusun Penanjan, 4 masjid di dusun Jetak, dan 11 masjid di dusun Paciran. Sedangkan sebaran musala; 3 musala berada di dusun, 19 musala di dusun Jetak, dan 51 musala di dusun Paciran, jadi jumlah total musala di desa Paciran sebanyak 73. Apabila dijumlah total, maka menjadi 90 masjid dan musala yang tersebar di desa Paciran.

Menurut pengertian masyarakat Desa Paciran, masjid merupakan tempat ibadah untuk menunaikan salat lima waktu dan digunakan untuk penyelenggaraan salat Jum’at. Sedangkan musala merupakan tempat salat lima waktu saja atau tidak digunakan untuk salat Jum’at. Masjid At-Taqwa adalah masjid terbesar dan menjadi simbol kebanggaan bagi masyarakat desa Paciran.

Masjid dan musala di Paciran dikelola masyarakat secara mandiri yang mengutamakan tetangga atau orang tinggal terdekat dengan masjid dan musala untuk menjadi pengurus. Tingkat kesadaran masyarakat dalam praktik keberagamaan cukup baik, sikap fanatisme hampir tidak kelihatan dalam kehidupan sehari-hari. Meski tetap ada, tetapi masyakat lebih mengutamakan kebersamaan.

Tata kelola masjid dan musala di Desa Paciran berbasis manajemen yang baik, transparan, dan bertanggungjawab, baik dalam perencanaan pembangunan maupun pengeloaan keuangan. Setelah pelaksanaan salat Jum’at, takmir masjid mengumumkan laporan keuangan. Begitu juga takmir musala, mengumumkan kondisi keuangan setelah salat maghrib setiap malam Jum’at.

Potret umat Islam di Desa Paciran tergolong kelompok santri moderat yang berafiliasi pada organisasi sosial keagamaan Muhammadiyah dan NU. Masyarakat hidup damai berdampingan dan tolerasi dijunjung tinggi, karena tokoh agamanya (ulama dan kyai) bersaudara sehingga masyarakat diikat pada kelompok kekerabatan yang besar.

Biasanya sikap fanatik dibawa orang-orang dari luar Desa Paciran yang menjadi warga tetap, karena faktor pernikahan atau pekerjaan. Seiring dengan berjalannya waktu, sikap fanatik orang dari desa luar yang migrasi dan menetap permanen menjadi warga Desa Paciran akan cepat beradaptasi untuk menyesuaikan diri.

Masjid dan musala di Paciran benar-benar ditempatkan sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah SWT (hablumminallah) dan menjalin tali silaturrahim sesama umat Islam (hablummnannas). Beragam kegiatan pendidikan, sosial, kegamaan, dan kemasyarakatan disentralkan di masjid dan musala. Wallahu ‘alam bishshawab. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *