Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir mengingatkan seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) agar tetap menjaga integritas dan kehormatan akademik, khususnya dalam pemberian gelar profesor kehormatan.
Dia menekankan bahwa pemberian gelar tersebut tidak boleh dilakukan secara asal-asalan, melainkan harus didasarkan pada pertimbangan yang matang dan sesuai dengan nilai-nilai keilmuan yang dijunjung tinggi oleh Muhammadiyah.
Pernyataan tersebut disampaikan Haedar dalam sambutannya pada acara pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Jebul Suroso, S.Kep., Ns., M.Kep., yang resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Manajemen Keperawatan di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).
Acara pengukuhan tersebut berlangsung khidmat berlangsung di Auditorium Ukhuwah Islamiyah Kampus I UMP, pada Kamis (10/4 2025) .
Dalam pidatonya, Haedar menyampaikan bahwa peningkatan jumlah Guru Besar di lingkungan PTMA merupakan hal yang sangat positif dan patut diapresiasi.
Dia menyebut bahwa keberadaan Guru Besar memiliki peran strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi serta memperkuat kontribusi PTMA dalam pembangunan bangsa.
“Dengan bertambahnya jumlah Guru Besar, maka harus terlihat pula peningkatan kualitas yang signifikan, baik dalam aspek akademik, riset, maupun pengabdian kepada masyarakat,” ujar Haedar.
Namun demikian, di tengah meningkatnya semangat untuk memperkuat kapasitas akademik, Haedar juga menyampaikan peringatan penting. Ia meminta agar PTMA tidak ikut-ikutan dalam tren pemberian gelar profesor kehormatan tanpa dasar yang kuat.
Menurutnya, gelar profesor bukanlah sekadar simbol atau penghargaan sosial, tetapi merupakan jabatan akademik yang mengandung tanggung jawab keilmuan dan moral.
“Profesor itu jabatan akademik yang melekat pada tanggung jawab keilmuan. Jangan sembarangan memberikannya hanya karena popularitas atau kepentingan sesaat. Ini demi menjaga marwah dan kekuatan institusi PTMA,” tegasnya.
Haedar menambahkan, meskipun belum dituangkan dalam surat keputusan resmi, namun pernyataan tersebut merupakan bentuk instruksi moral dari Ketua Umum PP Muhammadiyah. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya Muhammadiyah dalam menjaga standar mutu pendidikan tinggi dan integritas akademik di lingkungan kampusnya.
Dalam kesempatan itu, Haedar juga mengungkapkan rasa bangganya atas capaian PTMA yang telah berhasil mengelola 20 fakultas kedokteran, banyak di antaranya telah meraih akreditasi unggul.
Dia menekankan bahwa pencapaian ini hendaknya tidak berhenti pada tataran administratif atau akreditatif semata, melainkan harus diiringi dengan peningkatan kualitas pada pelaksanaan caturdharma perguruan tinggi: pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, serta pengembangan nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.
“Keunggulan yang kita capai ini harus dibarengi dengan kontribusi nyata terhadap kemajuan bangsa. PTMA harus menjadi contoh bagaimana kampus Islam bisa hadir dengan mutu dan integritas tinggi,” tambah Haedar.
Pengukuhan Prof. Jebul Suroso tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, tetapi juga menjadi momentum penting dalam upaya penguatan posisi PTMA secara nasional. Haedar berharap, bertambahnya Guru Besar seperti Prof. Jebul dapat memperkokoh PTMA sebagai kekuatan pendidikan tinggi yang unggul, berakhlak, dan menjadi pelopor dalam membangun peradaban yang berkemajuan.
Acara tersebut turut dihadiri oleh berbagai pihak, mulai dari sivitas akademika UMP, para tamu undangan, hingga tokoh masyarakat dan perwakilan dari institusi lainnya. Mereka semua menyaksikan secara langsung komitmen Muhammadiyah dalam menjaga kualitas pendidikan tinggi, serta menjaga marwah akademik yang selama ini menjadi ciri khas kampus-kampus di bawah naungan Persyarikatan.
Dengan pesan tegas ini, Haedar mengajak seluruh civitas akademika PTMA untuk terus berbenah, menjaga mutu, serta menjadikan gelar akademik sebagai simbol tanggung jawab dan dedikasi keilmuan yang sejati, bukan sebagai alat legitimasi yang seremonial semata. (*/wh)