Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah kembali menggelar halaqah sebagai bagian dari rangkaian persiapan penulisan tafsir At-Tanwir untuk juz 18 hingga 20. Acara ini berlangsung di Gedoeng Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang berlokasi di Jalan KH Ahmad Dahlan, dan dihadiri oleh para penulis tafsir serta berbagai pihak terkait.
Kegiatan halaqah yang dilaksanakan pada hari Sabtu (15/2/2025) ini memiliki tujuan utama sebagai ajang konsolidasi bagi para penulis dalam menyatukan visi dan metodologi yang digunakan dalam penyusunan tafsir At-Tanwir. Tafsir ini merupakan tafsir khas Muhammadiyah yang berorientasi pada pembentukan etos umat Islam serta pembangunan peradaban yang lebih maju.
Dalam pembukaan halaqah, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas, mengungkapkan apresiasi yang tinggi kepada para peserta dan panitia yang telah berkontribusi dalam proyek besar ini. Ia menjelaskan bahwa tafsir At-Tanwir dikembangkan dengan berlandaskan empat etos utama yang diharapkan dapat membentuk karakter umat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Keempat etos tersebut meliputi:
- Etos Agama, yang menegaskan pentingnya menjadikan ajaran Islam sebagai panduan utama dalam segala aspek kehidupan.
- Etos Ilmu, yang mendorong umat Islam untuk terus belajar, mengembangkan wawasan, dan menguasai ilmu pengetahuan demi kemajuan peradaban.
- Etos Sosial, yang menitikberatkan pada pentingnya membangun solidaritas dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat.
- Etos Ekonomi, yang bertujuan membentuk umat Islam agar mampu mandiri secara ekonomi dan terbebas dari ketergantungan terhadap sistem ekonomi global yang eksploitatif.
Hamim Ilyas menegaskan bahwa tujuan utama dari tafsir ini adalah untuk menunjukkan bahwa Al-Qur’an diturunkan sebagai pedoman kehidupan yang membawa kebaikan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Keberhasilan penerapan ajaran Al-Qur’an dapat diukur dari kesejahteraan material dan spiritual yang dirasakan oleh umat Islam secara keseluruhan.
Islam sebagai Agama Peradaban
Dalam pemaparannya, Hamim juga menyoroti konsep Islam dalam Muhammadiyah yang telah didefinisikan dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCHH). Konsep ini menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang diwahyukan oleh Allah sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad, yang ditujukan untuk semua umat manusia dan berlaku sepanjang zaman.
Lebih lanjut, ia membahas tantangan ekonomi yang masih dihadapi oleh umat Islam saat ini. Menurutnya, umat Islam masih terjebak dalam sistem ekonomi global yang menempatkan mereka dalam posisi ketergantungan. Ia menyebut kondisi ini sebagai bentuk nyata dari neo-liberalisme yang menciptakan ketimpangan dan eksploitasi ekonomi.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa umat Islam harus berusaha untuk menguasai faktor-faktor produksi agar dapat mandiri secara ekonomi dan terbebas dari keterjajahan ekonomi.
Selain aspek ekonomi, Hamim juga menggarisbawahi bahwa Al-Qur’an sejatinya adalah kitab yang mengajarkan pembangunan peradaban. Hal ini telah dipahami oleh para sahabat Nabi Muhammad, salah satunya Umar bin Khattab. Ia pernah menyebut bahwa surat Al-An’am merupakan bagian penting dari Al-Qur’an yang mengajarkan kecerdasan dan membentuk umat Islam menjadi umat yang unggul.
Dalam konteks global, Hamim mengamati bahwa Amerika Serikat saat ini mulai mengalami kemunduran, tetapi belum ada negara Islam yang siap menggantikannya sebagai pemimpin dunia. Sebaliknya, negara yang tampaknya siap mengambil posisi tersebut adalah China. Oleh karena itu, ia berharap melalui tafsir At-Tanwir ini, umat Islam dapat memahami potensi mereka dan mulai bangkit untuk menjadi kekuatan dunia yang diperhitungkan.
Sementara itu, dalam sesi diskusi yang berlangsung dalam halaqah tersebut, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Ustadi Hamsah, menyoroti pentingnya aspek teknis dalam penyusunan tafsir. Ia menekankan bahwa proses penulisan dan penyuntingan tafsir harus dilakukan dengan teliti agar menghasilkan naskah yang berkualitas tinggi serta sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Ustadi menjelaskan bahwa sejak awal, penyusunan tafsir harus dirancang dengan baik, termasuk dalam aspek tata letak dan struktur penulisan. Jika aspek teknis ini diperhatikan dengan baik sejak awal, maka proses penyusunan tafsir akan berjalan lebih efisien dan menghasilkan karya yang lebih sistematis.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa tafsir At-Tanwir harus mencerminkan semangat dan nilai-nilai utama yang ingin disampaikan kepada umat Islam. Dalam hal ini, ia menguraikan tiga aspek utama yang harus tertanam dalam tafsir ini, yaitu:
- Responsivitas, yang berarti tafsir ini harus mampu menjawab permasalahan aktual yang dihadapi umat Islam.
- Inspiratif, yang berarti tafsir ini harus mampu memberikan motivasi dan inspirasi kepada pembacanya agar lebih mendalami ajaran Islam.
- Membangkitkan Etos, yang mencakup etos ibadah, etos ekonomi, etos sosial, dan etos keilmuan, sehingga tafsir ini dapat menjadi pendorong bagi kemajuan umat Islam secara keseluruhan.
Halaqah pra-penulisan tafsir At-Tanwir untuk juz 18-20 ini menegaskan bahwa proyek ini bukan sekadar upaya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi juga merupakan bagian dari strategi besar Muhammadiyah dalam membangun peradaban Islam yang lebih maju.
Dengan berlandaskan pada empat etos utama dan mengedepankan sistematika penulisan yang berkualitas, tafsir ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan yang lebih baik, baik secara spiritual maupun material.
Melalui pendekatan yang responsif, inspiratif, dan membangkitkan etos, tafsir At-Tanwir diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam menciptakan generasi Muslim yang cerdas, mandiri, dan mampu membawa perubahan positif dalam peradaban dunia. (*/tim)