Pemimpin yang Membumi: Mengabdi dengan Hati, Menyatu dengan Rakyat

Pemimpin yang Membumi: Mengabdi dengan Hati, Menyatu dengan Rakyat

*)Oleh: Muhmammad Rois Sudin
Ketua PRM Mangundikaran, Nganjuk-Jatim

Membicarakan soal pemimpin, banyak loh orang yang sekarang ini cuma mikirin jabatan tinggi, posisi elit, mobil dinas, pengawal ke mana-mana, atau kursi empuk di ruang ber-AC. Pokoknya mereka pingin tampil tajir melintir, berdiri megah di menara gading yang jauh dari rakyat jelata… Ya nggih sih…

Tapi, sebenarnya pemimpin yang benar-benar keren itu bukan yang sibuk menikmati fasilitas, tapi yang benar-benar ada dan menyatu bersama rakyatnya. Istilahnya, pemimpin yang membumi.

Lihat saja Baginda Rasulullah Muhammad ﷺ, pemimpin nomor satu sepanjang sejarah peradaban manusia. Seperti dalam buku berjudul “100 Tokoh Paling Berpengaruh di Bumi” yang ditulis oleh Michael Hart, Rasulullah ﷺ bukan tipe pemimpin yang duduk di singgasana, menunggu dilayani, atau sibuk bikin kebijakan dari balik meja tanpa tahu kondisi rakyatnya.

Justru, Rasulullah ﷺ itu sangat humble, benar-benar turun ke lapangan. Beliau bisa ngobrol santuy dengan para sahabat, bergaul dengan rakyat kecil, tapi tetap dihormati oleh para elit.

Ada kisah menarik saat Rasulullah ﷺ membangun Masjid Nabawi. Bukannya hanya memberi perintah, beliau malah ikut angkat batu, istilah kita beliau juga ikut campur pasir, dan berkeringat bersama para sahabat.

Bahkan, dalam Perang Khandaq, saat para sahabatnya lapar, beliau juga merasakan hal yang sama. Sampai-sampai harus mengikat batu di perutnya karena perut kosong. Ini bukti bahwa pemimpin itu bukan cuma omdo (ngomong doang), tapi juga harus merasakan apa yang rakyatnya rasakan.

Al-Qur’an juga menegaskan hal ini:

Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hijr: 88)

Maksudnya? Ya, pemimpin itu harus humble, nggak boleh sok eksklusif, sok elitis, nggak boleh susah diakses apalagi sok sibuk… Padahal janjinya kan siap berjuang bersama rakyat… Hehe. Kalau pemimpin jauh dari rakyatnya, gimana bisa tahu masalah mereka?

Baca juga: Nabi Ibrahim, Pemimpin yang Membangun Peradaban dengan Amanah

Di Muhammadiyah, kepemimpinan model begini sudah jadi menu harian, tradisi sejak zaman Mbah KH. Ahmad Dahlan. Beliau sosok yang sangat humble, nggak sekadar ngajarin Islam di kelas-kelas, tapi juga ngajak murid-muridnya buat terjun langsung membantu fakir miskin, anak yatim, dan mereka yang membutuhkan. Ingat teologi Al-Ma’un? Itu teori humanitas, teori bagaimana memanusiakan sesama. Itulah ayat teladan sebagai fundamental pergerakan Muhammadiyah. Bukan cuma dibaca, dikhutbahkan, tapi difahami dan harus dipraktikkan!

Lalu, ada juga sosok KH. AR. Fahruddin, mantan Ketua Umum Muhammadiyah yang hingga akhir hayatnya tetap hidup sederhana. Beliau bahkan jualan bensin eceran di lapak mungil depan rumah. Meski beliau adalah pemimpin elit, bahkan jabatan menteri pun jika beliau mau, sudah bisa duduk manis dengan sederet fasilitas dari negara.

Bahkan andai dibandingkan dengan kasus hari ini, menjadi petinggi di Pertamina bisa saja kesempatan untuk mengoplos Pertamax dengan Pertalite demi cuan, yang alamak… Nikmatnya! Tapi beliau memilih untuk merakyat dan hidup sederhana. Bahkan, memilih naik angkutan umum saat menunaikan tugas organisasi.

Makanya, hingga akhir jabatan beliau nggak punya aset banyak, nggak sibuk ngumpulin kekayaan, tapi hanya meninggalkan warisan berupa prinsip perjuangan dan kesederhanaan. Ini prinsip yang luar biasa membumi, guys…

Dan ada satu lagi contoh keren: KH. Dien Syamsuddin. Setelah selesai menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, beliau bukannya pensiun santai dan ongkang-ongkang kaki menikmati hari tua. Justru beliau memilih men-downgrade dirinya, turun ke level paling bawah, yaitu Pimpinan Ranting Muhammadiyah.

Buat yang belum tahu, ini adalah level paling bawah dalam struktur Muhammadiyah. Tapi, justru di sinilah garda terdepan perjuangan dan dakwah itu terjadi.

Kenapa? Karena Muhammadiyah itu bukan organisasi elit. Bukan tempat kumpulan orang-orang kaya yang sibuk dengan bisnisnya sendiri. Muhammadiyah itu merakyat. Kalau akar rumputnya lemah, ya organisasinya bisa keropos. Makanya, pemimpin yang keren adalah mereka yang mau turun ke bawah, memastikan bahwa perjuangan ini benar-benar sampai ke masyarakat kecil.

Sayangnya, banyak orang yang berebut jabatan tinggi, tapi nggak banyak yang benar-benar berebut untuk melayani masyarakat di level bawah. Padahal, justru di situlah letak kekuatan sebenarnya.

Coba bayangkan kalau semua pemimpin, entah itu di organisasi, pemerintahan, atau komunitas kecil, benar-benar menjalankan kepemimpinan yang membumi. Mereka nggak hanya duduk di kursi empuk, tapi juga turun langsung, mendengarkan keluhan rakyat, dan memberikan solusi nyata. Nggak cuma bikin aturan, tapi juga memastikan aturan itu benar-benar berdampak buat orang banyak.

Lihat kisah Khalifah Umar bin Khattab. Suatu malam, beliau menyamar dan keliling kota untuk ngecek kondisi rakyatnya. Ketika menemukan seorang ibu yang sedang memasak batu karena nggak punya makanan, beliau nggak sekadar iba. Beliau langsung ambil gandum dari Baitul Mal, memikul sendiri karungnya, dan memasak untuk keluarga itu.

Bayangkan kalau pemimpin kita kayak gini, yang benar-benar hadir, bukan cuma muncul di baliho atau kampanye doang. Cuma tebar pesona belang pilkada, ramah jelang coblosan pileg. Bisa dibayangkan bagaimana pola mereka bisa melayani dengan hati.

Jadi, kalau ada yang bilang pemimpin harus berada di puncak gading dan jauh dari rakyat, jelas itu bukan gaya kepemimpinan Islam. Pemimpin sejati itu hadir, melayani, dan berjuang bersama rakyatnya. Bukan sekadar duduk manis sambil menikmati jabatan.

Maka dari itu, yuk kita para Kader Muda harapan Bangsa dalam berbagai ragam organisasi dan lembaga, khususnya para kader Muda Muhammadiyah, mari rame-rame turun gunung, menyatu bersama umat, dan membina langsung Ranting Muhammadiyah di lingkungan tempat tinggal masing-masing. Buktikan bahwa kita pemimpin yang humble, yang siap berjuang di semua level, bukan hanya elitistis… (Wallohu musta’aan). (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *