Palestine Story: Usir Hamas atau Tetap di Genosida

Palestine Story: Usir Hamas atau Tetap di Genosida
*) Oleh : M. Ainul Yaqin Ahsan, M.Pd
Anggota MTT PDM Lamongan

Pemberitaan tentang demonstrasi warga Gaza yang menuntut Hamas meninggalkan wilayah tersebut mengguncang media Indonesia. Netanyahu menyebutnya sebagai “perkembangan positif”, seolah mengisyaratkan keretakan internal Palestina sebagai kemenangan bagi Israel.

Namun, benarkah narasi ini mencerminkan realitas sebenarnya? Ataukah ini bagian dari skenario lama penjajah: divide et impera (pecah-belah dan kuasai) yang dikemas dalam retorika modern?

Akarnya Bukan Perseteruan, Tapi Perbedaan Strategi

Hamas dan Fatah kerap digambarkan sebagai dua kutub yang tak terdamaikan. Padahal, keduanya lahir dari rahim perjuangan yang sama: pembebasan Palestina.

Fatah, dengan pendekatan diplomasi dan perundingan, mewakili generasi tua yang meyakini kemerdekaan bisa diraih melalui meja perundingan.

Sementara Hamas, yang lahir dari Intifadah 1987, memilih perlawanan bersenjata sebagai respons atas kebuntuan politik.

Perbedaan ini bukanlah pertanda permusuhan abadi, melainkan variasi strategi yang juga pernah terjadi dalam sejarah Indonesia: Bung Tomo dengan semangat “Merdeka atau Mati” versus diplomasi Sjahrir dan Hatta.

Israel dan Seni Memanipulasinya

Sejak kemenangan Hamas dalam pemilu 2006, Israel dan sekutunya menolak mengakui legitimasi gerakan tersebut. Alih-alih menghormati pilihan rakyat Gaza, mereka menciptakan narasi bahwa Hamas adalah “biang teror” yang harus dihancurkan.

Propaganda ini diperkuat dengan metode politik belah bambu: satu sisi diinjak (Hamas dikecam sebagai teroris), sementara Fatah diiming-imingi pengakuan palsu sebagai “mitra damai”.

Tujuannya jelas: memicu kecemburuan sosial, merusak solidaritas, dan mengalihkan fokus dari akar masalah sesungguhnya—pendudukan ilegal Israel.

Tahun 2012, Hamas dan Fatah menandatangani kesepakatan rekonsiliasi. Kabinet bersatu dibentuk, dengan pembagian peran antara Gaza dan Tepi Barat.

Namun, Israel—yang takut kehilangan narasi “tidak ada partner untuk perdamaian”—merespons dengan meningkatkan blokade dan serangan militer.

Fakta ini sering diabaikan dalam pemberitaan global. Seperti diungkapkan penulis yang hidup di Gaza selama 12 tahun, masyarakat Palestina di lapangan tidak terpolarisasi ekstrem: mereka salat di masjid yang sama, kuliah di kampus yang sama, dan bersatu dalam derita yang sama di bawah penjajahan.

Aksi protes yang disebut-sebut “anti-Hamas” harus dibaca dengan kritis. Di tengah genosida 600 hari—di mana 40.000 warga sipil tewas, rumah sakit dihancurkan, dan anak-anak kelaparan—tekanan psikologis Israel terhadap Gaza mencapai titik nadir.

Selebaran ancaman seperti “keluarga pejuang Hamas akan dibantai” atau “kami tidak akan berhenti sampai kalian menyerahkan Hamas” menciptakan trauma kolektif.

Dalam kondisi ini, teriakan minoritas yang frustrasi bisa dimanipulasi sebagai suara mayoritas. Padahal, tuntutan utama warga Gaza bukanlah mengusir Hamas, melainkan hak untuk hidup tanpa ketakutan.

Jangan Terjebak dalam Skema Penjajah

Indonesia pernah mengalami politik belah bambu Belanda: memisahkan kaum nasionalis sekuler dan religius, atau mengadu domba Jawa dan luar Jawa.

Jika kita memahami ini, maka langkah logis adalah menolak narasi yang menggiring opini untuk memilih “baik-buruk” di antara Hamas dan Fatah. Persatuan Palestina adalah mimpi buruk bagi Israel, karena itu upaya memecahnya akan terus diintensifkan.

Isu Hamas versus Fatah hanyalah episode kecil dalam drama panjang penjajahan Palestina. Memusatkan perhatian pada ini sama seperti berdebat tentang warna kapal yang tenggelam, alih-alih menyelamatkan penumpangnya.

Sebagai masyarakat global, tugas kita adalah menolak distraksi dan fokus pada inti masalah: menghentikan genosida, mencabut blokade Gaza, dan mendukung hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Palestina.

Sebab, seperti kata penulis Gaza itu: “Persatuan mereka adalah keberanian. Perpecahan hanyalah hadiah untuk penjajah.” (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *