Setelah perayaan Idul Fitri, volume sampah di berbagai daerah mengalami peningkatan yang signifikan. Sampah rumah tangga, terutama yang terdiri dari sisa makanan dan plastik kemasan, menjadi isu penting dalam pengelolaan limbah.
Menanggapi hal ini, Kepala Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr. Sukarsono, M.Si., mengajak masyarakat untuk menjadikan momen Lebaran sebagai kesempatan untuk membersihkan lingkungan dari sampah dan limbah. Ia mendorong individu dan kelompok untuk sadar akan pentingnya pengurangan limbah dan melakukan pengolahan sampah dengan cara-cara yang sederhana namun bermanfaat bagi keberlanjutan lingkungan.
Menurut Sukarsono, jenis sampah yang paling banyak dihasilkan setelah Lebaran adalah sampah organik dan sampah plastik, seperti kantong plastik dan kemasan. Sampah organik mengalami peningkatan lebih dari 20% dibandingkan dengan volume biasanya, dan umumnya terdiri dari sisa makanan, sayuran, dan bahan makanan yang tidak terpakai. Selain itu, sampah plastik dari kemasan makanan dan minuman juga turut meningkat.
Tak kalah penting, minyak goreng bekas atau jelantah juga menjadi salah satu sumber pencemaran yang meningkat setelah Lebaran. Minyak jelantah dapat mencemari tanah dan perairan, bahkan menyebabkan kematian ikan dan mikroba di sungai akibat berkurangnya oksigen terlarut.
“Sampah organik dapat diolah menjadi kompos atau diberikan kepada peternak sebagai pakan. Nasi dan makanan sisa bisa dikumpulkan untuk diberikan kepada ayam atau bebek. Sedangkan plastik sebaiknya dikumpulkan untuk dijual ke pemulung atau bank sampah untuk didaur ulang. Minyak goreng bekas bisa diolah menjadi lilin atau bio-solar, bahkan dikumpulkan untuk dijual ke perusahaan pengumpul minyak bekas untuk dijadikan bahan biodiesel,” ujar Sukarsono.
Sukarsono juga menekankan pentingnya pengelolaan sampah yang lebih berbasis komunitas dan individu. Banyak daerah yang masih mengandalkan tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa memilah sampah dari sumbernya, sehingga memperburuk pencemaran lingkungan.
Untuk itu, ia mengusulkan agar masyarakat lebih aktif dalam memilah sampah di rumah, misalnya dengan membuat lubang kecil untuk mempercepat proses dekomposisi sampah organik dan menghasilkan pupuk alami.
Ia juga menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam menyediakan fasilitas pengolahan sampah yang lebih baik, seperti tempat pengolahan sampah terpadu dan insinerator ramah lingkungan. Selain itu, kebijakan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai harus diperketat agar masyarakat lebih terbiasa dengan produk yang ramah lingkungan.
Sukarsono berharap dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah, beban TPA akan berkurang dan dampak lingkungan dapat diminimalisir. Ia juga mengajak masyarakat untuk mengedukasi diri sendiri dan orang lain mengenai pentingnya memilah dan mengolah sampah dari rumah tangga masing-masing, guna mendukung keberlanjutan lingkungan yang lebih baik.
“Dengan langkah kecil dari setiap individu, kita dapat menciptakan dampak besar bagi kelestarian lingkungan,” tambahnya. (*/tim)